Sudah Saatnya Menghentikan Stigma Negatif Terhadap Penderita HIV

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Alodokter

Penyakit HIV adalah penyakit yang merusak sistem imun tubuh. Setelah sistem imun tubuh tersebut rusak, membuat tubuh seseorang menjadi rentan terhadap infeksi, menimbulkan berbagai gejala yang dinamakan AIDS. Pada tubuh manusia pada umumnya, banyak kuman yang tidak berbahaya bagi tubuh karena adanya sistem imun. Namun kuman tersebut menjadi berbahaya setelah sistem imun tubuh rusak. Penyakit HIV masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia. Pada tahun 2015, terdapat 2.1 juta orang yang tertular HIV. Secara keseluruhan, lebih dari 30 juta orang hidup dengan HIV. Di Indonesia sendiri, pada tahun 2016 terdapat 48 ribu infeksi baru, membuat total keseluruhan orang yang terjangkit penyakit ini pada tahun yang sama menjadi 620 ribu.

HIV merupakan suatu virus yang berasal dari hewan simpanse. Asal mula penularan diketahui sekitar tahun 1920 di Republik Kongo di benua Afrika karena penduduk setempat memburu dan memakan hewan tersebut. Metode penularan HIV antar manusia adalah melalui pertukaran cairan tubuh, termasuk hubungan intim dan juga melalui darah. Berganti-ganti pasangan, atau mendapatkan transfusi darah berulang kali, meningkatkan resiko terjangkit penyakit ini. Karena metode penularan yang seperti itulah, menimbulkan adanya stigma terhadap penderita HIV oleh masyarakat, khususnya di Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk Islam, dimana hubungan intim diluar nikah merupakan hal yang tabu.

Adanya stigma di masyarakat membuat penderita HIV merasa dikucilkan di lingkungan sosialnya, serta membuat kesulitan dalam mencari pekerjaan untuk menunjang perekonomian mereka. Selain itu, stigma membuat penderita HIV menjadi takut untuk mencari pengobatan sehingga mereka jatuh dalam kondisi AIDS dan meninggal. Padahal, pemerintah menggratiskan pengobatan untuk pasien dengan HIV. Tenaga kesehatan juga menjadi kerepotan dalam menangani pasien yang tidak memberi tahu bahwa mereka menderita HIV, sehingga menyebabkan tenaga kesehatan beresiko untuk tertular.

Sebaliknya, tenaga kesehatan ternyata juga melakukan diskriminasi terhadap pasien HIV. Studi dari 4 negara di Asia Tenggara menunjukkan bahwa sebanyak 54% penderita HIV melaporkan adanya Tindakan diskriminasi di tempat pelayanan kesehatan. Terdapat 3 studi lain yang dilakukan di Indonesia terkait stigma terhadap penderita HIV oleh tenaga kesehatan, dan stigma tersebut sangatlah tinggi. Walaupun hanya sedikit studi yang dilakukan, namun menunjukkan bahwa stigma terhadap HIV pada sektor pelayanan kesehatan di Indonesia merupakan hal yang nyata.

Kami kemudian melakukan penelitian untuk melihat apakah mahasiswa kedokteran yang sedang menjalani fase dokter muda, yang merupakan calon dokter di masa depan dan menjadi garda terdepan dalam memerangi penyakit HIV juga menstigmatisasi pasien dengan HIV. Kami menemukan bahwa sebagian besar mahasiswa kedokteran mengaku tidak masalah untuk memiliki teman yang menderita HIV. Sebagian dari mahasiswa kedokteran menganggap bahwa penderita HIV tidak boleh menjadi seorang figur publik, dan sebagian kecil merasa bahwa penderita HIV tidak layak untuk disembuhkan. Dalam hal praktek pelayanan kesehatan, sebagian besar mahasiswa kedokteran menaruh empati yang sama pada pasien terlepas dari status HIV nya. Sebagian dari mahasiswa tersebut tetapi berusaha untuk tidak melakukan kontak fisik dengan pasien HIV, dan jika mereka harus melakukan kontak fisik maka mereka akan menggunakan pelindung diri yang “berlebihan”.

Perlu diingat bahwa penyakit HIV tidak akan ditularkan melalui kontak fisik seperti bersalaman. Penyakit HIV sendiri lebih tidak “menular” dibandingkan dengan hepatitis B atau hepatitis C, walaupun metode penularannya sama-sama melalui cairan tubuh. Namun mengapa stigmatisasi terhadap penderita HIV lebih tinggi dibandingkan 2 penyakit itu? Perubahan pola pikir terhadap penyakit ini di masyarakat Indonesia sudah waktunya untuk dirubah, terutama pada generasi muda calon penerus masa depan. Slogan “jauhi penyakitnya bukan orangnya” perlu ditanamkan lebih dalam di hati setiap masyarakat di Indonesia, agar para penderita HIV mau untuk datang berobat dan memiliki kualitas hidup yang baik seperti masyarakat pada umumnya.

Penulis: dr. Firas Farisi Alkaff
Informasi detail dari tulisan ini dapat dilihat pada publikasi ilimiah kami di: http://doi.org/10.37506/v11/i1/2020/ijphrd/193988 

Alkaff FF, Syamlan AT, Axelia PG, Swatan JP, Sulistiawati. HIV Stigma among Clinical Medical Students in East Java, Indonesia. Indian Journal of Public Health Research & Development 11(1): 1113-8.

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).