Diduga Sebabkan Resistensi, ARV Terbukti Masih Efektif Obati Penderita HIV AIDS di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi Artikel Ilmiah oleh Feri Fenoria

UNAIR NEWS – Diantara berbagai negara di Asia Tenggara, Indonesia menjadi negara yang terus mengalami kenaikan jumlah penderita HIV. Sehingga, penelitian mengenai infeksi virus HIV di Indonesia penting dilakukan. Salah satunya adalah penelitian mengenai resistensi obat Antiretroviral atau ARV (obat yang diberikan pada penderita HIV AIDS, red).

“Penelitian ini sangat penting. Dalam penelitian ini kami mencoba untuk mengumpulkan informasi terkait resistensi obat sebelum muncul gejala klinis di masyarakat,” ucap Prof. Dr. Nasronudin, Sp.PD.,KPTI-FINASIM, selaku anggota tim peneliti.

Penelitian terkait resistensi obat ARV tersebut mengambil sampel darah dari pasien HIV AIDS. Terdapat dua kelompok yang diambil sampel darahnya. Yaitu pasien terinfeksi HIV yang belum mendapatkan obat ARV sama sekali (pasien naïf) dan pasien yang telah mendapatkan obat ARV selama enam bulan atau lebih.

“Dua-duanya kita periksa untuk ditentukan dan diprediksi ada tidaknya resistensi. Baik yang belum atau yang sudah mendapat ARV,” lanjut direktur rumah sakit Universitas Airlangga (UNAIR) yang akrab disapa Prof. Nasron itu.

Penelitian menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR), yaitu sebuah metode untuk memperbanyak DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Kemudian dianalisis menggunakan teknik sequencing DNA atau pengurutan DNA.

Hasil menunjukkan bahwa tidak ada mutasi primer yang terdeteksi. Sementara mutasi sekunder terdeteksi pada 5% dari seluruh jumlah sampel.

“Terdapat mutasi tapi tidak mayor (besar, red) tapi minor (kecil, red). Jadi disimpulkan bahwa mutasi masih sangat sedikit dan pengobatan ARV di Indonesia masih sangat efektif,” terangnya.

Menurut Prof. Nasron, ARV masih berpotensi untuk mampu mengangkat kualitas hidup dari pasien. Baik pasien HIV atau pasien dengan AIDS.

Selain itu, Prof. Nasron juga menjelaskan bahwa tata kelola infeksi HIV antara lain adalah obat yang diberikan dapat diterima oleh pasien, tidak menimbulkan efek samping. Kemudian, obat memiliki kemampuan menyembuhkan yang bagus sehingga kondisi klinis pasien membaik. Secara virologi (ilmu terkait virus), jumlah virus dari waktu ke waktu semakin menurun.

Pada  pasien AIDS stadium empat, rata-rata virus yang ada pada tubuhnya adalah 100 ribu virus per cc darah. Kemudian, apabila mengonsumsi ARV kombinasi secara teratur selama enam bulan akan menjadi 50 virus per cc darah. Jika dilanjutkan sampai dua tahun, jumlah virus menjadi 5 virus per cc darah.

Hanya saja, manusia kurang lebih memiliki 5000 cc darah didalam tubuhnya. Sehingga meskipun virus pada darah tersisa 5 virus per cc darah, maka jumlahnya masih tetap tinggi dan tetap berpotensi menular pada pihak lain.

“Tapi tentu saja 5 virus per cc darah itu jauh lebih rendah dibanding 100 ribu virus per cc darah,” pungkas Prof. Nasron.

Penulis: Galuh Mega Kurnia

Editor: Nuri Hermawan

Reference :  Kotaki, T. et al., 2014. Detection of Drug Resistance-Associated Mutations in Human Immunodeficiency Virus Type 1 Integrase Derived from Drug-Naive Individuals in Surabaya, Indonesia. AIDS RESEARCH AND HUMAN RETROVIRUSES, 30(5), pp. 489-492.

Link : https://doi.org/10.1089/AID.2019.0179

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).