Eksistensi BMT Antara Misi Sosial dan Komersial

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Ilmu ekonomi islam

BMT merupakan lembaga perekonomian rakyat kecil yang bertujuan meningkatkan dan menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi pengusaha mikro. Dalam melaksanakan kegiatannya, BMT mempunyai asas dan landasan, visi, misi, fungsi dan prinsip-prinsip serta ciri khas yang dimiliki oleh BMT sebagai sebuah lembaga keuangan syariah non-bank yang dikelola secara syariah dan mengedepankan etika serta perilaku Islami.  Namun, telah terjadi komersialiasi bisnis keuangan mikro di Indonesia, sehingga BMT yang mengemban misi pemberdayaan ekonomi umat harus fokus memilih peran sekaligus mentransformasi dirinya dan memungkinkan merubah peran dan posisinya kepada dua alternative, sosial atau komersial. Sehingga, pada akhirnya penelitian ini membuktikan terjadinya perubahan total bisnis keuangan mikro dan menganalisis posisi serta peran Baitul Maal Wa Tamwiil (BMT) dalam pemberdayaan ekonomi umat.

Pemberdayaan ekonomi umat merupakan misi utama hadirnya lembaga keuangan mikro syariah di tanah air, khususnya BMT yang tidak hanya berperan sebagai funding tetapi juga lembaga sosial. Ruang lingkup pemberdayaan ekonomi ini tidak terlepas dari isu-isu tentang kemiskinan. Termasuk di dalamnya adalah akses permodalan bagi usaha mikro kecil dan menegah (UMKM). Isu UMKM sendiri adalah isu strategis pembangunan nasional. Disamping jumlah pelaku dan penyerapan tenaga kerja, UMKM sangat terkait dalam perwujudan ketahanan ekonomi nasional dari berbagai dimensi. Meskipun LKM dan LKMS secara teori sama-sama bergerak di sektor ekonomi mikro yang sarat dengan pemberdayaan. Namun pada tataran praktisnya terdapat distingsi yang cukup diametrial antara kedua lembaga tersebut.

Praktik komersialisasi keuangan mikro yang awalnya sarat dengan misi ‘pemberdayaan’ telah serius dan secara besar-besaran menggarap ranah bisnis keuangan mikro. Peta persaingan yang semakin ketat ini otomatis akan membawa konsekuensi bisnis keuangan mikro berubah total. Hal ini mengingatkan kembali kejadian masuknya Indomaret dan Alfamart di sektor retailer yang secara nyata telah mengubah peta bisnis retailer yang pernah diisi oleh maraknya toko-toko kelontong di tanah air.

Berdasarkan hal-hal tersebut, dalam pemberdayaan ekonomi umat ditengah besarnya arus praktek komersialisasi keuangan mikro di Indonesia yang demikian kompetitif. Tidak bisa ditampik, hadirnya pemain-pemain baru dalam sektor ekonomi mikro di Indonesia yang cenderung lebih powerfull, telah mengubah total peta bisnis keuangan mikro. Komersialisasi yang dijalankan tidak mampu diimbangi oleh pemain-pemain kecil yang komit mensinergikan dua profile nya. BMT misalnya, dengan segala keterbatasannya, ditambah dengan dua profile yang dimainkannya, secara pragmatis bisa diprediksi akan tersisih secara teratur ketika bersaing dengan pemain-pemain besar dengan segala kelebihannya dari segi profesionalitas, teknologi, maupun modal, selain juga fokus mereka yang hanya terpusat pada profit oriented.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar BMT di Indonesia dalam kondisi persaingan industri keuangan yang menyatakan posisinya untuk survival saja. Dengan kata lain, pilihan posisi tersebut rentan terhadap gejolak dunia usaha karena hanya bertahan saja. Persaingan layanan keuangan mikro secara komersial di Indonesia terjadi bukan saja karena kesadaran unsur pemberdayaan yang melekat dalam misinya. Namun lebih karena potensi bisnis yang menjanjikan.

Berbeda dengan Muhammad Yunus yang membuat ‘grameen bank’ melakukan proses komersialisasi yakni melakukan pendekatan kelayakan bisnis dalam rekruitmen nasabahnya. Sedangkan BMT secara sadar melakukan komersialisasi dalam rangka untuk survival ditengah gelombang persaingan dengan masuknya pemain besar di ranah industri keuangan mikro. Untuk tidak ditinggal keberadaan orang-orang yang kurang beruntung, maka fokus pemberdayaan sosial yang ditawarkan Muhammad Abdul Mannan menjadi sangat menarik untuk diterapkan oleh BMT yang harus bergeser posisi dalam menghadapi persaingan dengan lembaga keuangan mikro perbankan dengan cara menggali potensi dana sosial yang low risk. Kemudian mengalokasikan pada program-program pemberdayaan umat yang urgent dan mendasar. Dengan kata lain kubu komersial Muhamad Yunus perlu dimbangi dengan kubu sosial Muhamamd Abdul Mannan melalui pilihan peran masing-masing BMT.

Penulis : Siti Inayatul Faizah  

Informasi detail tulisan ini bisa menghubungi email berikut :

siti-i-f@feb.unair.ac.id

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).