Kerja Sama Indonesia dan Australia dalam Menangani Pengungsi dan Pencari Suaka

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi kerja sama Indonesia - Australia. (Sumber: Republika)

Saat ini dunia tengah menghadapi permasalahan penanganan pengungsi yang sangat serius. Gelombang pengungsi dan pencari suaka (selanjutnya disebut pengungsi) yang berasal dari negara-negara yang sedang dilanda konflik seperti Suriah, Lybia, Afghanistan, Sudan Selatan, Somalia serta Myanmar meninggalkan negaranya untuk menghindari berkecamuknya konflik yang mengancam nyawa mereka. Menurut data dari Komisi Tinggi Pengungsi PBB (UNHCR) , tahun 2018 tercatat 70, 8 juta orang  terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya. Dari jumlah itu sekitar 29,4 juta orang menjadi pengungsi di negeri orang dan 41,3 juta menjadi pengungsi di negaranya sendiri.

Seperti negara-negara di dunia saat ini yang harus menanggung beban dengan kehadiran para pengungsi tersebut, Indonesia dan Australia yang relatif cukup jauh dari wilayah konflik di negara Timur Tengah juga menjadi negara yang terkena imbasnya.  Menurut UNHCR terdapat 14.016 pengungsi yang menetap di Indonesia. Sesungguhnya jumlah pengungsi di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan 6 juta pengungsi yang ditanggung oleh Turki, dan juga masih rendah dibandingkan dengan negara Thailand yang menampung 93.534 atau Malaysia dengan 175.760 pengungsi.

Kehadiran para pengungsi ini menimbulkan berbagai permasalahan baik didalam negeri mauun hubungan antar negara. Mereka membutuhkan perlindungan termasuk bantuan hidup sehari hari, kesehatan, pendidikan, di negara-negara yang didatangi.  Membahas pengungsi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dengan Australia. Sebagian besar pengungsi yang datang di Indonesia tersebut sesungguhnya bermaksud untuk menuju ke Australia dan menggunakan Indonesia sebagai negara transit. Oleh karenanya penting dan relevan untuk membahas penanganan pengungsi di Indonesia dikaitkan dengan kebijakan pemerintah Australia. Kondisi ini menimbulkan perhatian bagaimana kerja sama Indonesia dan Australia dalam menangani para pengungsi di Indonesia ? Apa saja kendala yang dihadapi dalam kerja sama tersebut?

Urgensi Kerja sama Bilateral RI – Australia

Upaya dalam menangani permasalahan transnational seperti masalah pengungsi dibutuhkan kerja sama yang signifikan antar negara. Konvensi Internasional tentang Pengungsi tahun 1951 telah memberi acuan secara internasional dalam menangani para pengungsi ini, meski Indonesia belum meratifikasi.  Menurut Alexander Betts (2009) ‘aksi kolektif” antar negara melalui “berbagi tanggunga jawab” dalam merespon pengungsi sangat dibutuhkan.

Kharakteristik kedekatan wilayah (proximity) dan perbedaan status Indonesia sebagai negara transit dan Australia sebagai negara tujuan menjadikan permasalahan pengungsi di kedua negara harus ditangani bersama. Terlebih bagi Indonesia yang menanggung beban sekaligus mengalami tekanan akibat kurangnya sumberdaya dan kapasitas nasional dalam memberikan perlindungan terhadap para pengungsi tersebut. Indonesia membutuhkan bantuan internasional, khususnya Australia, dalam menanggung ongkos perlindungan para pengungsi ini.

Pemerintah Australia menyatakan telah memberikan bantuan dan sumber daya kepada pemerintah Indonesia untuk menghalang-halangi pengungsi tersebut guna  melanjutkan perjalanan ke Australia. Neagra ini  berkepentingan terhadap Indonesia untuk “menahan” atau “tempat seleksi” bagi para pengungsi agar tidak mengalir ke Australia. Kebijakan yang dilakukan Australia dalam kerangka kerja sama dengan Indonesia bisa dimaknai sebagai bentuk kebijakan  “deterrence”.  Dalam kerangka ini maka kebijakan ini dimaksudkan untuk membuat gentar pengungsi datang ke Australia atau mengurungkan niatnya. Ada tujuan yang saling bersimbiosis dalam kerja sama ini.

