Okra: Terobosan untuk Terapi Diabetes Mellitus Tipe-2

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi okra. (Sumber: Liputan6)

Pengobatan herbal adalah studi tentang botani dan penggunaan tanaman obat. Tumbuhan telah menjadi dasar perawatan medis pada banyak sejarah manusia, dan pengobatan seperti itu masih banyak dipraktekkan saat ini dan naik daun hingga memunculkan slogan “back to nature”.

Pengobatan modern saat ini telah menggunakan banyak senyawa turunan tanaman sebagai dasar untuk obat-obatan farmasi. Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia menyebutkan bahwa Indonesia adalah salah satu dari lima negara teratas di dunia yang memiliki keanekaragaman hayati tanaman yang tinggi dan sekitar 55 persen di antaranya adalah tanaman endemik.

Diabetes mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme multisistem dengan ditandai oleh kondisi hiperglikemik yang disebabkan oleh sekresi insulin abnormal dan kinerja insulin. Diabetes mellitus dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: (1) Diabetes mellitus tipe-1, yakni diabetes mellitus yang disebabkan oleh kurangnya produksi insulin oleh pankreas; (2) Diabetes mellitus tipe-2 disebabkan oleh resistensi insulin, sehingga penggunaan insulin oleh tubuh menjadi tidak efektif; dan (3) Diabetes gestasional adalah hiperglikemia yang pertama kali ditemukan saat kehamilan.

Salah satu faktor penyebab diabetes mellitus adalah obesitas, sebagai konsekuensi dari peningkatan kadar lemak dalam tubuh yang disebabkan oleh kondisi hiperlipidemia dan peningkatan kadar kolesterol darah. Kondisi ini menyebabkan produksi reactive nitrogen species (RNS) yang mengoksidasi kelompok protein sulfhidril, seperti asam amino dalam jenis tirosin; hal itu dapat meningkatkan peroksidasi lipid dan mempromosikan kerusakan DNA yang mampu mempengaruhi sel-sel yang terpapar reactive oxygen species (ROS) dan RNS.

Salah satu efek negatif pada obesitas adalah terjadinya resistensi insulin yang merupakan ketidakmampuan insulin untuk berfungsi secara normal dan menciptakan penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin. Resistensi insulin memicu gangguan dengan transporter glukosa tipe-4 (GLUT-4) yang mentranslokasi ke permukaan membran sel otot dan sel lemak. Penurunan GLUT-4 akan mengganggu pengambilan glukosa ke dalam sel dan peningkatan lebih lanjut pada kadar glukosa darah.

Kondisi hiperglikemia yang berkepanjangan dapat mengaktifkan jalur poliol (polyol pathway). Aktivasi berlebihan jalur poliol dalam jaringan tidak sensitif terhadap insulin mendorong banyak glukosa diubah menjadi sorbitol yang kemudian akan disimpan dalam sel. Perubahan-perubahan ini memaksa mitokondria dalam sel untuk menghasilkan anion superoksida yang meningkatkan ROS, sehingga sel yang mengalami kondisi stres oksidatif juga meningkat. Peningkatan produksi ROS yang melebihi kapasitas antioksidan sel menghasilkan peningkatan stres oksidatif yang disertai dengan terjadinya disfungsi dan kerusakan sel β di pankreas yang mendorong penurunan sekresi insulin.

Antioksidan adalah zat yang dapat menghambat efek radikal bebas. Dengan demikian, kerusakan lipid, membran sel, pembuluh darah, DNA, dan kerusakan lain yang dikatalisis oleh senyawa reaktif dapat dicegah. Sementara itu, masyarakat Indonesia telah mengandalkan tanaman obat untuk kebutuhan kesehatan mereka melalui dari generasi ke generasi. Salah satunya adalah okra atau Abelmoschus esculentus Moench yang memiliki beberapa manfaat.

Okra tersusun atas 90 persen air, 2persen protein, 7 persen karbohidrat dan lemak. Dalam jumlah 100 gram, okra kaya akan serat, vitamin C, dan vitamin K, dengan kadar tiamin, folat, dan magnesium yang cukup. Salah satu jenis antioksidan yang memiliki kemampuan untuk mengatasi radikal bebas adalah quercetin, senyawa flavonoid yang terkandung dalam okra. Senyawa quercetin memiliki kemampuan yang signifikan untuk mengatasi radikal bebas.

Hingga saat ini, belum ada percobaan ilmiah tentang efek antioksidan dari okra pada hewan model diabetes tipe-2 yang diinduksi streptozotocin. Studi oleh Husen (2019), meneliti efek ekstrak okra pada kadar glukosa darah puasa, kadar insulin, dan aktivasi reseptor GLUT-4 pada membran permukaan sel otot lurik, serta sensitivitas sel otot terhadap insulin. Hasilnya, grup peneliti tersebut mendapatkan bahwa pemberian berbagai ekstrak okra dapat memperbaiki kondisi glukosa darah puasa, kadar insulin, dan kepadatan GLUT-4.

Oleh karena itu, dapat disarankan bahwa berbagai ekstrak okra menunjukkan kemampuan sebagai agen antidiabetik yang menjanjikan pada hewan model diabetes tipe-2 yang diinduksi streptozotocin. Penelitian tersebut nantinya diharapkan akan menjadi solusi alternatif yang dikembangkan untuk penyakit diabetes mellitus. (*)

Penulis: Win Darmanto

Informasi detail dari tulisan ilmiah ini dapat dilihat pada tulisan kami di,

http://rjptonline.org/HTMLPaper.aspx?Journal=Research%20Journal%20of%20Pharmacy%20and%20Technology;PID=2019-12-8-23

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).