Ramai Polemik Pulau Tabuhan, Mahasiswa UNAIR Banyuwangi Turut Cari Solusi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
: Diskusi polemik pulau Tabuhan yang dilaksanakan pada Jum’at (14/2) di ruang kuliah A102 kampus Giri – UNAIR Banyuwangi (Foto: Ayuc Shinta)

UNAIR NEWS – Sejak awal tahun 2020, pulau Tabuhan telah ramai diperbincangkan oleh masyarakat Banyuwangi. Bukan karena keindahannya, tapi karena pro kontra kebijakan pemerintah daerah Banyuwangi yang akan menyewakan pulau tersebut kepada investor dari luar negeri (asing). Sebab, tak sedikit masyarakat Banyuwangi yang kurang sepakat dengan program pembangunan untuk pulau yang terletak di selat Bali tersebut.

Menanggapi hal tersebut, Keluarga Mahasiswa UNAIR Banyuwangi mengambil langkah dengan mengadakan diskusi terbuka untuk mencari solusi atas polemik tersebut pada Jum’at (14/2) lalu. Diskusi yang bertajuk: Simpang Siur Masa Depan Pulau Tabuhan tersebut, turut menghadirkan Suciyono, S.St.Pi., MP., selaku dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan UNAIR Banyuwangi dan Amir Ma’ruf, selaku Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) kecamatan Wongsorejo-Banyuwangi.

Menurut Amir Ma’ruf, yang juga mantan nelayan yang pernah melaut di sekitaran pulau Tabuhan tersebut, bahwa yang menjadi masalah atas rencana pemerintah untuk menyewakan pulau Tabuhan yaitu, tidak adanya kejelasan isi MoU antara pemerintah dengan investor, serta tidak melibatkannya masyarakat Wongsorejo dalam perumusan MoU tersebut.

“Intinya yaitu ketidakjelasan isi MoU yang ada, karena hingga kini belum jelas, apakah masyarakat Wongsorejo masih diperbolehkan beraktivitas di sekitaran pulau tersebut ?, dan apakah masyarakat dilibatkan dalam kegiatan disana ?, hal-hal ini belum jelas, sehingga kami sementara masih menolak,” jelas Amir.

Amir menambahkan, dengan kebijakan pemerintah atas kegiatan investasi pulau Tabuhan, artinya pemerintah telah melupakan konsep wisata di wilayah Wongsorejo, yang sebelumnya pemerintah telah menetapkan konsep “Ekonomi Kerakyatan” untuk kawasan tersebut.

“Dulu pemerintah menetapkan konsep ekonomi kerakyatan, sehingga sampai sekarang di wilayah Wongsorejo tidak ada hotel sama sekali, karena mengutamakan penginapan warga, tapi kenapa sekarang justru mengundang investor asing ?,” imbuhnya.

Menengahi diskusi yang tengah berlangsung, Suciyono selaku dosen FPK menyatakan, bahwa hingga saat ini belum ada penyataan resmi dari pemerintah terkait MoU yang ada. Belum bisa dipastikan apakah investasi tersebut akan merusak pulau Tabuhan, apakah investasi tersebut tidak melibatkan masyarakat setempat, hingga jangka waktu investasi pun belum jelas berapa lama tahunnya.

“Hingga saat ini semua masih serba kemungkinan, sehingga belum bisa ditarik kesimpulan siapa yang salah dan benar. Oleh karena itu, sementara kita masih harus menunggu dan mahasiswa bisa terus mengawal isu yang ada,” ujar Suciyono.

Namun, dalam diskusi terbuka yang membahas isu investasi pulau Tabuhan tersebut, tetap menghasilkan sebuah solusi. Bahwa program yang baik yaitu program yang tidak merusak ekologi, melibatkan masyarakat setempat, tidak merugikan masyarakat setempat, tidak bertolak belakang dengan budaya yang ada, serta membawa manfaat yang lebih besar terhadap masyarakat dan lingkungan.

“Itu adalah kesepakatan bersama antara mahasiswa bersama perwakilan masyarakat, sehingga jika terdapat program pemerintah yang tidak sesuai dengan kesepakatan tersebut, mahasiswa bersama masyarakat berhak menolak, kemudian tetap memberikan solusi dengan cara yang terbaik,” pungkas Suciyono mengakhiri forum diskusi. (*)

Penulis: Bastian Ragas

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).