UNAIR NEWS – Universitas Airlangga (UNAIR) mengadakan diskusi bersama pakar membahas soal tantangan dan tuntutan calon kepala daerah era disrupsi pada Rabu (4/9). Diskusi itu dilatarbelakangi akan diadakannya Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) serentak di seluruh Indonesia pada tahun 2020, serta terdapat 19 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur yang akan berpartisipasi.
Diskusi pakar yang digelar di Aula Amerta Kantor Manajemen UNAIR itu, dihadiri oleh para pakar yang mempunyai ahli di bidangnya masing-masing. Salah satunya pakar hukum lingkungan Dr. Suparto Wijoyo S.H., M.Hum.
Dalam diskusi itu, Suparto yang menjabat sebagai Kepala Program Studi (KPS) Magister Sains Hukum dan Pembangunan (MSHP) Sekolah Pascasarjana UNAIR itu berpendapat soal pemimpin daerah yang ideal. Menurutnya, pemimpin ideal adalah yang bisa menghidupkan wilayahnya bukan malah menghilangkan identitas suatu daerah.
“Pemimpin itu menghidupkan bukan membumihanguskan,” tutur Suparto.
Pemimpin yang menghidupkan, menurut Suparto, dibutuhkan oleh daerah-daerah di Indonesia agar dapat menjaga kedaulatan ekologis rakyat. Lebih lanjut, masih menurutnya, kepemimpinan harus mengerti karakteristik dan idenditas sebuah wilayah. Juga, sebuah daerah memerlukan sebuah kritik bukan hanya pujian yang membuat identitas suatu daerah hilang.
“Orang Surabaya tidak paham dengan adanya otoritas kekuasaan yang sedang membumihanguskan kota ini tanpa kritik, kecuali puja dan puji,” jelas Suparto.
Menurut Suparto, pembangunan suatu wilayah harus dimaknai secara ekosistem. Pemimpin juga harus memberi kenangan kepada kotanya. “Sesungguhnya Kota Surabaya adalah suatu kota yang tidak sehat melainkan kota kamuflase,” tuturnya.
Suparto juga mengatakan bahwa diperlukan adanya inovasi oleh pemimpin daerah yang dapat memanfaatkan suatu hal yang tidak mungkin menjadi hal yang dapat mensejahterakan dan tidak membebani masyarakat daerah tersebut. Ia lalu memberi contoh pemanfaatan limbah kotoran manusia.
“Diperlukan adanya pengolahan limbah kotoran manusia yang kemudian dibangun sanitasi terpadu, yang setiap minggu ada dinas khusus, kemudian dibawa ke instalasi tunggal lalu diolah menjadi energi listrik dan biogas,” ujarnya.
Hal-hal seperti itulah yang menurut Suparto diperlukan untuk memajukan sebuah wilayah. Sehingga dapat memudahkan urusan semua warga, termasuk warga dalam ekonomi menengah ke bawah. (*)
Penulis: Febrian Tito Zakaria Muchtar
Editor: Binti Q. Masruroh