Ners UNAIR Teliti Efektifitas Imunisasi BCG dalam Mencegah Tuberculosis Paru

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi Artikel Ilmiah oleh Feri Fenoria

UNAIR NEWS – Tuberkulosis paru (TB Paru) merupakan penyakit infeksi kronik yang menular. Angka kejadian Tuberkulosis dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan. Hal tersebut, membuat salah satu dosen dari FKp UNAIR melakukan penelitian tentang efektifitas imunisasi Bacillus Calmette-Guerin (BCG) dalam mencegah TB paru.

Ialah Lailatun Nimah, S.Kep., Ns. M.Kep., yang dalam risetnya mengatakan bahwa strategi pengobatan TB dengan pengamatan secara langsung adalah pendekatan yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Kejadian batuk kronis dan pemeriksaan dahak positif TB, jelasnya, secara signifikan lebih tinggi laki-laki dibandingkan perempuan.

“Kepadatan populasi yang tinggi, kekurangan gizi merupakan faktor pendukung kejadian TB. Riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis aktif dan peningkatan jumlah anggota keluarga juga dikaitkan dengan TB paru dengan pemeriksaan dahak positif,” ungkapnya.

Hasil penelitian di Surabaya, jelasnya, 68 responden dengan TB paru dan pemeriksaan dahak positif TB paru menunjukkan, tidak ada perbedaan status gender dalam risiko terjadinya TB paru. Sebagian besar pasien TB dengan pemeriksaan dahak positif TB, tandasnya, justru mereka yang tidak bekerja.

“Status pekerjaan dapat menentukan status sosial ekonomi. Status ekonomi yang rendah memengaruhi tingginya tingkat kematian yang disebabkan oleh penyakit,” tuturnya.

Selanjutnya, ia juga menegaskan bahwa faktor sosial ekonomi dan perilaku juga terbukti meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Semakin rendah status ekonomi, sambungnya, semakin tinggi risiko menderita TB paru.

“Sebagian besar pasien dengan TB paru positif memiliki pendapatan rendah. Tingkat pendapatan seseorang sangat berpengaruh pada perilaku seseorang dalam menjaga kesehatan diri dan keluarga. Pendapatan akan memengaruhi daya beli dari kebutuhan nutrisi dan perumahan yang memadai,” jelasnya.

Sementara itu, lanjutnya, untuk perokok aktif memiliki risiko lebih besar terkena TB paru. Orang yang merokok, menurutnya, mengalami gangguan pembersihan sekresi mukosa, berkurangnya kemampuan sel-sel pembunuh zat asing dan penurunan respons imun. Pasalnya, nikotin dalam rokok menurunkan sistem imun sehingga perokok lebih rentan terhadap TB paru.

Pada akhir, ia juga menjelaskan bahwa sebagian besar responden dalam penelitian tidak pernah imunisasi BCG pada saat kecil. Data tersebut, lanjutnya, diperoleh dari wawancara dan melihat bekas luka BCG di lengan responden.

“Tingkat pendidikan, kebiasaan merokok, pekerjaan, pengetahuan, status gizi, kepadatan hunian, pendapatan dan jenis kelamin, menunjukkan hubungan. Usia dan penyakit penyerta tidak memiliki hubungan yang signifikan. Faktor yang paling dominan dalam kejadian TB paru dengan dahak positif TB paru di Indonesia adalah status imunisasi BCG,”  pungkasnya. 

Penulis: Nuri Hermawan

Editor: Khefti Al Mawalia

Referensi:

https://www.researchgate.net/publication/336061309_Factors_Associated_with_Pulmonary_Tuberculosis_of_Positive_Acid_Fast_Bacilli_in_Surabaya
Lailatun Nimah, Tintin Sukartini, Syarif Hidayatullah. 2019. Factors Associated with Pulmonary Tuberculosis of Positive Acid Fast Bacilli in Surabaya. Indian Journal of Public Health Research and Development 10(8):2686.

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).