Penggunaan Antibiotik Berlebih Potensi Timbulkan Infeksi Clostridium Difficile

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Clostridium difficile (C. difficile) merupakan bakteri batang Gram positif, obligat anaerob yang dapat menyebabkan penyakit dengan manifestasi klinis bervariasi, mulai dari diare self-limited hingga diare berat, kolitis pseudomembran, dan kolitis fulminan berat yang mengancam jiwa. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat merupakan faktor risiko infeksi C. difficile yang paling penting. Peningkatan kejadian infeksi C. difficile di rumah sakit merupakan salah satu petunjuk kegagalan praktik pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) di rumah sakit.

Infeksi C. difficile diperkirakan penyebab diare terkait pemberian antibiotik pada 10%-35% kasus, dan penyebab paling umum diare nosokomial dengan angka kesakitan dan kematian yang bermakna. Gejala klinis infeksi C. difficile karena pemberian antibiotik dapat muncul mulai dari 1 hari setelah terpapar antibiotik hingga lebih dari 6 minggu. Sekitar 80% kasus infeksi C. difficile adalah healthcare associated infection (HAI), dan 20% kasus community- acquired.3 Infeksi C. difficile di rumah sakit digunakan sebagai parameter yang dipantau dari salah satu kejadian HAI. Deteksi infeksi C.difficile di RSUD Dr. Soetomo sangat penting dilakukan. Joint Comission International (JCI) memasukkan angka infeksi C. difficile sebagai angka infeksi yang harus dipantau secara terus menerus. RSUD Dr. Sutomo belum secara rutin melaksanakan pemeriksaan C. difficile sebagai parameter yang dipantau dalam angka HAI. Hal ini dapat disebabkan karena sulitnya melakukan kultur C.difficile. C. difficile maka dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap terjadinya kejadian luar biasa dan meningkatkan praktek PPI.

Sampel feses diambil dari 31 pasien diare dengan penggunaan antibiotika 2 x 24 jam yang dirawat di ICU dan rawat inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya dari bulan Agustus 2017-Mei 2018. Setiap sampel feses diperiksa untuk Glutamatae dehydrogenase (GDH) merupakan enzim metabolik yang dikode oleh gen gluD dan Imunoasai untuk pemeriksaan toksin A dan atau B C. difficile yang banyak tersedia secara komersil berupa immunochromatograpic (ICT). IMMUNOQUICK® Tox A / B dirancang sebagai sebuah rapid lateral flow immunoassay

untuk mendeteksi adanya antigen toksin A dan B dalam bentuk spesimen segar, beku dan feses yang telah disimpan. Munculnya dua garis merah/ merah muda dengan intensitas beragam pada alat di posisi garis uji dan garis kontrol menunjukkan hasil reaktif yang diinterpretasikan sebagai hasil positif pada IMMUNOQUICK® Tox A/ B.

Selama periode pengumpulan sampel Agustus 2017- Mei 2018 didapatkan jumlah sampel sebesar tiga puluh satu sampel. Semua sampel tersebut diperiksa untuk toksin A/B dan enzim GDH menggunakan ICT. Hasil yang didapatkan dari semua sampel tersebut adalah sebanyak 30 sampel negatif baik untuk toksin A/B dan enzim GDH yang berarti dapat disimpulkan bahwa kejadian diare pada pasien tersebut bukanlah karena infeksi Clostridium difficile melainkan karena penyebab yang lain. Diduga penyebab dari diare tersebut adalah karena virus. Hanya satu sampel yang memberikan hasil positif untuk toksin A/B dan enzim GDH. sehingga dapat disimpulkan bahwa kejadian diare pada pasien tersebut benar-benar karena infeksi Clostridium difficile.

Pemeriksaan feses pada pasien yang menderita diare setelah pemberian antibiotik minimal dua hari, dapat membantu penegakan diagnosis apakah pasien tersebut menderita infeksi akibat C.difficile. Pengendalian infeksi C. difficile sangat penting karena peningkatan kejadian infeksi

C. difficile di rumah sakit merupakan salah satu petunjuk kegagalan praktek pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) di rumah sakit.

Penulis: dr. Rima Hayyu Chrisnanda dan Dr. dr. Puspa Wardhani, Sp.PK(K) Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: https://www.balimedicaljournal.org/index.php/bmj/article/viewFile/1404/1313

Rima Hayyu Chrisnanda, Puspa Wardhani (2019). The incidence of Clostridium Difficile infection in diarrhea patients after receiving antibiotics at Dr. Soetomo Hospital Surabaya. Bali Medical Journal (Bali Med J) 2019, Volume 8, Number 2: 342-346. DOI:10.15562/bmj.v8i2.1404

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).