Cara Bangkit Korban Seksual Trafficking

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Feri Fenoria Rifa'i

UNAIR NEWS – Pengalaman seksual trafficking ternyata memiliki dampak yang serius dan luar biasa bagi korbannya. Umumnya, mereka mengalami berbagai permasalahan, diantaranya trauma, luka fisik, gangguan psikologis, masalah seksual yang merupakan akibat dari eksploitasi seksual serta stigma negatif yang diterima dari masyarakat.

“Kondisi tersebut membuat mereka secara mental menjadi tertekan, apalagi jika akses terhadap bantuan sulit mereka dapatkan di masyarakat,” ungkap Ike Herdiana, Dosen Fakultas Psikologi (Fpsi) Universitas Airlangga.

Menariknya, kata dosen yang akrab disapa Ike, tidak semua korban perdagangan seksual jatuh dalam kondisi psikologis yang kurang menguntungkan.  Beberapa penelitian menyatakan, dalam stressor yang bertubi-tubi dan signifikan, bahkan kejadian traumatis yang berlipat ganda, ternyata ada orang-orang tertentu yang dapat segera bangkit dari masalah itu, lalu berubah menjadi individu yang resiliens.

“Individu dapat keluar dari masalahnya dan menjadi individu resiliens disebabkan karena adanya faktor-faktor yang mendukung,” ungkap dosen Kelahiran Bandung tersebut.

Lewat jurnal berjudul “Survivor of Sex Trafficking: How Could They Revive?” yang ditulis Ike Herdiana, Suryanto, Musta’in Mashud, dan Wiwin Hendriani, akan diulas bagaimana korban dari Seksual Trafficking bisa bangkit.

Menurut Ike, potensi yang dimiliki korban seksual trafficking untuk bisa bangkit akan menentukan mereka menjadi individu yang resiliens. Tidak hanya sekedar mengetahui potensi, namun bagaimana potensi tersebut aktual secara nyata untuk membawa mereka menjadi resilien atas tantangan yang dihadapi.

“Resiliensi secara umum itu merupakan kemampuan untuk pulih dari krisis dan mengatasi tantangan hidup,” tandas Ike.

Resiliensi Bagi Survivor Seksual Trafficking

Menurut Ike, risiko menjadi korban seksual trafficking dapat teridentifikasi melalui tema dari beberapa faktor resiko, yakni berupa kondisi personal yang rentan, kemiskinan keluarga, disintegrasi keluarga, disfungsi keluarga, kenakalan remaja, masyarakat yang tidak supportif dan stigma yang ada di masyarakat.

“Faktor resiko tersebut sebagian besar melekat pada individu jauh sebelum mereka menjadi korban,” terangnya.

Sementara faktor yang mendorong pemulihan mental dan kemampuan untuk bangkit pada survivor seksual trafficking, memiliki beberapa faktor, pertama, Personal Protective Support, yakni tumbuhnya keyakinan bahwa individu mampu bangkit, merasa memiliki nilai-nilai yang mendukung dirinya harus pulih dan tidak tenggelam dalam kondisi mental yang buruk, keterampilan memecahkan masalah secara efektif dan motivasi internal yang membantu mengarahkan dirinya untuk pulih.

Kedua, sambunynya, dengan Social Protective Support, yaitu dukungan yang diterima dari keluarga, teman sebaya dan dukungan dari rumah aman/shelter yang memastikan mereka dapat melanjutkan semua aktivitas hidupnya dan menjadi pulih secara mental.

“Dengan mengetahui karakteristik faktor-faktor tersebut, dengan bekerja pada penyintas, maka akan memudahkan terapis untuk membuat program intervensi psikologis bagi survivor,” pungkasnya.

Penulis: Fariz Ilham Rosyidi

Editor: Nuri Hermawan

Link        : http://journal.uad.ac.id/index.php/Psychology/article/view/13353/pdf_38

Ike Herdiana, Suryanto, Mustain Mashud, Wiwin Hendriani. 2019. “Survivor of Sex Trafficking: How Could They Revive?”, Journal of Educational Health and Community Psycology, Vol.8, No.3, 2019.

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).