Senyawa Kompleks Berbasis Tembaga untuk Melawan Sel Kanker Payudara dan Kanker Servik

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh bizkompas com

Senyawa kompleks terdiri dari ion logam pusat dengan satu atau lebih ligan. Senyawa kompleks terus dikembangkan untuk pengobatan. Senyawa kompleks cis-platin digunakan sebagai obat antikanker pertama dan berkembang pesat pada tahun 1960-an. Namun, kompleks berbasis platinum menimbulkan efek samping pada dosis tertentu dan menyebabkan resistensi obat selama proses terapi. Hal tersebut memicu pengembangan dan penemuan senyawa kompleks baru berbasis non-platinum. Salah satu logam transisi yang digunakan dalam pembuatan senyawa kompleks antikanker adalah Cu(II). Logam Cu(II) merupakan elemen esensial dan berperan penting dalam tubuh manusia sebagai konstituen enzim redoks dan hemosianin. Karena itu, logam Cu diharapkan memiliki kemampuan aktivitas antikanker yang baik. Penelitian sebelumnya telah membuktikan efektivitas senyawa kompleks berbasis imidazol dan turunannya dalam melawan dan menunjukkan efek sitotoksik terhadap sel kanker. Atom nitrogen, sebagai donor pasangan elektron, dapat membentuk senyawa kompleks dengan logam. Efektivitas senyawa tersebut dalam melawan kanker terkait interaksinya dengan DNA. Atom nitrogen lain yang terkandung dalam senyawa kompleks dapat berinteraksi secara non-kovalen. Muatan positif logam dapat terlibat dalam interaksi elektrostatik dengan muatan negatif dari gugus gula-fosfat pada DNA. Untuk itu, senyawa kompleks dari ion logam Cu(II) yang dibuat dengan ligan 2,4,5-trifenil-1H-imidazol pada studi ini diuji aktivitas antikankernya dengan metode MTT secara in vitro terhadap sel kanker payudara (sel T74D) dan sel kanker serviks (sel HeLa).

Pada penelitian ini menghasilkan senyawa kompleks yang telah diperoleh berbentuk jarum padat dan mengandung 72,127% kompleks Cu(II)-2,4,5-trifenil-1H-imidazol. Panjang gelombang maksimum ligan 2,4,5-trifenil-1H-imidazol dan kompleks Cu(II)-2,4,5-trifenil-1H-imidazol kompleks masing-masing adalah 243 nm dan 529 nm.  Peningkatan perubahan panjang gelombang maksimum disebabkan oleh transisi elektron d-d yang menghasilkan transfer muatan dari logam ke ligan. Data ini mendukung penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa panjang gelombang maksimum logam kompleks Cu(II)-arylazoimidazol bergeser ke arah gelombang yang lebih besar dibandingkan dengan ligan 2,4,5-trifenil-1H-imidazol.

Puncak baru pada spektroskopi FTIR muncul di nomor gelombang 422,38 cm-1. Sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan puncak ikatan logam dan ligan (Cu-N) muncul pada gelombang 453 cm-1, sedangkan pada ligan H2O muncul di 534,25 cm-1 menunjukkan adanya getaran Cu-O. Analisis termogravimetri Cu(II)-2,4,5-trifenil-1H-imidazol dilakukan pada 25-600°C dengan berat sampel kompleks 6,3670 mg. Pada TGA terdapat satu tahap dekomposisi. Penurunan berat 86,8791% terjadi pada 255,33-355,83°C menunjukkan dekomposisi kompleks terdiri dari 2 molekul ligan 2,4,4-trifenil-1H-imidazol, 2 molekul H2O dan molekul 1 Cl2. Hal ini sesuai dengan teori di mana pengurangan bobot 86.8791% merupakan dekomposisi (C21H16N2)2(H2O)2Cl2). Residu 13.1209% diprediksi sebagai Cu, seperti yang disebutkan dalam suatu penelitian yang menunjukkan bahwa CuO adalah residu akhir dari kompleks [Cu(6-hydroxyphicholine)2(3-picolinate)2].

Uji sitotoksisitas dilakukan dengan metode MTT (3-(4,5-dimethyltiazole-2-yl)2,5-difeniltetrazolium bromida) menggunakan sel kanker payudara T74D dan sel kanker serviks HeLa serta berdasarkan pada kurva uji MTT kompleks Cu(II)-2,4,5-trifenil-1H-imidazol. Nilai CC50 kompleks Cu(II)-2,4,5-trifenil-1H-imidazol adalah 8,78 µg/ml untuk sel kanker payudara T74D dan 14,46 µg/ml untuk sel kanker serviks HeLa, dengan P>0,05. Senyawa yang ditambahkan ke sel Vero menunjukkan efek sitotoksik pada CC50=44,74 μg/ml. Satu persen DMSO (kontrol negatif) tidak menunjukkan efek sitotoksik terhadap sel Vero. Pada konsentrasi kompleks Cu(II)-2,4,5-trifenil-1H-imidazol yang tinggi, lebih banyak sel kanker payudara T74D dan sel kanker serviks HeLa yang mati. Dalam konsentrasi tinggi senyawa ini beracun dan dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan sel. Oksidatif yang kuat dapat menyebabkan kematian sel lebih dari satu cara: pasif, seperti nekrosis karena gangguan keseimbangan osmotik, dan apoptosis seperti kematian sel aktif karena  kaspasi. Muatan tembaga dapat menyebabkan inaktivasi sel langsung antara interaksi logam-protein. Aktivitas enzimatik kaspasi diatur oleh modifikasi oksidatif residu sistein dan dihambat oleh disulfiram sehingga membentuk hubungan langsung antara protein sulfur dan obat-obatan. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa senyawa kompleks Cu(II)-2,4,5-trifenil-1H-imidazol menunjukkan sifat yang signifikan melawan sel kanker. Penerapan senyawa kompleks lebih reaktif dalam sel kanker payudara T74D dibandingkan dengan sel kanker serviks HeLa. Mekanisme bagaimana senyawa kompleks mengeluarkan efek antikanker  masih tidak diketahui.

Penulis: Teguh Hari Sucipto, S.Si., M.Si.

Judul Artikel: Synthesis and anti-cancer activity of copper(II) compelx with 2,4,5-triphenyl-1H-imidazole ligand

Informasi detail tentang artikel ilmiah ini dapat dilihat di: 

http://www.connectjournals.com/toc2.php?abstract=3068300H_4839A.pdf&&bookmark=CJ-033216&&issue_id=Supp-02&&yaer=2019

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).