Perlunya Sistem Pembelajaran Multikulturalisme Terpadu

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Kompasiana.com

Penelitian saat ini bertujuan untuk merumuskan fungsi multikulturalisme, toleransi, dan keadilan sosial dalam masyarakat Indonesia. Penelitian ini dilakukan dalam tiga ragam kota-kota di Jawa Timur adalah Surabaya, Bangil, dan Kediri. Untuk mengumpulkan data, penelitian ini memilih perspektif kuantitatif-penjelasan dari empat ratus (400) pendahuluan responden. Hasilnya dikompilasi melalui kuesioner terstruktur dan disajikan dalam tabel, angka, dan persentase. Studi ini mengeksplorasi multikultural sistem pembelajaran di sekolah yang berguna untuk mempromosikan kerukunan di antara orang-orang yang berasal dari berbagai segmen, dan latar belakang budaya dan agama di masyarakat. Itu Temuan saat ini dari studi ini berguna untuk pengembangan kurikulum dalam pengaturan multikultural untuk menciptakan harmoni di antara keragaman siswa dalam pendidikan institusi. Juga disarankan bahwa wacana multikultural penting untuk mempromosikan keharmonisan, keadilan sosial, dan menciptakan lingkungan yang terintegrasi dalam masyarakat.

Studi pendahuluan saat ini tentang pendidikan multikultural mengeksplorasi pengetahuan siswa, mempraktikkan multikulturalisme, dan toleransi di antara agama dan etnis keragaman. Sarjana seperti Anderson dan Dobbernack dan Modood memperkenalkan istilah ‘Multikulturalisme’ sebagai istilah yang digunakan untuk menggambarkan pandangan atau rasa hormat. untuk keragaman dalam kehidupan atau kebijakan budaya yang menekankan penerimaan terhadap keragaman dalam budaya dan etnis yang ada dalam masyarakat. Ditemukan pula multikulturalisme itu juga mencakup ide, perspektif, kebijakan, sikap, dan tindakan masyarakat negara majemuk sehubungan dengan etnis, budaya, agama, antara lain, dengan aspirasi untuk menumbuhkan semangat nasionalisme dan kebanggaan bersama untuk melestarikan pluralitas tersebut.

Pendekatan teoritis keanekaragaman ditunjukkan oleh Colombo, di mana pertama, multikulturalisme dipandang sebagai masalah normatif, kedua, multikulturalisme dapat menjadi dianggap sebagai ideologi (anti-). Seperti yang disebutkan di bagian awal makalah ini, multikulturalisme mengutuk universalisme. Teori feminis dan postmodern menganggap suatu peran besar dalam debat ini sedemikian rupa sehingga multikulturalisme memusatkan perhatian pada situasi, keragaman historis, dan kemungkinan. Peran penting multikulturalisme tidak dapat bernilai tanpa kontribusi toleransi dalam masyarakat. Jadi, sebuah studi sosiologis mendukung hal itu masih sulit untuk mendefinisikan konsep toleransi. Toleransi dilihat sebagai paradoks penolakan kelompok lain dan kesediaan untuk menerima keberadaan kelompok yang berbeda. Ini melibatkan perasaan, kondisional, dan membutuhkan kompromi. Demikianlah penelitian sosial tentang peningkatannya pada dua hal, terkait dengan hak dan konsep politik paling baik dipahami sebagai dimensi sikap yang tidak toleran.

Penelitian ini dilakukan di Indonesia untuk mengetahui situasi saat ini dari wacana multikultural yang mendorong toleransi dan harmoni di antara siswa yang belajar sekolah informal, kejuruan, dan berbasis agama. Sistem pembelajaran multikultural yang diterapkan di Indonesia, terutama di sekolah menengah di Jawa Timur, tampaknya tidak memadai dalam meningkatkan pemahaman siswa tentang multikulturalisme. Studi pendahuluan ini menunjukkan bahwa pengetahuan dan pemahaman siswa tentang multikulturalisme rendah relatif terhadap tingkat toleransi perbedaan dan perbedaan mereka. Pengetahuan dan pemahaman siswa yang relatif rendah tentang multikulturalisme dalam hubungannya dengan sistem pembelajaran yang diterapkan di sekolah menunjukkan bahwa sistem pembelajaran multikultural diterapkan secara signifikan untuk memberikan siswa pemahaman yang komprehensif. Selain itu, perumusan kurikulum adalah untuk meningkatkan mata pelajaran khusus yang dapat meningkatkan keragaman siswa dan guru, seperti sosiologi, kewarganegaraan pendidikan, studi agama, dan ideologi nasional (Pancasila) untuk mempromosikan harmoni dan perdamaian. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan memperhatikan prinsip pengajaran multikultural, isi pembelajaran, nilai-nilai yang diajarkan, perubahan yang diharapkan dalam perilaku siswa, dan strategi pembelajaran.

Penulis: Tuti Budirahayu & Muhammad Saud
Department of Sociology, Faculty of Social and Political Science, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia

Link terkait tulisan di atas: https://doi.org/10.1007/s40299-020-00521-1 The Asia-Pacific Education Researcher 

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).