Disparitas Perkotaan-Pedesaan pada Persalinan Berbasis Fasilitas di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Persalinan di desa terpencil. (Sumber: Kajanglako)

Pemeriksaan kesehatan antar wilayah masih menjadi masalah di berbagai negara. Bahkan di negara maju seperti Amerika Serikat, kondisi ini juga masih terjadi. Sebuah studi menemukan bahwa ada perbedaan dalam kesehatan, akses ke dan kualitas perawatan kesehatan antara daerah pedesaan dan perkotaan di Amerika Serikat. Beberapa penelitian di Afrika dan Eropa juga mengungkapkan hal yang sama. Dengan demikian dapat disangkal bahwa disparitas pelayanan kesehatan antara perkotaan dengan pedesaan masih menjadi masalah dunia.

Pemilihan tempat bersalin menjadi hal yang sangat penting untuk dikaji, karena pada daerah yang memiliki keterbatasan akses terhadap pelayanan persalinan di fasilitas kesehatan, cenderung diikuti tingginya kasus kematian ibu bersalin. Berdasarkan latar belakang, maka artikel ini disusun untuk menganalisis urban-rural disparities of facility-based childbirth in indonesia. Hasil analisis studi ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan untuk memastikan pelayanan persalinan yang lebih merata antara wilayah urban dan rural.

Analisis dalam penelitian ini menggunakan data mentah dari SDKI 2017. Dengan stratifikasi dan multistage random sampling, 17.769 wanita berusia 15-49 tahun dengan kelahiran hidup dalam 5 tahun terakhir dijadikan sampel.

Berdasarkan analisis didapatkan hasil penelitian bahwa wanita di daerah perkotaan memiliki kemungkinan 2,417 kali lebih memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk melahirkan daripada di daerah pedesaan. Secara umum pembangunan di wilayah perdesaan di Indonesia cenderung lebih lambat dibanding perkotaan, termasuk di bidang kesehatan. Pihak swasta lebih memilih berpatisipasi dalam pembangunan di wilayah perkotaan. Hal ini karena densitas penduduk yang lebih padat, sehingga lebih menguntungkan secara ekonomi. Menyikapi kondisi ini, dibutuhkan evaluasi yang terus-menerus untuk memastikan upaya meminimalisir disparitas diantara kedua wilayah, dan memastikan akses yang lebih baik di wilayah rural.

Selain itu hasil penelitian juga menemukan bahwa wanita dengan pendidikan tinggi kemungkinan 1,709 kali lebih memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk melahirkan daripada mereka yang tidak. Wanita terkaya mungkin 6,556 kali lebih memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk melahirkan daripada wanita termiskin. Wanita yang memiliki asuransi kesehatan mungkin 1,437 kali lebih memanfaatkan layanan kesehatan untuk melahirkan daripada wanita yang tidak memiliki.

Wanita yang tahu tentang tanda-tanda bahaya kehamilan lebih dari 1,514 kali lebih mungkin memanfaatkan layanan kesehatan untuk persalinan daripada mereka yang tidak tahu. Wanita yang melakukan ANC ≥ 4 kali memiliki kemungkinan 1,729 kali menggunakan fasilitas kesehatan dibandingkan dengan mereka yang melakukan ANC kurang dari 4.

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara wanita di daerah perkotaan dan pedesaan dalam pemanfaatan fasilitas kesehatan untuk persalinan. Wanita yang tinggal di daerah membutuhkan fasilitas untuk layanan kesehatan untuk persalinan. Pemerintah harus fokus untuk menitikberatkan target pada wanita dengan tingkat pendidikan rendah dan miskin. Perlu intervensi dengan mensosialisasikan tanda-tanda bahaya kehamilan di wilayah perdesaan. Selain itu perlu dilakukan peningkatan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional di wilayah perdesaan.

Penulis: Ratna Dwi Wulandari

Artikel lengkap dapat ditemukan pada tautan berikut:

https://www.atlantis-press.com/proceedings/ishr-19/125935017

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).