Kata Pakar UNAIR Tentang Penundaan Imunisasi Anak di Tengah Pandemi Covid-19

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Laura Navika Yamani dosen epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (FKM UNAIR). (Dok. Pribadi)

UNAIR NEWS – Dampak pandemi Virus Coria atau Covid-19 berpengaruh dalam segala bidang aspek kehidupan. Salah satunya adalah pelayanan imunisasi anak yang tidak semua fasilitas kesehatan tetap melakukan pelayanan.

Menanggapi hal tersebut Laura Navika Yamani, S.Si., M.Si. Ph.D., dosen epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (FKM UNAIR) memberikan pejelasan. Menurutnya, jika pelaksanaan vaksin ditunda bahkan ditiadakan, akan berdampak bagi kesehatan anak. Kesehatan anak akan rentan terhadap penyakit menular yang endemis di suatu wilayah, misalkan Hepatitis B, difteri, dan campak. Sehingga kasus penyakit menular pada anak akan mengalami peningkatan pada masa pandemi ini.

“Balita sangat rentan terinfeksi dengan penyakit menular karena sistem imunnya yang belum terbentuk dan mengandalkan imunitas yang didapatkan dari ibu selama dikandungan, yang kemungkinan hanya bertahan 6 sampai 12 bulan,” ucap Laura.

“Sehingga sebetulnya balita tetap memerlukan perlindungan dari imunisasi. Anak yang sering terkena infeksi, nafsu makan berkurang dan sampai menyebabkan gizi kurang, pada akhirnya mengalami gangguan tumbuh kembang yang akan mempengaruhi tingkat kesehatan, kecerdasan dan produktivitas di masa depan,” tambahnya.

Anak yang rentan, lanjut Laura, berusia dari 0 hari sampai 5 tahun. Tetapi, masa 6 sampai 12 bulan, bayi masih bisa menggunakan antibodi yang diperoleh dari ibu saat di kandungan dan juga didukung oleh ASI sebagai imunisasi pasif. Jika ASI ekslusif diberikan sampai 2 tahun juga merupakan salah satu bentuk perlindungan balita agar tidak rentan terhadap penyakit menular.

“Tetapi antibodi yang diperoleh anak tersebut dari ibu apakah antibodi yang lengkap dari berbagai penyakit menular yang bisa menyerang anak? Sehingga dengan imunisasi aktif atau vaksinasi bisa menyakinkan bahwa si bayi akan bisa memiliki kekebalan terhadap suatu penyakit menular sesuai dengan jenis vaksinnya,” tuturnya.

Menurut Laura, pelayanan imunisasi di masa pandemi sebaiknya tetap dilakukan dengan melakukan protokol kesehatan yang ketat, baik petugas kesehatan maupun masyarakat yang datang untuk mendapatkan layanan imunisasi. Dan juga masyarakat atau orang tua balita berkomunikasi dengan tempat pelayanan kesehatan terdekat apakah ada peluang untuk mendapatkan layanan imunisasi.

Tak hanya itu, orang tua juga mesti mempertimbangkan tentang cara terbaik mendapatkan layanan imunisasi. Misalnya, memilih mendapatkan imunisasi di rumah atau tetap di fasilitas kesehatan. Sehingga balita dipastikan mendapatkan layanan kesehatan sesuai dengan jadwal. Hal itu untuk mengurangi risiko kerentanan terhadap suatu penyakit menular.

“Harus proaktif, saling berkomunikasi antara petugas kesehatan, unit imunisasi, dan masyarakat atau orang tua balita. Karena imunisasi sudah terjadwal, jadi jika bukan petugas kesehatan yang mengingatkan maka orang tua balita harus mencari informasi layanan imunisasi tersebut,” pungkasnya. (*)

Penulis : Asthesia Dhea Cantika

Editor : Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).