Tata Laksana Anestesi dan Pelayanan Intensif pada Pasien Stroke Iskemia Akut

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi pasien stroke. (Sumber: heart.org)

Stroke iskemi akut (SIA) adalah suatu kondisi patologis yang menyebabkan gangguan otak vokal maupun umum akibat sumbatan pembuluh darah di otak. Kondisi ini memiliki angka kematian dan kecacatan yang tinggi. Jumlah pasiennya pun dari tahun ke tahun semakin meningkat. Peran dokter neuroanestesi sangat penting dalam tata laksana pasien yang mengalami berbagai masalah sistemik akibat SIA. Banyak modalitas terapi baru untuk mengelola pasien dengan SIA yang didukung oleh literatur berbasis bukti.

Indikasi pasien stroke untuk dimasukkan ke Intensive Care Unit (ICU) sebenarnya tidak ada dalam pedoman resmi dan hanya bergantung pada regulasi rumah sakit masing-masing. Sebuah literatur melaporkan bahwa tidak ada perbedaan lamanya pasien dirawat antara pasien stroke yang dirawat di dua rumah sakit dengan dua regulasi yang berbeda.

Tata laksana tekanan darah dan terapi cairan

Mayoritas pasien SIA mengalami kondisi hipertensi, yaitu tekanan darah >140/90 mmHg. Namun demikian, tatalaksana hipertensi ini harus berhat-hati karena baik hipertensi maupun hipotensi membawa hasil buruk pada tatalaksana pasien SIA. Saat ini terapi yang dianjurkan adalah dengan menggunakan labetalol  10 – 20 mg melalui jalur intravena dalam 1 – 2 menit yang boleh diulang satu kali atau dengan nikardipin dosis awal 5 mg/jam intravena dan dilanjutkan dengan titrasi 2.5 mg/jam tiap 5 – 15 menit (dosis maksimal 15 mg/jam). Setelah itu tekanan darah diperiksa tiap 15 menit selama 2 jam, dilanjutkan dengan tiap 30 menit selama 6 jam, dan tiap 1 jam selama 16 jam.

Terapi reperfusi

Terapi reperfusi masih merupakan pilihan tebaik untuk mengembalikan aliran darah pada daerah otak yang masih bisa diselamatakan (zona penumbra). Terapi reperfusi dapat berupa trombolisis intravena atau terapi endovaskular.

Pemilihan anestesi untuk terapi endovaskular didasarkan pada jalan nafas, pernafasan, kondisi hemodinamik, tingkat kesadaran, dan tingkat agitasi. Namun pemilihan juga harus dilakukan dengan cepat karena keterlambatan 30 menit dalam memulai trombolisis dapat menyebabkan penurunan angka keberhasilan 3 bulan hingga 10%. Pilihan anestesi untuk terapi endovaskular dapat menggunakan anestesi umum atau measured anesthesia care (MAC) yaitu dengan anestesi lokal dengan atau tanpa sedasi.

Tata laksana oksigenasi dan ventilasi

Lebih dari sepertiga pasien dengan SIA berat membutuhkan trakeostomi, suatu prosedur menginsisi trakea untuk memberikan jalan nafas darurat karena adanya obstruksi. Trakeostomi diindikasikan untuk pasien dengan penggunaan ventilator lama (>2 minggu) dan pasien dengan disfagia (ketidakmampuan menelan) berat atau bulbar palsy (gangguan fungsi saraf kranial IX, X, XI, XII) akibat infark otang dan/atau batang otak yang luas.

Hipoksia atau kurangnya pasokan oksigen ke jaringan menjadi masalah yang sering ditemukan pada pasien SIA dan berakibat fatal, sehingga perlu segera dicari penyebabnya yang dapat berasal dari faktor-faktor neurologis atau non-neurologis. Namun demikian, terapi oksigen tidak bisa diberikan secara bebas karena beberapa studi telah membuktikan bahwa pemberian suplementasi oksigen pada pasien SIA yang tidak dalam kondisi hipoksia malah menurunkan kondisi pasien dan memperberat stroke. Sehingga pedoman saat ini suplementasi oksigen hanya diberikan pada pasien dengan saturasi oksige (SaO2) <94 persen yang dapat bernafas sendiri.

Tata laksana kadar glukosa darah

Lebih dari 40 persen pasien mengalami kondisi hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa darah) yang dihubungkan dengan volume infark luas, toksisitas korteks berat, resiko infeksi tinggi, dan hasil akhir yang buruk. Tatalaksana hiperglikemia saat ini berfokus pada penurunan kadar glukosa darah menjadi 70 – 140 mg/dL selama pasien dirawat di ICU. Sedangkan hipoglikemia (kadar glukosa darah rendah) harus ditangani jika kadar glukosa <60 mg/dL.

Tata laksana suhu dan terapi hipotermia

Demam ditemukan hingga 35.5 persen pasien SIA dan diasosiasikan dengan hasil akhir yang buruk. Infeksi yang melatarbelakangi demam harus segera ditemukan dan diatasi. Target suhu yang dianjurkan adalah 35o – 37o pada pasien yang meperoleh terapi endovaskuler dan <37o pada pasien yang dirawat di ICU. Walaupun terapi hipotermia pada awal tatalaksana SIA dilaporkan menunjukkan hasil yang baik, lebih banyak penelitian masih harus dilakukan untuk menjadikannya standar terapi.

Pemeriksaan tekanan intrakranial yang bersifat invasif tidak direkomendasikan pada SIA karena bahkan pada SIA berat, terkanan intrakranial biasanya normal (<20 mmHg). Penggunaan modalitas non-invasif lebih direkomendasikan, misalnya dengan transcranial doppler.

Pedoman tatalaksana anestesi dan pelayanan intensif pasien dengan stroke iskemi akut terus berkembang didukung dengan hasil laporan studi terbaru. Meski demikian, banyak juga pertanyaan yang masih belum dapat dijawab sehingga lebih banyak penelitian yang juga masih harus dilakukan. (*)

Penulis: Hamzah

Informasi detail dari tulisan ilmiah ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

Hamzah, Airlangga PS, Machin A, Rehatta NM. Anesthesia and intensive care management in acute ischemic stroke patient. Crit Care Shock (2019) 22:131 – 46.

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).