Representasi Muslim dan Islam Indonesia di Surat Kabar Australia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi muslim di Australia. (Sumber: SuratKabar.id)

Konstruksi media barat terhadap Islam dan Muslim sudah banyak dikaji oleh para peneliti dari berbagai keilmuan. Salah satu hasil temuannya adalah representasi Muslim dan Islam lebih terkait dengan terorisme, radikalisme dan kekerasan. Media juga lebih fokus meliput negara-negara Islam yang sedang dalam konflik atau perang seperti Afganistan, Irak dan Iran, tapi mengesampingkan negara dengan populasi Muslim terbanyak seperti Indonesia.

Walaupun terkenal sebagai negara yang menerapkan Islam moderat, Muslim di Indonesia sendiri pernah menarik atensi media barat khususnya Australia terkait aksi terror bom Bali tahun 2002 dan 2005. Oleh karena itu, penting untuk melihat bagaimana surat kabar Australia menggambarkan Muslim Indonesia. Karena wacana di media tidak statis, analisis diakronis juga esensial dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan antara representasi Muslim Indonesia di lima tahun periode yang berbeda, yaitu saat banyak terjadi aksi teror di Indonesia (2002-2006) dan sepuluh tahun setelah bom Bali 1 terjadi (2012-2016).

Kajian mengenai diskursus termasuk diskursus Muslim di koran lebih banyak menggunakan data yang relatif sedikit. Dengan pendekatan linguistik korpus untuk analisis wacana kritis, saya mencoba menggunakan data yang lebih besar. Semua berita di surat kabar Australia yang ada kata Indonesia dan Muslim atau Islam menjadi data penelitian ini. Data yang dihasilkan yakni 3.863 artikel berita untuk periode 2002-2006 dan 1.164 berita di 2012-2016.

Teknik analisis korpus pertama yang digunakan adalah analisis kata kunci. Kata kunci merupakan kata dengan frekuensi tinggi di satu korpus atau kumpulan teks jika dibandingkan dengan korpus yang lain. Teknik yang kedua adalah kolokasi. Kolokasi secara sederhana dapat diartikan sebagai kata-kata yang saling bersanding satu sama lain.

Hasil dari analisis kata kunci menunjukkan bahwa pada tahun 2002-2006 surat kabar Australia fokus memberitakan tentang kejadian dan orang-orang yang berkaitan dengan aksi teror yang terjadi dalam rentang periode tersebut. Beberapa kata kunci yang ditemukan adalah kata terror, bombing, Bali, Marriot, Osama, Amrozi, Bashir dan Jemaah Islamiyah. Perlu ditegaskan lagi bahwa saat pengambilan data artikel berita, yang bisa menjadi data adalah artikel yang mengandung kata Muslim atau Islam dan Indonesia, bukan kata negatif seperti terror dan terrorists. Namun, jumlah kata terror, terrorist/s dan terrorism lebih banyak dibandingkan dengan kata Muslim dan Islam yang menjadi term pencarian saat pengambilan data.

Di periode 2012-2016, banyak kata yang berkaitan dengan aksi teror tidak menjadi kata kunci lagi. Di periode ini kata kuci yang masuk dalam topik terorisme hanya kata jihadist. Tetapi analisis kualitatif dari berita yang memuat kata jihadist menunjukkan bahwa kebanyakan berita berdiskusi tentang aksi teror di Indonesia yang terjadi di periode tersebut dan tentang warga Indonesia yang bergabung dengan ISIS. Yang menarik dari analisis ini adalah tetap adanya cerita tentang bom Bali saat memberitakan kasus-kasus tersebut.

Sedangkan salah satu hasil analisis kolokasi dari kata Muslim menunjukkan bahwa kata tersebut sering muncul berdampingan dengan kata-kata yang berkaitan dengan tingkat kepercayaan seperti, moderate, extremists, fundamentalists, dan hardliners (garis keras). Akan tetapi, secara statistik kata Muslim lebih banyak berkolokasi dengan kata yang menunjukkan tingkat kepercayaan yang radikal seperti militants, radicals, extremist, fundamentalis dan firebrand.

Selain itu, studi kualitatif dari kolokasi moderate mengungkapkan bahwa frase moderate Muslim/s kebanyakan ada di berita yang mendiskusikan serangan teror dan ekstrimisme di Indonesia untuk menyejajarkan dua fenomena yang berbeda.Penempatan kolokasi moderate juga ada yang menunjukkan bahwa moderat bukan karakter lazim atau standar dari negara dengan mayoritas Muslim. Hasil-hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan Profesor Paul Baker dan tim di Universitas Lancaster Inggris yang menggunakan data surat kabar Inggris.

Kesimpulan dari studi ini menunjukkan bahwa wacana dominan seputar Muslim Indonesia di surat kabar Australia masih terkait dengan terorisme dan ekstremisme dan belum mengalami pergeseran yang signifikan selama 15 tahun terakhir. Dalam kata lain, belum banyak wacana-wacana positif seputar Muslim terutama Muslim Indonesia di koran Australia. Perlu dicatat bahwa beberapa kolokasi di periode 2012-2016 seperti scholars, decent, dan feminist memberi penggambaran yang lebih positif. Namun, itu adalah minoritas.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa representasi media Muslim di Indonesia, negara yang tidak terlibat konflik besar dan perang, masih dominan negatif. Konsekuensi yang tidak terduga dari konstruksi negatif semacam itu adalah stereotip negatif Muslim dan Islam di Indonesia, menghubungkan mereka dengan terorisme dan radikalisme. Misalnya, laporan Lowy institute pada tahun 2006 menunjukkan bahwa sebagian besar orang Australia menganggap Indonesia sebagai “Sumber berbahaya terorisme Islam”. Poling yang lebih baru pada 2013 juga menunjukkan bahwa 54 persen orang Australia masih percaya hal yang sama.

Penulis: Muchamad Sholakhuddin Al Fajri

Informasi detail dari artikel ini dapat dibaca lebih lengkap pada tautan publikasi ilmiah berikut:

https://journals.muni.cz/discourse-and-interaction/article/view/13509

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).