KPI Layangkan Teguran Pada Kartun Spongebob, Ini Pendapat Pakar Ilmu Komunikasi UNAIR

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
PROF. Dra. Rachmah Ida M.Com., Ph.D. Pakar Ilmu Komunikasi FISIP UNAIR. (Foto : Istimewa)

UNAIR NEWS – Dewasa ini, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendapat banyak kritikan dari berbagai pihak. Kritikan tersebut datang setelah KPI menegur serial kartun Spongebob Squarepant dan beberapa program TV lainnya.

Prof. Dra. Rachmah Ida M.Com., Ph.D. menilai bahwa konten-konten yang dilarang tayang di TV, sebenarnya sudah ada dalam aturan yang dibuat oleh KPI. Peraturan tersebut tertuang dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS).

“Artinya apa saja konten yang tidak boleh ditayangkan oleh TV sudah ada pedomannya, misalnya tidak mengandung unsur SARA, diskriminatif, pornografi, dan lain-lain,” ungkap dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (FISIP UNAIR) itu.

Dosen Ilmu Komunikasi itu melanjutkan bahwa adanya lolos tayang itu berarti bahwa badan sensor Indonesia tidak lagi berfungsi secara optimal. Seharusnya semua tayangan hiburan TV seperti sinetron dan film, apalagi film asing harus masuk Lembaga Sensor Film (LSF) terlebih dulu, baru boleh tayang jika sudah dinyatakan lolos.

“Jika memang film Spongebob dianggap melanggar ketentuan yang ada dalam pedoman isi siaran P3-SPS, maka ya harus ditegur,” imbuhnya.

Selanjutnya, KPI perlu menjelaskan apa saja unsur-unsur yang dilanggar oleh kartun Spongebob kepada produser. Jika KPI menegur produser, maka surat tegurannya harus dilayangkan ke Amerika.

“Namun jika KPI menegur stasiun TV Indonesia, maka ini berarti lembaga sensor sudah tidak berfungsi. Karena seluruh tayangan asing yang masuk ke Indonesia harusnya sudah lolos sensor,” jelasnya.

Prof Ida berharap ke depan KPI bisa menjadi regulator yang benar-benar menegakkan aturan dan tidak tebang pilih. KPI tidak boleh menggunakan double standar untuk mengawasi isi siaran TV dan radio di tanah air.

Pedoman yang digunakan harus ditegakkan dan jangan asal potong atau memberi sanksi tanpa solusi. KPI seharusnya tidak hanya berperan sebagai polisi siaran, tetapi juga harus berperan sebagai advocate institution bagi lembaga-lembaga penyiaran.

“Peran aktif KPI on behalf of audience di Indonesia harus berpihak pada penonton dan harus berupaya mencerdaskan bangsa melalui gerakan literasi media yang harus terus dilakukan,” tambahnya. (*)

Penulis : Sandi Prabowo

Editor : Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).