Lipoprotein (A) dan Kekakuan Arteri pada Penderita Diabetes Melitus

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Diabetes Melitus tipe 2 (DM T2) meningkatkan angka kejadian penyakit dan kematian pada penyakit jantung, termasuk komplikasi aterosklerotik. Perkembangan penyakit atherosklerosis pada DM T2, terutama disebabkan oleh perubahan dalam profil lipid dan lipoprotein. Tingkat lipoprotein (A)/ Lp (a) yang tinggi diketahui menjadi faktor risiko terjadinya aterosklerosis. Namun, hubungan antara tingkat Lp (a) dan kekakuan arteri belum banyak diketahui. Lp (a) diukur dengan menggunakan uji aglutinasi Lateks dan kekakuan arteri diukur dengan Brachial ankle-Pulse wave velocity (baPWV). 

Meningkatnya jumlah penderita DM T2 di Indonesia, khususnya di Jakarta (5,7% pada tahun 1993 hingga 12,8% pada 2001), menyebabkan peningkatan angka kematian dan kecacatan dari komplikasi makrovaskuler dari gejala atherosklerosis. Ada berbagai cara untuk mengukur kekakuan arteri pada aterosklerosis, tapi tidak satupun dari itu yang menjadi standar. Kekakuan arteri dapat diukur dengan menggunakan carotid femur-Pulse Wave Velocity (cfPWV) dan Cardio-Vascular-Index (CAVI) dengan hasil yang tidak signifikan. baPWV diyakini menjadi alat ukur yang lebih reliable dan alat ukur kekakuan arteri terbaik. Beberapa penelitian terdahulu menyebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat Lp (a) dan kekakuan arteri yang diukur dengan baPWV.

Berdasar dari gambaran di atas, peneliti dari Departemen penyakit dalam, Fakultas Kedokteran, RSUD Dr. Soetomo, Universitas Airlangga berhasil mempublikasikan hasil penelitiannya di salah satu jurnal Internasional terkemuka, yaitu New Armenian. Penelitian tersebut berfokus untuk mengetahui hubungan antara Lp (a) dan kekakuan arteri yang diukur dengan kecepatan gelombang denyut nadi pergelangan kaki (baPWV) pada penderita DM T2. Riset tersebut menegaskan bahwa tidak ada hubungan antara Lp (a) dan kekakuan arteri yang diukur dengan pengukur baPWV pada penderita DM T2, karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut.

Lp (a) dan kekakuan arteri dikenal sebagai penanda terkait dengan aterosklerosis. Pengaruh Lp (a) dengan aterosklerosis melalui dua mekanisme, yaitu pertama mekanisme aterogenesis melalui proses oksidasi Lp (a) dan serapan Lp (a) oleh bakteri dalam intima tunica, ini mirip dengan low-density lipoprotein (LDL) dan Lp (a) yang juga menyebabkan pecahnya plak atherom. Kedua, mekanisme thrombosis melalui homologi parsial antara apo (a) dan plasminogen mengakibatkan persaingan reseptor plasminogen di endothelium. Lp (a) juga menyebabkan plasminogen activator inhibitor (PAI-1) meningkat sehingga menghambat plasminogen ke dalam plasmin yang mengakibatkan penurunan proses fibrinolisis.

Beberapa penelitian yang dilakukan di Jepang memperoleh rata-rata nilai yang lebih rendah daripada penelitian ini. Hal itu mungkin disebabkan penelitian ini dilakukan di berbagai negara, selain itu faktor genetik berperan dalam menentukan tingkat Lp (a). Meskipun beberapa penelitian melaporkan bahwa Lp (a) memiliki hubungan dengan aterosklerosis, namun penelitian ini belum mampu menunjukkan hubungannya. Ini mungkin disebabkan oleh jumlah sampel dengan tingkat Lp (a) tinggi 25,6% sedangkan kekakuan arteri adalah 94,87%. Selain itu, hubungan yang tidak signifikan ini diasumsikan karena variabel perancu yang tidak bisa dikontrol selama proses pemilihan sampel. Variabel ini terdiri atas faktor genetik, usia, jenis kelamin, body mass index (BMI), durasi diabetes mellitus (DM), dislipidemia, dan hipertensi.

Peningkatan kekakuan arteri pada penderita DM T2 dapat terjadi di arteri sentral dan perifer. Pemeriksaan baPWV dapat menggambarkan kekakuan arteri, pusat dan perifer. Subjek penelitian ini dikaitkan dengan faktor risiko tinggi seperti yang ditunjukkan oleh jumlah subyek dengan kontrol gula darah yang buruk, kegemukan, tekanan darah tinggi, dan dislipidemia. Meskipun faktor perancu tidak dilaporkan mempengaruhi tingkat Lp (a), tapi faktor-faktor pengganggu ini sangat mempengaruhi kekakuan arteri. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu peneliti menggunakan desain cross-sectional sehingga pemeriksaan tingkat Lp (a) dan kekakuan arteri (baPWV) hanya dilakukan sekali, populasi penderita DM T2 kebanyakan dalam kondisi kronis, ukuran sampel tidak mencukupi, umur panjang, tidak ada kelompok kontrol, dan bisa karena variabel pembaur yang tidak terkendali dengan keterbatasan populasi. (*)

Penulis: Adi, MD., Ph.D

Informasi detail dari penelitian ini dapat dilihat pada artikel kami di New Armenian Medical Journal berikut

https://ysmu.am/website/documentation/files/c1c7f2ed.pdf

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).