Prof. Lazuardi Sebut Ada Tiga Risiko yang dapat Menimpa Dokter Hewan di Tengah Pandemi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Pandemi virus corona tidak hanya mengancam kesehatan manusia, tetapi juga hewan. Sebab, terdapat indikasi bahwa hewan berpotensi untuk menjadi pembawa virus. Selain itu, ada pula yang menyatakan jika hewan dapat terinfeksi corona. Hal ini kemudian menimbulkan kekhawatiran hingga sentimen miring terhadap hewan tertentu.

Munculnya kekhawatiran hingga sentimen miring tersebut dipicu oleh informasi yang menyatakan bahwa virus corona berasal dari kelelawar. Ditambah lagi, terdapat sejumlah laporan yang menyebutkan kasus infeksi corona pada beberapa hewan seperti anjing dan kucing di China, kucing di Belgia, serta harimau di Kebun Binatang Bronx, Amerika Serikat.

Sementara itu, hingga kini di Indonesia belum ada laporan terkait hewan kesayangan atau ternak yang sakit akibat corona. Pernyataan itu disampaikan perwakilan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), drh. Fajar Sumping Tjatur Rasa, Ph.D., saat mengisi webinar bersama Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga, pada Sabtu (16/5) lalu.

Dalam webinar bertajuk Dampak Covid-19: Pelayanan Medik dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, hadir pula sejumlah pembicara lain seperti drh. H. M. Munawaroh, MM., (Ketua Pengurus Besar PDHI); Prof. Dr. drh. Fedik Abdul Rantam, Prof. Dr. Mochamad Lazuardi, M.Si., dan Dr. drh. NLP Indi Dharmayanti, M.Si. (Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner).

“Sampai sekarang, belum ada bukti yang menyatakan apabila hewan berperan signifikan dalam penyebaran virus corona atau dapat tertular oleh manusia. Hal itu sesuai dengan yang disampaikan World Health Organization (WHO), World Organization for Animal Health (OIE), dan World Small Animal Veterinary Association (WSAVA),” tegas drh. Fajar.

Meski begitu, drh. Fajar mengatakan, jika pandemi virus corona ikut memberikan dampak pada sektor hewan, terutama saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan.

“Kebijakan PSBB ini berdampak banyak, antara lain, menurunnya permintaan juga harga, baik pada hewan ternak maupun hewan peliharaan. Bahkan, omzet peternak atau unit peternakan turun hingga mencapai 50 persen. Selain itu, jalur perdagangan hewan pun terganggu karena aktivitas importasi dan eksportasi diberhentikan sementara,” bebernya.

Dia pun membenarkan terkait munculnya kekhawatiran dan sentimen miring terhadap hewan tertentu dari masyarakat, sehingga banyak hewan yang terancam karena tidak dipelihara dengan baik. Oleh karena itu, perlu adanya pendekatan multisektoral dalam mitigasi risiko penularan maupun strategi komunikasi yang sesuai dengan kondisi saat ini.

Kondisi Pelayanan Medik Kesehatan Hewan Selama Pandemi Virus Corona

Salah satu upaya untuk mencegah risiko penyebaran virus corona pada hewan adalah dengan memperhatikan kondisi pelayanan medik kesehatan hewan. Menurut survei yang dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), diketahui bahwa terdapat perubahan selama pandemi, terutama dari prosedur pelayanan medik kesehatan hewan.

Selama masa pandemi, beberapa dokter hewan mulai menerapkan pelayanan medik, baik melalui konsultasi jarak jauh (telemedicine) maupun daring. Sebab, mereka juga berisiko untuk terjangkit virus dari pemilik hewan atau orang lain yang merupakan pasien corona.

Menurut Prof. Dr. Mochamad Lazuardi, drh., M.Si., ada tiga risiko yang dapat menimpa dokter hewan. Yakni, risiko tinggi (dokter hewan berinteraksi dengan pemilik hewan yang positif corona atau datang dari zona merah); risiko sedang (dokter hewan melakukan kunjungan ke rumah); dan risiko rendah (dokter hewan tidak berinteraksi dengan pasien).

“Ada juga risiko yang tidak teridentifikasi, dimana dokter hewan berinteraksi dengan pemilik hewan tanpa gejala corona (OTG). Prosedur yang tidak berisiko tentu pelayanan medik lewat virtual. Namun, setiap pelayanan memiliki protokol masing-masing,” ujarnya.

Dosen dari Departemen Kedokteran Dasar Veteriner (KDV) FKH UNAIR ini menguraikan, setidaknya ada tiga pelayanan medik kesehatan hewan yang dapat dilakukan selama masa pandemi, yaitu, In Door – Rawat Jalan, In Door – Rawat Inap, serta Out Door – House Call.

Namun, dari ketiga jenis pelayanan medik tersebut, ada beberapa protokol umum yang perlu dilakukan oleh dokter hewan. Di antaranya adalah, penggunaan personal protective equipment (PPE) oleh dokter hewan; penerapan physical distancing antara dokter dengan pemilik hewan dan hewan; pemeriksaan; meminimalisir interaksi melalui penggunaan perangkat komunikasi; hingga transaksi keuangan yang memanfaatkan aplikasi atau ATM.

“Setelah praktek, dokter hewan wajib melakukan strelisasi diri, alat-alat, dan ruang praktek,” tandas dosen Departemen Kesehatan Dasar Veteriner (KDV) FKH UNAIR ini. (*)

Webinar dapat diakses di laman berikut: https://www.youtube.com/watch?v=1cGLUoV-nWo&list=LL8uSav0k3OTK07B98gwBcGA&index=5&t=0s

Penulis: Nabila Amelia

Editor: Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).