Deteksi Ureaplasma urealyticum pada Pasien Infeksi Genitalia Non Spesifik

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Infeksi genitalia non spesifik (IGNS) adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri selain Neisseria gonorrhoeae yang terjadi pada wanita dan menyebabkan peradangan pada area kemaluan dan organ reproduksi. Istilah non spesifik digunakan bila organisme penyebab tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan mikroskop konvensional. Organisme tersebut termasuk Chlamydia trachomatis (Grup D to K) dan Ureaplasma urealyticum.

Polymerase chain reaction atau PCR adalah metode untuk membuat salinan dari regio DNA spesifik secara in vitro. PCR membantu pada DNA cloning, alat diagnostik pada dunia medis, dan analisis forensik DNA.

Metode modern ini memerlukan sarana khusus, tenaga terlatih, dan biaya mahal sehingga belum digunakan secara rutin. Namun dalam hal IGNS, PCR dapat membantu mendeteksi keberadaan Ureaplasma urealyticum sebagai bakteri penyebab yang tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan mikroskop konvensional. Kami melakukan riset untuk mengetahui angka kejadian infeksi Ureaplasma urealyticum pada pasien IGNS dengan menggunakan metode PCR yang menargetkan struktur gen Ureaplasma pada area 429 bp.

Ureaplasma urealyticum dan IGNS

Ureaplasma urealyticum merupakan salah satu bakteri penyebab IGNS, selain bakteri lain seperti Chlamydia trachomatis (Grup D dan K). Menentukan diagnosis IGNS membutuhkan tanya jawab detail mengenai keluhan pasien dan pasangan, faktor risiko dan riwayat obstetrik. Pada pemeriksaan fisik, kemerahan, lecet pada leher rahim dan cairan kental mungkin dapat ditemukan.

Berdasar pemeriksaan mikroskop, diagnosis IGNS ditentukan berdasarkan kriteria ditemukan 10-30 sel darah putih per lapangan pandang pada sediaan cairan leher rahim dengan pewarnaan Gram, tanpa ditemukan bakteri lain atau jamur yang spesifik.

Spesies Ureaplasma merupakan bakteri yang berpotensi menjadi patogen yang paling sering diisolasi dari area kemaluan pria dan wanita. Evolusi degeneratif telah membuat Ureaplasma kehilangan peptidoglikan pada dinding selnya.

Hal ini membuat Ureaplasma menjadi tidak sensitif dengan pengobatan dengan antibiotik beta laktam dan tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan Gram yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi bakteri. Akibatnya diagnosis infeksi oleh Ureaplasma urealyticum menjadi sukar ditegakkan dan hanya menjadi diagnosis eksklusi saat tak ditemukan bakteri penyebab pada pemeriksaan mikroskopis.

Infeksi yang disebabkan oleh Ureaplasma urealyticum seringkali tidak menyebabkan keluhan, namun banyak penelitian menyatakan infeksi Ureaplasma urealyticum dapat berakhir pada infertilitas. Infeksi Ureaplasma urealyticum juga dapat menyebabkan gangguan pada kehamilan seperti kematian janin, kelahiran prematur dan infeksi paru-paru pada bayi, serta ditemukan pada pasien dengan penyakit radang panggul. Menilik permasalahan deteksi, pengobatan dan akibat serius dari infeksi Ureaplasma urealyticum, PCR menawarkan solusi untuk membantu menemukan angka kejadian infeksi Ureaplasma urealyticum pada pasien NSGI. 

Deteksi Ureaplasma urealyticum Pada Pasien IGNS menggunakan PCR

Riset ini dilakukan untuk mengetahui angka kejadian infeksi Ureaplasma urealyticum pada pasien IGNS dengan bantuan metode PCR. Subyek pada riset ini adalah wanita dengan IGNS yang sudah menikah yang berobat di Poli Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Wanita yang sedang menstruasi, hamil atau didiagnosiss dengan infeksi campuran, dikeluarkan dari riset. Bahan pemeriksaan berupa hapusan cairan yang diambil dari leher rahim bagian dalam. Ekstrak DNA dari 18 pasien NSGI yang setuju untuk mengikuti riset, disimpan di Tropical Disease Center (TDC), Universitas Airlangga, Surabaya untuk kemudian dilakukan pemeriksaan PCR. PCR yang digunakan pada riset ini adalah MyQ-2 (Bio Rad).

Hasil dari riset ini menunjukkan sebelas dari delapan belas bahan pemeriksaan (61,11%) positif terinfeksi Ureaplasma urealyticum. Dari pasien yang positif terinfeksi Ureaplasma urealyticum, empat pasien (22,22%) berusia antara 12-27 tahun dan empat pasien (22,22%) berusia antara 28-37 tahun. Mayoritas pasien (44,44%) pasien dengan infeksi Ureaplasma urealyticum tidak bekerja. Sebesar 27,78% pasien mengeluhkan keputihan yang berulang.

Riset serupa yang dilakukan oleh Peerayeh dan kawan kawan, menunjukkan hasil yang serupa. Sebanyak 51,7% bahan pemeriksaan hapusan cairan leher rahim bagian dalam dari wanita infertil pada riset tersebut positif Ureaplasma urealyticum berdasarkan pemeriksaan PCR. Deteksi organisme penyebab IGNS yang tepat akan membantu dalam pemberian terapi yang sesuai, apalagi ditengah meningkatnya resistensi obat. Sebuah riset pada pasien dengan infertilitas dan cairan vagina, spesies Ureaplasma 91% sensitif terhadap doksisiklin, 77% terhadap ofloksasin dan 71% terhadap azitromisin.

Penentuan organisme spesifik penyebab IGNS adalah penting karena komplikasi berat yang mungkin ditimbulkan. Riset ini memberikan informasi yang bermanfaat mengenai angka kejadian infeksi Ureaplasma urealyticum. Insiden infeksi Ureaplasma urealyticum yang tinggi membutuhkan perhatian mengingat doksisiklin masih merupakan terapi pilihan untuk IGNS. (*)

Penulis: dr.Rahmadewi,Sp.KK

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di

https://www.pagepress.org/journals/index.php/dr/article/view/8041

Rahmadewi, Dian PH (2019). Detection of ureaplasmaurealyticum by polymerase

chain reaction examination in nonspecific genital infection patients. Dermatology Reports, 11(s1):59-61; https://doi.org/10.4081/dr.2019.8041

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).