Sosiodemografi Persalinan Early Preterm dan Late Preterm. Apakah Perbedaan Keduanya?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi persalinan bayi. (Sumber: Halodoc)

Preterm birth atau persalinan kurang bulan sampai saat ini masih merupakan masalah di dunia termasuk di Indonesia, dalam hal ini terkait masalah prevalensi, morbiditas dan mortalitas perinatal, selain itu preterm birth juga merupakan penyebab utama kematian bayi dan penyebab kedua kematian setelah pneumonia pada anak di bawah usia lima tahun, bahkan saat ini sudah lebih dari satu juta bayi meninggal karena preterm birt setiap tahunnya di dunia atau dengan kata lain 1 bayi meninggal setiap 30 detik, suatu angka yang sangat fantastik!.

Perlu diketahui, apa sajakah faktor risikonya sehingga bisa terjadi?

Persalinan preterm menurut WHO adalah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 28 minggu sampai kurang dari 37 minggu (259 hari), dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT) pada siklus 28 hari, dengan pembagian klasifikasi yaitu very early preterm birth antara usia kehamilan 20-23 minggu, early preterm birth antara 24-33 minggu, dan late preterm birth antara 34-36 minggu. Dalam riset ini kami melihat begitu banyak faktor risiko yang bisa ditimbulkan berdasarkan karakterisitik sosiodemografi ibu, sehingga kami mencari apakah ada perbedaan signifikan antara ibu yang mengalami persalinan early preterm (22-33 minggu) dan late preterm (34-36 minggu).

Riset ini dilakukan pada ibu primipara dan multipara pasca persalinan prematur yang tercatat dalam rekam medik di 8 rumah sakit di Jawa Timur yang berjumlah 134 ibu (45 ibu dengan persalinan early preterm dan 89 ibu dengan persalinan late preterm), yaitu di RSI Jemur sari 18,7%, RS Soewandhi 10,4%, RS Airlangga 18,7%, RSUD Ibnu Sina Gresik 9,0%, RSUD Sidoarjo 17,9%, RSUD Jombang 9,0%, RSUD Sogaten Madiun 7,5%, dan RSUD Ngawi 9,0%.

Hasil analisis karakteristik sosiodemografi ibu antara persalinan early preterm dan late preterm, tampak dari 30 karakteristik sosiodemografi ibu, hanya terdapat 3 karakteristik yang signifikan yaitu ibu yang memiliki pendidikan rendah 50,7%, ibu yang memiliki kebiasaan merokok selama hamil 8,2%, dan ibu yang melakukan ANC <4 kali sebesar 20,%.

Ibu yang memiliki pendidikan rendah cenderung untuk mengalami gejala depresi karena kurangnya pengetahuan tentang penanganan faktor risiko persalinan preterm (OR 2,0), bahkan dalam riset sebelumnya pendidikan ibu dikaitkan pula dengan tingkat pendidikan suami yang rendah (p 0,023). Sedangkan ibu yang memiliki kebiasaan merokok dalam riset ini (OR 0,6) rendah, namun risikonya bisa bertambah jika ibu yang mengkonsumsi rokok.

≥10 batang perhari dapat berubah menjadi OR 2,44. Adapun jumlah kunjungan ANC yang dilakukan oleh ibu selama hamil juga risikonya rendah (OR.0.37). Kemenkes mengatakan minimal 4 kali kunjungan selama kehamilan yaitu trimester I satu kali kunjungan (sebelum usia kehamilan 14 minggu), trimester II satu kali kunjungan (sebelum usia kehamilan 14-28 minggu), trimester III dua kali kunjungan (usia kehamilan antara 28-36 minggu dan sesudah usia kehamilan >36 minggu).

Hasil riset ini menunjukkan bahwa ada perbedaan karakteristik sosiodemografi persalinan early preterm dan late preterm pada ibu primipara dan multipara yaitu pendidikan, merokok, dan jumlah kunjungan ANC selama hamil, hal ini dapat dijadikan riset dasar untuk penelitian berikutnya dalam upaya pencegahan gangguan persalinan prematur berdasarkan sosiodemografi pada ibu primipara dan multipara.

Penulis: Budi Santoso, Sriyana Herman

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S1130862119305418

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).