Pakar Hukum UNAIR Tanggapi Penundaan Pengesahan RUU PKS

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Joss.co.id

UNAIR NEWS – Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) sampai saat ini masih menuai pro dan kontra. Penuaian kontroversi tersebut membuat DPR RI menunda pengesahaannya.

Penundaan pengesahaan RUU PKS membuat dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (UNAIR), Dwi Rahayu Kristianti, S. H., M. A., angkat bicara. Dalam acara diskusi Membongkar Kebut Legislasi (10/10/2019) di Gedung C FH UNAIR, ia berpendapat bahwa draft RUU tersebut sudah terekam dalam Baleg DPR sejak 12 Oktober 2016.

Draft RUU PKS membutuhkan waktu dua tahun hingga pada 2 September 2019 masuk dalam Daftar Invetarisasi Masalah (DIM). Ia mengungkapkan perlu adanya pelibatan masyarakat (tokoh agama, adat, dll) dalam perancangan dan pengesahan RUU PKS.

“Tujuan utamanya adalah jelas menciptakan paradigma baru yang menjamin masyarakat bebas dari kekerasan seksual,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan bahwa pada hukum acara lebih ditekankan untuk merangkul korban dan memperhatikan haknya. Hal tersebut masih sangat bertolak belakang jika dilihat dalam DIM yang sebelumnya terdapat sembilan kekerasan seksual dipadatkan kembali hanya menjadi empat kekerasan seksual. Penyusutan tersebut membuat adanya celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh beberapa orang.

Yeyen, sapaan karibnya, menjelaskan penundaan pengesahan RUU PKS oleh DPR RI adalah bukan urusan penting bagi negara. Masih banyak RUU selain PKS yang belum dibahas. Jika dilihat runtutan RUU yang diusulkan DPR RI, semuanya terhubung satu sama lain dalam agenda besar. Hal tersebut menurutnya tidak sesederhana mempersalahkan kepemimpinan Presiden Joko Widodo baik atau jahat.

“Semua RUU yang dibahas sebenarnya bukan perkara personal, tapi sudah struktural,” ujarnya.

Perlu diketahui, bahwa RUU tentang ketenagakerjaan yang direvisi oleh pemerintah banyak mendapat penolakan karena merugikan para buruh. Terutama jika dilihat secara seksama RUU Ketenagakerjaan akan berkaitan dengan RUU PKS akan merugikan para buruh wanita.

Yeyen menuturkan adanya ketimpangan gaji dan perlakuan terhadap perempuan masih banyak dijumpai. Hal tersebut membuat para kapitalis akan ketakutan jika rentetan RUU yang memperjuangkan isu kesetaraan gender disahkan dengan cepat.

Penulis : Aditya Novrian

Editor : Khefti Almawalia

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).