Dunia Kuliah: Kutu Buku, Berorganisasi, atau Nongkrong?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh liputan6.com

Menurut mahasiswa baru “zaman now”, dunia perkuliahan adalah suatu keadaan dimana semuanya serba bebas. Ya memang, bebas dalam berpakaian, berperilaku, dan bebas melakukan apa yang disukai atau diinginkan. Akan tetapi, kebebasan yang dimiliki oleh mahasiswa adalah suatu hal  yang nisbi. Dikatakan relatif karena kebebasan tersebut bukan berarti lepas dari tanggung jawab apa yang harus diselesaikan. Justru dengan kebebasan, mahasiswa dapat dikatakan telah dewasa sehingga dituntut kemandiriannya dalam menyelesaikan apa yang menjadi tanggung jawab mereka. Oleh karena itu, kesuksesan masing-masing mahasiswa sangat ditentukan oleh paradigma mereka dalam menghadapi arti “kebebasan” versi dunia perkuliahan.

Sebagai mahasiswa baru, mungkin pernah berpikir bahwa waktu kuliah akan sama dengan waktu pembelajaran di SMA. Eitts…..Nyatanya tidak. Dalam perkuliahan, waktu kuliah itu sangat fleksibel dibanding waktu SMA. Akan tetapi, yang namanya mahasiswa dihimbau untuk tidak menyia-nyiakan waktu fleksibel ini. Waktu fleksibel ini menuntut mahasiswa agar  lebih menghargai waktu dengan membagi waktu main, belajar, berorganisasi, dan kesibukan lainnya dengan baik dan benar. Namun, tidak sedikit mahasiswa baru yang menggunakan waktu fleksibelnya ini dengan hal-hal yang kurang bermanfaat seperti rebahan di kasur dan nongkrong di kafe. Mungkin, paradigma yang muncul di sebagian mahasiswa baru adalah masih ingin menikmati kebebasan mereka yang masih belum memiliki banyak tugas.

Kutu Buku Dibilang Apatis

Membaca adalah kegiatan positif  yang dapat memperbanyak wawasan. Tidak sedikit mahasiswa yang suka membaca atau kutu buku. Membaca sangat penting apalagi dunia perkuliahan menuntut untuk belajar mandiri dan menggali informasi tentang materi yang belum diberikan dosen. Sebagian mahasiswa sering dibilang apatis dan tidak peduli dengan yang lain ketika mereka sering ke perpustakaan atau membaca buku di kelas. Kutu buku sempat memiliki konotasi yang negatif. Kutu buku selalu identik dengan kurangnya interaksi sosial dan memiliki sedikit teman. Paradigma apatis ini muncul pada beberapa keadaan. Kutu buku tidak suka bergerombol dan lebih memilih dengan suasana tenang agar mengerti maksud dari isi buku tersebut. Akan tetapi, tidak semua kutu buku itu apatis. Justru dengan membaca terutama buku fiksi, sebagian pembaca malah lebih peka terhadap perasaan orang lain sebab pembaca berusaha memahami perasaan karakter tersebut.

Terlalu Berorganisasi Takut IPK Jelek

Fokus kuliah atau aktif organisasi? Itulah dilema seorang mahasiswa baru saat menghadapi dunia perkuliahan saat pertama kali. Maklum, mahasiswa baru masih mencari-cari jati diri mereka di dunia perkuliahan ini. Sebagai mahasiswa baru yang kritis, mereka pasti memiliki dua pandangan yag berbeda antara kuliah atau berorganisasi. Pandangan pertama yaitu jangan habiskan waktu kuliah dengan belajar dan fokus nilai akademis saja, tetapi gunakan waktu kuliahmu untuk mencoba pengalaman berorganisasi yang nantinya jauh akan menentukan kesuksesan dan kematangan di dunia kerja. Lain halnya dengan pandangan kedua yang menyatakan bahwa sibuk organisasi dapat  membuat kuliah menjadi terbengkalai, seperti sering bolos kuliah, tidak mengerjakan tugas, dan nilai semester hancur sehingga IPK yang didapatkan kurang baik apalagi kena yang namanya “cekal” atau dropout.

Sebenarnya, antara kuliah dan aktif berorganisasi bisa berjalan beriringan asalkan dapat membagi waktu dengan baik. Walaupun sesibuk apapun mata kuliah yang diambil, organisasi masih dapat berjalan apabila memiliki kemahiran dalam memanage waktu. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yunindra Widyatmoko (2014) menunjukkan terapat pengaruh yang signifikan antara keaktifan mahasiswa dalam organisasi terhadap prestasi belajar dengan t hitung sebesar 2,176 dan signifikansi 0,032. Berorganisasi memang sangat penting untuk persiapan pengalaman kerja setelah lulus kuliah. Namun, apa jadinya jika tujuan kuliah yang merupakan tanggung jawab mahasiswa tersingkirkan akibat kebanyakan berorganisasi. Banyak mahasiswa baru yang mengikuti banyak organisasi tanpa berpikir dua kali terlebih dahulu dan tanpa mengetahui efek yang timbul dari keputusan yang mereka ambil secara belum matang. Akan lebih baik apabila mahasiswa baru mempertimbangkan terlebih dahulu mana organisasi yang lebih cocok mereka ikuti daripada harus mengikuti eksistensi, ketenaran, atau popularitas yang dapat membuat kuliahnya berantakan. “Focus on what you are expert at”. Posisikan kuliah menjadi yang utama kemudian berorganisasi. Pilih satu atau dua organisasi yang dirasa mampu memgembangkan potensi minat yang dimiliki kemudian tekunilah bidang yang dipilih tersebut. Pilihan mana yang diambil itu tergantung goals mahasiswa masing-masing.

Nongkrong Bikin Lupa Waktu

Menjadi mahasiswa baru rasanya memang berbungah-bungah. Namanya juga baru pertama kali. Mungkin masih belum ada tugas dan hanya perkenalan kontrak kuliah saja. Itulah yang menjadi paradigma mahasiswa baru “zaman now”, belum mengetahui yang namanya tugas akhir atau skripsi. Di waktu yang luang tersebut, sebagian mahasiswa baru menikmati waktu santai tersebut untuk mencari banyak teman, yaa mumpung belum banyak tugas. Salah satu cara untuk mencari banyak teman adalah  berkumpul bersama teman-teman di kafe alias nongkrong sembari sharing pengalaman-pengalaman teman seangkatan atau kakak tingkat dan diskusi kelompok untuk mencari informasi sesuai kebutuhan. Rupanya menurut penelitian Khairani (2014) nongkrong lebih memfokuskan pada dorongan interaksi sosial dan kegiatan literasi informasi.

Akan tetapi, sesuatu hal yang berlebihan akan membawa dampak negatif. Jadi, meskipun nongkrong, mahasiswa sebaiknya tetap bisa menghargai waktu dan jangan lupa waktu. Ada kalanya, time to refresh, ada juga time to serious. Mahasiswa juga merupakan seorang manusia yang memiliki limit dan bukan seorang robot. Mereka juga pernah mengalami stress, suatu keadaan dimana otak sedang jenuh dan stuck karena kegiatan yang padat. Oleh karena itu, sebagai mahasiswa tidak boleh “kuper” alias kurang pergaulan sehingga kebiasaan nongkrong masih sah dilakukan selama mereka dapat memposisikan kuliah menjadi yang  utama.

Berita Terkait

Alifiah Wahyu Nur Fadilah

Alifiah Wahyu Nur Fadilah

Mahasiswa Fakultas Vokasi Universitas Airlangga