Tingkat Stress Pasien Tuberkulosis Paru Setelah Dilakukan Intervensi Psikoreligi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh lifestyle okezone

Umumnya pasien tuberkulosis (TB) paru mengalami stres yang termanifestasi baik secara fisik, psikologis, dan perilaku karena kondisi yang dialaminya, seperti gejala-gejala penyakit akibat TB, proses pengobatan yang lama dengan jumlah obat yang banyak, gangguan aktivitas sehari-hari, stigma di masyarakat, dan ancaman kematian. Prevalensi stress pada pasien TB paru sebesar 90%, bervariasi dari tingkat sedang sampai berat. Stres yang tidak diatasi dengan baik dapat mengakibatkan mudah marah, cemas, berpikir negatif, putus asa, dan rasa tidak berdaya, bahkan ada yang sampai menyalahkan Tuhan. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan pasien TB paru tidak teratur minum obat bahkan putus obat, sehingga nantinya akan memengaruhi kualitas hidup. 

Intervensi penanganan stress pasien Tuberkulosis salah satunya melalui pendekatan spiritual, karena spiritual membentuk koping adaptif yang dapat membantu pasien TB paru dalam menangani stres yang dialami.  Salah satu terapi psikoreligius yang akan dapat kita lakukan pada pasien tuberkulosis adalah dzikir nafas. 

TB paru merupakan salah satu penyakit kronik yang memerlukan pengobatan jangka panjang dengan menggunakan banyak obat-obatan dan menimbulkan dampak fisik seperti batuk produktif yang berkepanjangan lebih dari 3 minggu, sesak nafas, nyeri dada, mudah lelah, dan nafsu makan menurun. Perubahan fisik tersebut dapat membuat pasien kesulitan dalam melakukan pekerjaan, aktivitas sehari-hari, dan menjalankan peran serta tanggung jawabnya terhadap keluarga maupun masyarakat. Perubahan psikologis timbul biasanya karena pikiran pasien tentang kesembuhan yang relatif kecil, ancaman kematian, aturan minum obat, maupun komplikasi yang dapat terjadi. Keadaan psikologis yang semakin tidak stabil dapat memperparah kondisi pasien TB paru. TB paru juga dapat mengakibatkan masalah psikososial, dampak psikososial antara lain adalah adanya masalah psikologis berhubungan dengan penyakitnya seperti merasa bosan, kurang motivasi, sampai kepada gangguan jiwa yang cukup serius seperti depresi berat.

Masalah psikososial lainnya adalah adanya stigma di masyarakat, merasa takut akan penyakitnya yang tidak dapat disembuhkan, merasa dikucilkan, dan tidak percaya diri, serta masalah ekonomi .Hal-hal tersebut tentunya membuat pasien TB paru mengalami stres yang disebabkan tekanan baik dari dalam maupun luar. Stres yang tidak diatasi akan merangsang hipotalamus untuk mensekresi corticotropin releasing factor (CRF) yang menyebabkan kelenjar hipofisis mensekresikan adrenocorticotropin releasing hormone (ACTH) yang merangsang korteks adrenal untuk mensekresikan kortisol . Peningkatan sekresi kortisol yang berlebihan pada psien TB paru dapat menyebabkan timbulnya komplikasi, menurunnya sistem kekebalan tubuh, dan metabolisme yang berlebihan .

Salah satu alternatif terapi berbasis spiritual yang dapat digunakan untuk menurunkan stres adalah terapi psikoreligius. Salah satu terapi psikoreligius yang peneliti tawarkan adalah dzikir nafas. Dzikir nafas merupakan perpaduan antara dzkir dan nafas dalam yang dapat membuat individu ikhlas, bersyukur, dan memicu keadaan relaks, sehingga mengurangi stres bahkan dapat membantu dalam mengontrol emosi. Penelitian menggunakan kerangka berfikir teori adaptasi Roy, karena terapi spiritual melalui psikoreligius dengan metode berdzikir merupakan terapi yang dapat meningkatkan mekanisme koping positif individu. Proses koping tersebut kemudian menghasilkan output berupa respons adaptif.. Teori adaptasi Roy menjelaskan proses yang melibatkan sistem saraf dan endokrin termasuk dalam proses koping secara regulator, sedangkan proses koping yang melibatkan emosi termasuk dalam proses koping secara kognator. Beberapa penelitian sebelumnya telah membuktikan manfaat menurunkan stres dan kecemasan dari terapi psikoreligius terutama dengan metode dzikir. Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa relaksasi dzikir dapat menurunkan stres pada penderita hipertensi esensial.

Penelitian Penelitian Jauhari (2014) menjelaskan bahwa terapi psikoreligius dzikir dapat meningkatkan respon emosional positif individu sehingga memebentuk koping adaptif yang dapat menurunkan kecemasan pada pasien gagal ginjal kronik. Berdasarkan penjelasan dari penelitian dan teori di atas, terapi dzikir nafas dapat digunakan sebagai intervensi terhadap penurunan tingkat stres, sehingga stres menjadi positif (eustress) bukan negatif (distresss). Namun pengaruh dzikir nafas terhadap stress pada pasien TB paru belum pernah diteliti dan belum bisa dijelaskan secara ilmiah sampai saat ini. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui manfaat dzikir nafas terhadap tingkat stres pada pasien TB paru.

Penulis : Dr. Hanik Endang Nihayati, Skep, Ns, MKep

Link terkait tulisan di atas: http://eprints.ners.unair.ac.id/1004/

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).