Anak Tunanetra Juga Berhak Mendapatkan Pengetahuan Menjaga Perilaku Kesehatan Rongga Mulut

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh klikdokter

Seseorang yang kehilangan kemampuan pengelihatannya atau penyandang disabilitas tunanetra adalah hal yang tidak menyenangkan dan tidak diinginkan oleh siapapun tetapi hal ini tidak menutup kesempatan mereka untuk mendapatkan pengetahuan dan belajar meningkatkan potensi mereka. Angka kejadian dari tunanetra di dunia sendiri termasuk cukup tinggi, terdapat sekitar 285 juta orang tercatat sebagai penyandang tunanetra dan sekitar 19 juta orang diantaranya dialami oleh anak – anak. 

Sebagai anak penyandang tunanetra, terdapat banyak kesulitan yang dihadapi dalam melakukan kegiatan sehari – harinya. Salah satu kegiatan sehari – hari yang memerlukan perhatian khusus adalah pemeliharaan kesehatan rongga mulut dan gigi. Anak tunanetra lebih rentan mengalami kejadian gigi berlubang jika dibandingkan dengan anak normal, karena beberapa dari mereka mengalami kesulitan dalam motorik dalam menyikat gigi sehingga dalam belum dapat membersihkan plak dan sisa makanan dengan tepat. Hal ini menjadi faktor awal terjadinya gigi berlubang. Terlebih lagi anak dengan tunanetra tidak dapat mengenali gejala awal terjadinya lubang gigi, seperti adanya perubahan warna gigi (bercak putih pada gigi hingga menjadi warna kecoklatan). Dengan adanya ketidakmampuan untuk melihat maka anak – anak tersebut juga menemui kesulitan dalam mengakses perawatan gigi. 

Apakah sebetulnya lubang gigi atau karies gigi? Karies gigi adalah kerusakan pada jaringan keras gigi dimulai dari email, dentin dan sementum. Karies gigi disebabkan oleh interaksi beberapa faktor internal dalam rongga mulut seperti bakteri (mikroorganisme), makanan yang dimakan (substrat), dan keadaan dari individu terkait sendiri (host). Makanan yang cenderung lengket dan manis dapat menyebabkan hilangnya mineral pada gigi berujung merusak gigi karena keasaman pada daerah gigi meningkat. 

Selain dari faktor – faktor yang telah disebutkan diatas terdapat faktor – faktor lain yang secara tidak langsung ikut berperan terhadap kejadian karies gigi yaitu faktor eksternal. Faktor eksternal terdiri dari perilaku terhadap kesehatan rongga mulut, lingkungan dan akses ke pelayanan kesehatan. Kerusakan gigi yang diakibatkan karies sendiri juga dapat mengganggu keseharian hidup anak, kekurangan nutrisi akibat rasa sakit saat mengunyah, dan jika dibiarkan dapat menyebabkan infeksi yang dapat menganggu kesehatan anak secara keseluruhan hingga berakibat fatal. 

Bagi kebanyakan penyandang disabilitas terutama tunanetra, peran orang tua dan pengasuh sangat dibutuhkan dalam membantu menyelesaikan permasalahan keseharian yang sederhana. Bimbingan dan motivasi yang kuat sangat dibutuhkan untuk mendukung anak ini. Pencegahan karies pada anak diperlukan banyak dukungan dari berbagai pihak, tidak hanya frekuensi menyikat gigi dua kali sehari saja, hal ini diikuti dengan cara dan gerakan sikat gigi yang benar, pemilihan sikat dan pasta gigi yang baik; jika anak sudah mencapai umur 3 tahun ke atas disarankan menggunakan pasta gigi berflouride dengan takaran pasta gigi sebesar biji polong dan gunakan sikat gigi yang menarik dan berkepala kecil, selain itu konsumsi gula yang tepat dan terkontrol, makanan sehat, pengetahuan orang tua akan kesehatan gigi mulut dan kunjungan rutin ke dokter gigi akan dapat membantu mencegah terjadinya karies. Pada anak penyandang tunanetra juga perlu dukungan untuk meningkatkan kepercayaan dirinya dalam mengurus dirinya sendiri sehingga lingkungan harus ikut berpartisipasi.

Hal ini terbukti dalam penelitian tentang kesehatan gigi mulut pada anak tunanetra yang dilakukan pada tahun 2019 oleh Fakultas Kedokteran Gigi UNAIR, sekolah berkebutuhan khusus di bawah Yayasan Pendidikan Anak Buta (YPAB) di Surabaya, anak penyandang tunanetra diberikan pelatihan dan edukasi mengenai kebersihan rongga mulut hingga mendapatkan akses pelayanan kesehatan gigi mulut oleh puskesmas dengan mudah (melalui tayangan televisi ataupun nasihat dokter gigi puskesmas). Hasil yang cukup tinggi didapatkan sebanyak 82.4% anak penyandang tunanetra menunjukkan pengetahuan yang baik terhadap kesehatan mulut dan gigi mereka dan 67.6% anak tunanetra memberikan respon sikap positif dalam praktek mempertahankan kesehatan rongga mulut. Dukungan dan pengetahuan orang tua akan kesehatan gigi dan mulut juga memegang peranan penting pada kesehatan gigi anak penyandang tunanetra hingga angka karies pada gigi anak rendah. 

Pada penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa keadaan karies gigi (indeks caries) anak penyandang tunanetra dan anak normal pada umur 6 hingga 16 tahun tidak terdapat perbedaan signifikan apabila mendapatkan edukasi, pengetahuan dan pendampingan yang cukup terhadap kesehatan gigi mulutnya. Diharapkan kesehatan gigi dan mulut anak penyandang tunanetra dapat dipertahankan dan terus ditingkatkan. Perbedaan bukan berarti sesuatu yang perlu kita hindari, perbedaanlah yang justru memperindah hidup dan membuat kita lebih bersyukur dalam melihat segala sesuatu. Anak dengan penyandang tunanetra pun juga berhak untuk mendapatkan pengetahuan dan kesempatan yang sama dengan anak normal lainnya, karena dengan keterbatasan mereka, mereka lebih peka terhadap kelebihan mereka yang dapat dikembangkan. Siapapun berhak dan bisa menjadi apapun.

Penulis: Mega Moeharyono Puteri – Fakultas Kedokteran Gigi Unair

Jurnal Ilmiah saya dengan judul Oral health behavior and its association with the Caries Index in visually impaired children yang telah publish dengan link: https://doi.org/10.1111/scd.12439

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).