Tatalaksana Shivering “Menggigil” pada Pasien Operasi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi pasien menggigil. (Sumber: popmama.com)

Terjadi peningkatan jumlah pasien yang menjalani operasi dari tahun ke tahun. Operasi merupakan tindakan invasif yang dilakukan dengan cara membuka bagian tubuh melalui sayatan, melakukan perbaikan dan menutup dengan cara menjahit luka. Sebelum dilakukan tindakan operasi, pasien terlebih dahulu akan mendapatkan premedikasi dan dilanjutkan dengan pemberian anastesi sesuai indikasi. Salah satu jenis anastesi yang biasanya didapatkan oleh pasien adalah anestesi spinal.

Anastesi spinal diberikan kepada pasien yang menjalani pembedahan atau operasi pada area ekstremitas bawah panggul, daerah sekitar rektum dan perineum serta pada bedah obstetrik ginekologi. Anastesi spinal dapat menimbulkan komplikasi misalnya hipotensi dan hipotermi. Hipotermi terjadi ketika suhu tubuh dibawah 360C akibat menurunnya metabolisme tubuh selama operasi, lama dan jenis operasi yang dilakukan, dan paparan tubuh dengan suhu ruangan. Ketika terjadi hipotermi maka sistem tubuh yang lain akan mengalami gangguan misalnya pada jantung akan terjadi iskemia dan kemungkinan juga bisa mengalami aritmia.

Kebutuhan oksigen meningkat sampai dengan seratus persen pada pasien hipotermi. Pasien akan menunjukkan tanda dan gejala berupa perubahan warna kulit menjadi pucat dan terasa dingin ketika disentuh, menggigil atau shivering dan bisa terjadi penurunan kesadaran jika tidak segera mendapatkan tatalaksana. Shivering merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh untuk melawan hipotermi. Kontraksi otot yang terjadi pada saat shivering menghasilkan panas tubuh.

Selain itu shivering juga dapat meningkatkan konsumsi oksigen dan produksi karbon dioksida. Hal ini berbahaya jika terjadi terutama pada pasien operasi yang memiliki riwayat gangguan pada jantung dan paru. Untuk mencegah hal tersebut maka diperlukan upaya mengendalikan hipotermi. Pengendalian hipotermi dilakukan mulai dari pada saat pasien di dalam kamar operasi dan dilanjutkan ketika pasien berada di ruang pemulihan. Tindakan yang bisa dilakukan misalnya dengan memberikan cairan infus yang dihangatkan dan selimut hangat pada pasien.

Di dalam artikel yang berjudul “Management of Shivering in Post-Spinal Anesthesia Using Warming Blankets and Warm Fluid Therapy” disampaikan bahwa hipotermi merupakan salah satu masalah serius pada pasien operasi dan dapat berdampak buruk terhadap kondisi pasien. Penelitian ini dilakukan untuk menguji efektifitas cairan hangat dan selimut hangat sebagai tatalaksana shivering pada pasien operasi yang mendapatkan anastesi spinal.

Penelitian dilakukan pada enam puluh responden. Peneliti membagi responden menjadi tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan dengan cairan hangat, kelompok perlakuan dengan selimut hangat dan kelompok kontrol dengan selimut biasa. Alat yang digunakan untuk menghangatkan cairan adalah berupa modifikasi beberapa komponen menjadi suatu alat yang berukuran 27x25x40cm with berat 800 grams, 110/220 voltage dilengkapi dengan dua lampu 40 watt. Untuk selimut hangat, peneliti menggunakan selimut yang terbuat dari katun halus berwarna biru motif dengan tebal 5 cm.

Pengukuran suhu tubuh dilakukan setiap lima belas menit yaitu pada menit ke-15, 30, 40 dan 60 menggunakan thermometer aksila. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pada kelompok pelakuan terjadi peningkatan suhu tubuh lebih banyak dibandingkan dengan kelompok kontrol dan terdapat perbedaan yang signifikan diantara kelompok perlakuan dan kontrol. Pemberian cairan hangat lebih efektif dibandingkan dengan selimut hangat dimana setelah diberikan cairan hangat selama satu jam suhu pasien kembali menjadi normal.

Pasien yang menjalani operasi perlu untuk dijaga kondisi kestabilian tubuh, baik sebelum, saat maupun sesudah operasi. Kestabilan hemodinamik tubuh dimaksudkan untuk memastikan terjadi keseimbangan antara kebutuhan dan penggunaan oksigen di dalam tubuh. Upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kestabilan hemodinamik tubuh adalah dengan memberikan cairan infus hangat dan selimut hangat. Pemberian cairan infus yang dihangatkan dapat meningkatkan suhu tubuh pada pasien yang mengalami hipotermi melalui mekanisme konduksi.

Cairan intravena yang diberikan dalam keadaan hangat pada pasien hipotermi  bertujuan untuk mempertahankan suhu tubuh dalam kondisi normal. Hal ini dilakukan dengan cara mengaktivasi mekanisme termoregulasi baik yang reflek maupun non reflex sehingga memungkinkan terjadinya perubahan otonom, endokrin dan perilaku. Sementara itu, hampir separuh dari pasien yang diberikan selimut hangat suhu tubuhnya kembali normal setelah satu jam. Selimut dapat melindungi pasien dari paparan terhadap suhu ruangan yang dingin. Selimut juga data mencegah kehilangan panas berlebihan terutama pada daerah insisi. Melalui pemberian cairan hangat dan selimut hangat diharapkan suhu tubuh pasien tetap terjaga dalam batas normal.

Penulis : Arina Qona’ah

Artikel lengkapnya dapat dilihat pada link jurnal berikut ini,

https://e-journal.unair.ac.id/JNERS/article/view/17166

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).