Stadium Hipertensi Kronis pada Kehamilan dan Dampaknya pada Ibu­-Janin

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Hipertensi dalam kehamilan masih menjadi penyebab utama kematian dan kesakitan ibu dan bayi di seluruh dunia. Angka kejadiannya berkisar 1-8 persen. Hipertensi dalam kehamilan dibagi menjadi empat tipe: Preeklampsia-eklampsia, hipertensi kronis, hipertensi kronis bersamaan dengan preeklampsia, dan hipertensi gestasional.

Penelitian mengenai dampak Preeklampsia-eklampsia terhadap ibu dan janin telah banyak dilakukan. Namun, hipertensi kronis dalam kehamilan masih menjadi topik yang jarang dibicarakan. Jadi, kami melakukan penelitian mengenai dampak adanya hipertensi kronis pada kehamilan, terkait dengan derajat beratnya hipertensi.

Hipertensi kronis dapat didefinisikan sebagai adanya peningkatan tekanan darah sejak sebelum kehamilan (atau usia kehamilan <20 minggu), atau jika baru didapatkan pada saat kehamilan, akan menetap setelah 12 minggu pasca persalinan. Hipertensi kronis dapat dibagi menjadi 2 kelompok menurut The Seventh Joint National Committee (JNC 7): stadium 1 (tekanan darah sistolik 140-159, diastolik: 90-99) dan stadium 2 (tekanan darah > 160/110 mmHg).

Dengan kata lain, stadium 2 secara klinis lebih berat dibandingkan stadium 1. Hipertensi kronis dalam kehamilan diagnosanya ditegakkan dengan melihat riwayat pemeriksaan tekanan darah dan pemakaian obat sebelum hamil. Kedua kelompok ini akan dibandingkan luaran kehamilannya baik dari sisi ibu maupun janin. Penelitian ini dikerjakan di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya dalam periode Januari 2013 – Desember 2017.

Dari 6.950 pasien yang melahirkan di RSUD Dr. Soetomo dalam periode ini, kami mendapatkan 352 ibu hamil dengan hipertensi kronis. Dari yang kami ketahui, ini adalah publikasi pertama mengenai kehamilan dengan komplikasi hipertensi kronis di Indonesia.

Insiden Hipertensi kronis pada penelitian ini sekitar 5 persen, namun tidak mencerminkan insiden pada populasi secara umum. Sebab, lokasi penelitian dikerjakan di RSUD Dr. Soetomo yang merupakan pusat rujukan tersier, yang hanya menerima kasus-kasus risiko tinggi.

Dari tahun ke tahun kami mendapatkan peningkatan jumlah kasus hipertensi kronis dalam kehamilan. Ini mungkin disebabkan meningkatnya jumlah faktor risiko hipertensi pada ibu hamil seperti obesitas, usia ibu > 35 tahun, terapi hormonal, diabetes, penyakit autoimun, dan ginjal.

Penelitian kami menunjukkan bahwa kelompok stadium 2 memiliki luaran kehamilan baik pada ibu maupun janin yang lebih buruk dibandingkan stadium 1. Risiko kematian ibu meningkat 7.2 kali lipat pada stadium 2, hasil ini sesuai dengan berbagai literatur yang menyatakan tingginya tekanan darah akan meningkatkan risiko stroke dan kematian ibu.

Kami dapatkan 8 kematian ibu pada penelitian ini, dengan 6 diantaranya pada kelompok stadium 2. Masalah utama pada kasus-kasus kematian ibu ini adalah adanya keterlambatan rujukan ke rumah sakit, sehingga pasien datang pada keadaan komplikasi berat. Hal ini ditambah dengan faktor rendahnya kepatuhan pasien dalam memeriksakan diri pada saat hamil ke fasilitas kesehatan, sehingga diagnosis sering terlambat.

Komplikasi kehamilan juga sangat meningkat pada hipertensi stadium 2, meliputi: kejadian preeklampsia, eklampsia, perdarahan plasenta, perawatan di Intensive Care Unit (ICU), dan penggunaan ventilator. Yang menarik dari temuan kami adalah bahwa angka komplikasi preeklampsia sangat tinggi pada kedua kelompok.

Hal ini sesuai dengan berbagai telaah sistematis yang menyatakan bahwa hipertensi kronis meningkatkan risiko preklampsia. Faktor lain pada studi kami yang meningkatkan risiko preeklampsia meliputi tingginya angka pasien dengan usia > 35 tahun, kegemukan, dan adanya penyakit penyerta lain. Pada studi ini 58-60 persen pasien melahirkan melalui operasi sesar, indikasi utama meliputi adanya gawat janin dalam rahim, plasenta previa, riwayat sesar berulang, letak janin yang abnormal dan kehamilan kembar. Kelompok stadium 2 juga memerlukan terapi obat anti hipertensi yang jauh lebih banyak dibandingkan stadium 1. Pasien pada stadium 2 memerlukan kombinasi obat nifedipine dan methyldopa untuk mengontrol tekanan darah, sedangkan pada stadium 1 hanya memerlukan 1 jenis obat atau tidak sama sekali.

Tingginya tekanan darah juga berhubungan dengan luaran janin yang lebih buruk, meliputi: berat badan lahir rendah, nilai skor Apgar rendah, dan komplikasi dalam kehamilan (gawat janin, pertumbuhan terhambat, dan kematian janin). Angka bayi dengan berat badan lahir rendah pada studi kami cukup tinggi.

Hal ini disebabkan tingginya angka kelahiran prematur, baik secara spontan maupun terindikasi secara medis karena adanya komplikasi pada ibu maupun janin. Hal ini sesuai dengan banyak penelitian lain yang menyatakan bahwa tingginya tekanan darah ibu berhubungan dengan peningkatan risiko pertumbuhan janin terhambat, kelahiran preterm, dan gangguan pernafasan bayi baru lahir, terkait dengan adanya gangguan aliran darah pada janin dan plasenta.

Hipertensi kronis pada kehamilan di Indonesia masih menjadi faktor risiko utama luaran kehamilan yang buruk pada ibu maupun janin, dan terutama stadium 2 yang dihubungkan dengan peningkatan risiko kematian ibu, komplikasi ibu, dan luaran janin yang buruk. Pasien hamil dengan stadium 2 memerlukan diagnosis dan rujukan dini ke fasilitas kesehatan tersier sehingga dapat dilakukan penanganan secara lengkap dengan pendekatan multidisiplin. (*)

Penulis: dr. Muhammad Ilham Aldika Akbar, SpOG(K)

Informasi detail dari penelitian ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://doi.org/10.1016/j.preghy.2019.04.007

Muhammad Ilham Aldika Akbar, Muhammad Arief Adibrata, Aditiawarman, Rozi Aditya Aryananda, Muhammad Dikman Angsar, Gustaaf Dekker, 2019. Maternal and perinatal

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).