Satwa Terdampak Asap Karhutla, Mafia atau Bencana ?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh idn times

Indonesia tengah dihadapkan dengan berbagai masalah politik dan masalah lingkungan. Kondisi politik yang tidak stabil ditambah dengan berbagai peristiwa dan bencana alam yang tak kunjung mereda menjadi persoalan yang semakin kompleks di negeri ini. Sebut saja peristiwa kebakaran hutan dan lahan. Peristiwa kebakaran hutan dan lahan yang melanda Indonesia khususnya di Pulau Kalimantan dan Sumatera menjadi sorotan dari berbagai media dan kalangan. Ribuan hektar hutan dan lahan hangus dan hilang dalam kurun waktu sekejap. Tak heran jika peristiwa ini terus berlanjut dari tahun ke tahun, khususnya pada musim kemarau.

Penyebab secara pasti memang belum dapat dipastikan. Sebagian besar orang berdalih bahwa peristiwa ini hanya sebatas akibat musim kemarau dan diperparah dengan El Nino. Namun dilain hal, jika kita harus menelusuri lebih lanjut, musim kemarau sering kali dijadikan oleh sebagian mafia untuk memanfaatkan musim tersebut sebagai waktu untuk membuka lahan baru. Contohnya yaitu membuka hutan sebagai lahan perkebunan dan infrastruktur perkotaan. Membakar hutan dan lahan bagi sebagian orang merupakan cara yang efektif dan efisien tanpa memikirkan dampak yang akan timbul dari kegiatan tersebut.

Tidak sedikit kerugian yang dirasakan oleh berbagai kalangan. Masyarakat didaerah terdampak menjadi objek yang  harus menelan pil pahit atas kenyataan yang terjadi. Kerugian materil sudah pasti menjadi hal yang utama. Namun yang tak kalah pentingnya adalah kualitas indeks udara atau Air Quality Index (AQI) di sebagian Provinsi di Kalimantan dan Sumatera menurut pantauan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah mencapai level berbahaya akibat peristiwa tersebut.

Dampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tidak hanya mempengaruhi kesehatan, namun juga kehidupan sekitar, kegiatan sehari-hari, hingga kerugian ekonomi dan lingkungan. Kesiapsiagaan dan pengetahuan mengenai mitigasi karhutla yang baik dapat menurunkan risiko asap karhutla. Dilain hal, pemerintah sudah berupaya untuk meminimalisir kasus kebakaran hutan dan lahan tersebut. Akan tetapi sejauh ini, pemerintah masih cenderung memprioritaskan manusianya dan infrastruktur terdampak. Ironinya, upaya terhadap satwa masih dipandang sebelah mata.

Hutan-hutan yang ada di Kalimantan dan Sumatera merupakan habitat asli bagi sebagian satwa, baik itu satwa endemik Indonesia maupun satwa-satwa langka yang kondisinya terancam punah. Hampir setiap kejadian seperti ini, satwa turut merasakan dampak ini.

Berbagai media, belakangan ini menampilkan berbagai foto dan kondisi satwa yang terdampak kebakaran hutan dan lahan. Sebut saja orangutan yang menjadi korban luka bakar, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) hingga kematian. Ular piton asli Kalimantan juga ikut menjadi korbannya peristiwa ini dan tentunya masih banyak lagi.

Kondisi seperti saat ini menjadi sesuatu hal yang amat-amat disayangkan. Niat berdalih untuk melestarikan satwa endemik dan satwa langka, malah habitat mereka hilang akibat kebakaran hutan dan lahan.

Sudah saatnya kita bersama sadar, upaya konservasi untuk menyelamatkan dan melestarikan satwa tersebut perlu mendapatkan perhatian khusus. Jika hanya menunggu dan mengandalkan peran pemerintah dan lembaga konservasi non pemerintah tentunya tidak akan bisa. Upaya konservasi membutuhkan perhatian yang serius demi keberlanjutan satwa Indonesia.

Langkah konkrit yang perlu dilakukan sat ini yaitu berupa agar satwa tersebut dapat diselamatkan dari ancaman kepunahan. Selanjutnya, penanganan seperti pengobatan dan pemulihan pasca bencana harus dilakukan seefektif mungkin.

Mafia atau bencana?, mungkin seperti itulah ungkapan yang akan terlontar dari sebagian masyarakat yang mampu memahami peristiwa ini. Ulah tangan manusia sendiri malah menjadi bumerang untuk semua. Selalu mengidam-idamkan agar satwa ini terus lestari dan dapat dilihat oleh generasi selanjutnya. Jika kondisinya seperti saat ini, alamat bak pepatah “jauh api dari panggang”, atau boleh dibilang sesuatu hal yang tidak mungkin.

Sudah saatnya pemerintah menindaklanjuti kejadian ini, agar tidak terulang dikemudian hari. Penegakan hukum yang tegas bagi para pelaku pembakaran hutan dan lahan menjadi sesuatu yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia.

Berita Terkait

Muhammad Suryadiningrat

Muhammad Suryadiningrat

Mahasiswa Kedokteran Hewan PSDKU Universitas Airlangga Banyuwangi