Kerja sama Multi Level

Kerja sama Indonesia dan Australia dalam menangani pengungsi dilakukann melalui berbagai level baik secara langsung dan tidak langsung. Pada tingkat bilateral antar kedua negara, Lombok Treaty menjadi  payung bagi kerja sama ini. Dibawah kesepakatan Regional Cooperation Agreement, polisi dan aparat imigrasi Indonesia bertugas menghalang halangi pengungsi yang berada di wilayah Indonesia untuk menuju kawasan Australia. Pemerintah Indonesia juga sepakat untuk menampung sementara para pengungsi ini sebelum  nantinya akan tinggal di Australia jika dianggap memenuhi kualifikasi negara ini.

Kerja sama secara tidak langsung terhadap pengungsi di Indonesia oleh pihak Australia dilakukan melalui Organisasi Internasional untuk Pengungsi (IOM). Diakui oleh IOM bahwa Australia adalah negara donor utama bagi kegiatan penanganan pengungsi di Indonesia.  Organisasi ini yang menyalurkan bantuan biaya hidup sehari-hari, kesehatan, kepada para pengungsi. Ruang lingkup IOM juga luas termasuk mengatasi masalah yang terkait dengan permasalahan yang dihadapi pengungsi di Indonesia bekerja sama dengan otoritas Indonesia.

Australia juga hadir secara mutlak untuk menentukan para pengungsi yang layak untuk diterima di negaranya. Melalui UNHCR, Australia menentukan kewenangannya untuk menentukan status  para pencari suaka di Indonesia dan menentukan para pengungsi yang bisa diterima di negara tersebut.

Salah satu faktor yang menyebabkan keterlibatan Australia secara luas dalam penanganan pengungsi di Indonesia adalah status Indonesia yang belum meratifikasi Konvensi Internasional Pengungsi. Dengan status ini Indonesia mengklaim tidak berkewajiban untuk menerima dan memberi perlindungan kepada pengungsi, meski dalam kenyataan melakukan aksi perlindungan kepada pengungsi

Tantangan Indonesia

Terdapat keuntungan bersama yang diraih oleh kedua negara dalam penanganan pengungsi ini. Namun tidak dipungkiri bahwa perbedaan kebijakan pemerintah kedua negara dalam menangani pengungsi bisa memicu  konflik antar negara. Terutama dikaitkan dengan fakta bahwa masalah pengungsi adalah masalah politik yang sensitive dan berubah-ubah mengikuti dinamika politk di Australia.

Penanganan pengungsi di Indonesia melalui organiasi Internasional seperti IOM dan UNHCR juga acap kali menimbulkan konflik diantara pengungsi juga masyarakat lokal. Aksi mereka  dianggap tidak sesuai dengan budaya lokal serta bertentangan dengan kebijakan pemerintah lokal.  

Bahkan saat ini pemerintah Indonesia berada dalam posisi yang sulit. Negara tujuan para pengungsi seperti Australia berupaya secara drastis mengurangi bantuan dan jumlah pengungsi yang bisa diterima di negara ini. Kondisi ini akan memberatkan bagi Indonesia yang akan menampung semakin banyak dan lama tinggal para pengungsi ini.

Mencernati dinamika kerja sama yang sudah dilakukan dan tantangan yang ada, tidak bisa dipungkiri bahwa kolaborasi yang dekat antara Indonesia dan Australia dalam penanganan pengungsi di Indonesia sangat perlu  diteruskan. Namun dibutuhkan kerja sama yang lebih berkelanjutan dalam melindungi para pengungsi sekaligus memenuhi tujuan kedua negara secara timbal balik yang sailng menguntungkan dan bermartabat.

Penulis: Sartika Soesilowati

Artikel lengkapnya dapat dilihat pada link berikut ini:

https://www.ijicc.net/images/vol_13/Iss_3/13304_Soesilowati_2020_E_R.pdf

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).