Tantowi Yahya & Pakar HI Sebut Pasifik Kunci Penyelesaian Isu Separatis Papua

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Isu separatisme Papua sejak lama telah menjadi fokus politik di Indonesia. Isu tersebut nyatanya tidak hanya sebatas isu domestik, akan tetapi juga isu kawasan yang berkaitan erat dengan Pasifik. Maka dari itu, Duta Besar RI Keliling Pasifik Tantowi Yahya serta Dra. Baiq Wardhani, M.A. Ph.D sepakat memandang bahwa buruknya citra Indonesia di mata Pasifik serta besarnya hubungan sejarah maupun kultural kedua wilayah menjadi hal yang mendorong banyak negara Pasifik mendukung Papua untuk lepas dari Indonesia.


“Di Indonesia Timur ada 5 provinsi kita yang secara geografis berada di Pasifik. Sementara, dari sisi demografis mereka bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat Melanesia yang mendiami Pasifik. Kesamaan tersebut menimbulkan kedekatan rasa antara Papua dan Pasifik.” kata Tantowi pada Diskusi Rebonding with Our Pacific Neighbors yang digagas oleh KBRI Wellington bersama UNAIR dan Universitas Pertahanan.


Selama ini, negara-negara Pasifik selalu menjadi aliansi terdekat dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk memperoleh dukungan. Sementara itu, buruknya citra Indonesia di mata Pasifik menurut Dr. Baiq Wardhani selaku dosen HI UNAIR didasari oleh dua hal.


“Indonesia punya pengalaman buruk dengan Timor Timur, lalu konflik dan masalah kesenjangan di Papua. Selain itu Indonesia dianggap negara yang agresif. Diversitas Indonesia tinggi sekali, namun mendeklarasikan diri sebagai nation-state. Mereka tak memahami dan mempercayai nation-state dapat dibangun pada negara yang begitu pluralis seperti Indonesia,” ungkapnya.

Di sisi lain, Tantowi menimpali bahwa dukungan Pasifik terhadap Papua merdeka adalah hak mereka. Meski, hal tersebut salah di mata hukum internasional karena berusaha mencampuri urusan negara lain.

“Kita punya on going issue dengan Vanuatu. Negara tersebut menjadi salah satu negara yang paling konsisten mendukung kemerdekaan Papua baik di level regional maupun internasional. Kepulauan Solomon dan Tuvalu juga dahulu pernah mendukung akan tetapi kini tensi mereka telah mereda,” tuturnya.


Kini ada satu celah saat Vanuatu telah mengalami pergantian kekuasaan. Pemimpin tertinggi Vanuatu sekarang tidak terlalu vokal dalam mendukung Papua mereka. Sehingga hal tersebut harus dimanfaatkan Indonesia untuk membangun pemahaman dan itikad baik mengenai isu Papua di Pasifik.


Tantowi juga menegaskan bahwa penyelesaian isu Papua Merdeka erat kaitannya dengan aksi parlemen di kawasan Pasifik yang sering mengangkat dan mendukung isu tersebut. Maka dari itu, akan lebih efektif dan solutif apabila parlemen Indonesia pula yang mengeluarkan statement terhadap hal tersebut.

“Saya mengajak perwakilan rakyat kita untuk lebih banyak melakukan kunjungan ke Pasifik daripada wilayah Eropa, Asia. Kunjungan ke Pasifik punya arti sangat penting untuk mengatasi masalah Papua,” ujarnya.


Dra. Baiq menekankan bahwa pemerintah kini juga harus membangun Papua serta mampu mempublikasikan Papua secara tepat. Dra. Baiq begitu mengapreasiasi langkah pemerintahan Joko Widodo yang memprioritaskan pembangunan di daerah ‘pinggir’ Indonesia. Tantowi, di lain sisi, juga mengimbau agar pemerintah meningkatkan konektivitas pariwisata.

Promosi Ambon sebagai kota musik maupun Papua sebagai pusat wisata bahari akan selalu menjadi daya tarik bagi masyarakat Pasifik. Sehingga nantinya kedekatan dan kesepahaman akan terbentuk di antara dua kawasan.


“Jangan sampai kita tidur sekamar tapi mimpi berbeda. Artinya, semua masyarakat, stakeholder harus sepemikiran, sekata, dan selangkah untuk masalah Papua. Komitmen dan perhatian Indonesia kini begitu besar untuk Papua,” pungkasnya.


Penulis: Intang Arifia
Editor: Feri Fenoria

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).