Kebijakan Spin-Off Bank Syariah: Apakah Menguntungkan?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh aseantoday

Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menetapkan bahwa UUS yang dimiliki oleh Bank Umum Konvensional harus melakukan spin-off selambat-lambatnya 15 tahun setelah penerbitan undang-undang. Dengan kata lain, UUS harus terpisah dari induk Bank Umum konvensional (BU) sebelum tahun 2023 berakhir. Kewajiban ini juga berlaku untuk UUS yang sudah memiliki nilai aset 50% dari total nilai bank induknya. Jika kewajiban ini tidak diterapkan, maka pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini, dapat mencabut izin usaha SBU (PBI nomor 11/10 / PBI / 2009 pasal 43 (1)).

Namun, UUS juga dapat dipisahkan dari BU sebelum pemenuhan kedua kondisi ini. Pemisahan UUS dari bank induknya (BU) adalah langkah strategis untuk menangkap peluang pasar atau kebutuhan masyarakat akan layanan keuangan syariah. Selain itu, menurut Umam adanya pemisahan UUS dari BU, juga meningkatkan tingkat kepatuhan terhadap syariah. Mengingat jika UUS yang diubah menjadi Bank Umum Syariah (BUS) memiliki badan hukum sendiri yang terpisah dari induknya (anak perusahaan). Dengan demikian, transformasi UUS menjadi BUS harus terus dilakukan.

Beberapa UUS telah memulai langkah pemisahan dari Bank Umum konvensional, akan tetapi mereka dituntut untuk menjaga kehati-hatian. Salah satu perhatian dalam prinsip kehati-hatian adalah terwujudnya manajemen perbankan yang efisien. Peningkatan efisiensi juga menjadi visi cetak biru perbankan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, “sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien untuk menciptakan sistem keuangan yang stabil untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional”.

Berdasarkan statistik perbankan syariah pada Mei 2017, jumlah BUS mencapai 13 unit, sedangkan UUS mencapai 21 Unit. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa tingkat tarif NPF dan BOPO BUS cenderung lebih tinggi daripada UUS. Biaya operasional UUS lebih rendah daripada BUS. Ini adalah kewajaran, mengingat SBU menerima bantuan operasional dari orang tuanya.

Dengan demikian, proses pemisahan harus dilakukan dengan perhitungan yang hati-hati dan hati-hati untuk menjaga kinerja. Beberapa SBU telah berani memisahkan diri dari CCB seperti yang dijelaskan di atas. Atas dasar ini, perlu untuk melakukan penelitian yang melacak efisiensi perbankan syariah sebelum dan sesudah spin-off. Apakah pemisahan menyebabkan bank mengalami turbulensi keuangan yang berdampak pada tingkat efisiensi yang rendah? Manakah dari pengalaman pemisahan yang dapat digunakan sebagai patokan oleh SBU lain sebelum dikonversi menjadi SCB?

Studi ini menganalisis tingkat efisiensi UUS yang telah terpisah dari induknya dan kemudian membandingkan tingkat efisiensi sebelum dan sesudah pemisahan. Metode yang digunakan adalah Data Envelopment Analysis (DEA) dan Paired Sample t-Test. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan total efisiensi rata-rata semua spin-off bank syariah (dalam hal ini empat bank syariah yaitu BNI Syariah, BRI Syariah, BJB Syariah dan Bank Syariah Bukopin), ada penurunan efisiensi secara teknis di bank syariah dari sebelum dan sesudah spin-off. Hal ini terjadi karena pada periode awal spin-off, ada penyesuaian biaya pada spin-off bank syariah. Bank syariah membutuhkan ‘penyapihan’ dari orang tua mereka. Namun demikian, tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik dalam tingkat efisiensi antara sebelum dan sesudah pemisahan.

Berdasarkan penelitian ini, beberapa saran untuk diusulkan seperti 1) spin-off berarti bahwa bank syariah diberikan kebebasan politik dalam menentukan arah kebijakan pertumbuhan dari, sebelumnya, Unit Bisnis Syariah (SBU) ke Bank Umum Syariah (SCB) . 2) Meningkatkan efisiensi setelah spin-off dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan input dan pendekatan output.

Berdasarkan pendekatan input, bank spin-off Syariah harus dapat memaksimalkan penggunaan dana pihak ketiga (DPK) yang akan disalurkan dalam bentuk pembiayaan untuk meningkatkan pendapatan. Kemudian, berdasarkan pendekatan output, bank syariah harus menjalani spin-off untuk meningkatkan pendapatan mereka dan mencapai efisiensi. Strategi yang harus dilakukan oleh bank syariah yang dimaksudkan untuk melakukan spin-off di masa depan adalah dengan meningkatkan kualitas layanan dan keragaman produk, serta mensosialisasikan produk perbankan syariah kepada publik sehingga target peningkatan pendapatan dan pertumbuhan pangsa pasar dapat tercapai.

Tidak adanya perbedaan dalam tingkat efisiensi antara sebelum dan sesudah spin-off harus menjadi pendorong bagi SBU lain untuk memutuskan untuk segera spin-off. Ini, tentu saja, harus disertai dengan perencanaan dan implementasi yang cermat.

Penulis: Aam S. Rusydiana, Abrista Devi, Fatin Fadhilah Hasib, Lina Nugraha Rani

Link terkait tulisa di atas: https://media.neliti.com/media/publications/195048-EN-the-indonesian-islamic-banks-spin-off-a.pdf

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).