Pakar UNAIR : Perlu Regulasi Emosi Saat Puasa di Tengah Pandemi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Tri Kurniati Ambarini, M.Psi., Psikolog., dosen Fakultas Psikologi Departemen Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental. (Dok. Pribadi)

UNAIR NEWS – Bulan Ramadan tahun 2020 kali ini memang berbeda. Pasalnya, seluruh umat Muslim harus melaksanakan ibadah puasa di tengah pandemi Covid-19.

Beberapa perubahan signifikan yang terjadi selama pandemi, menjadi tantangan tersendiri untuk orang yang sedang berpuasa. Pengelolaan atau regulasi emosi menjadi salah satu yang perlu dilakukan agar ibadah puasa dapat berjalan dengan lancar seperti pada situasi “normal”.

Pakar psikologi UNAIR Tri Kurniati Ambarini, M.Psi., Psikolog menjelaskan jika regulasi emosi merupakan kemampuan untuk mengontrol kondisi dan reaksi emosi. Regulasi emosi melibatkan perilaku, seperti memikirkan ulang situasi yang dihadapi agar dapat mngendalikan rasa marah atau cemas. Termasuk pula kemampuan untuk menyembunyikan atau mengelola reaksi emosi seperti rasa sedih dan takut, atau bagaimana memfokuskan diri pada hal-hal yang membuat bahagia atau tenang.

“Hilangnya kebiasaan atau aktivitas beribadah yang dilakukan di luar rumah, seperti tawarih atau salat berjemaah di masjid, tadarus bersama di masjid akan menimbulkan tantangan lebih bagi orang yang sedang menjalankan ibadah puasa,” ungkap Tri Kurniati, Senin (11/5/20).

Ketidakmampuan mengelola emosi merupakan aspek penting dalam terbentuknya beberapa gangguan mental. Jika ketidakmampuan mengelola emosi ini berlanjut, maka akan menimbulkan dampak negatif pada kesejahteraan psikologis dan relasi dengan orang lain.

“Ketika kita tidak mampu mengelola emosi dalam situasi saat ini, maka mungkin saja seseorang akan merasakan permasalahan fisik atau psikologis,” ujarnya.

Permasalahan fisik muncul dalam bentuk gejala seperti badan lelah yang berlebih, haus dan lapar yang berlebihan, rasa kantuk yang tak tertahankan, atau tidur yang berlebihan. Selain itu, beberapa gejala masalah psikologis seperti cemas karena ibadah yang dilakukan tidak seperti standar biasanya, merasa bingung, mudah marah atau sedih, dan lainnya. Akhirnya aktivitas atau tanggungjawab yang harus diselesaikan dapat terlewatkan.

Dalam jangka panjang, seseorang yang tidak dapat mengelola emosi dapat mengalami persoalan kesehatan mental pada tataran yang lebih serius. Permasalahan kesehatan mental yang umum terjadi adalah stres, depresi atau gangguan cemas, serta beberapa dalam bentuk lebih memburuknya permasalahan kesehatan mental yang telah dimiliki sebelumnya.

Masalah akan semakin genting ketika orang yang kurang luwes menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi. Misalkan menyesuaikan antara norma atau aturan yang ia percayai dalam beribadah dengan keterbatasan yang dihadapi.

Tidak bisa berjamaah di masjid setiap hari akan menjadi masalah bagi orang tersebut. Ia mungkin saja menjadi lebih mudah terpancing secara emosional dan melampiaskannya kepada orang-orang yang berada di rumah, sehingga relasi sosial dengan keluarga pun akan terdampak.

Emosi yang diekspresikanpun bisa jadi tidak tepat, seperti rasa marah, cemas atau takut lebih dominan dan akhirnya merusak relasi sosial, dan menghilangkan beberapa kesempatan baik yang mungkin diperoleh orang tersebut. Sebaliknya, memendam emosi juga akan menurukan kesejahteraan mental dan menurunkan kepuasan relasi dengan orang lain. (*)

Penulis : Ulfah Mu’amarotul Hikmah

Editor : Binti Q Masruroh

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).