Mangrove sebagai Agen Fitoremediasi Logam Berat di Wilayah Pesisir

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Suara Merdeka.com

Indonesia memiliki ekosistem mangrove terluas di dunia serta memiliki keanekaragaman hayati yang paling tinggi. Dengan panjang garis pantai sebesar 95,181 km2, Indonesia mempunyai luas mangrove sebesar 3.489.140,68 Ha. Kondisi di lapangan memperlihatkan mangrove tengah menghadapi tantangan utama berupa alih fungsi lahan. Berbagai kepentingan seperti tambak, pemukiman, perkebunan, industri dan infrastruktur pantai/pelabuhan seringkali mengorbankan keberadaan mangrove. maka hal yang paling mendasar dan penting untuk dipahami adalah bahwa jenis tumbuhan mangrove mampu tumbuh dan berkembang pada lingkungan pesisir yang berkadar garam sangat ekstrim, jenuh air, kondisi bahan pencemar logam berat yang tinggi, kondisi tanah yang kurang stabil dan anaerob. Dengan kondisi lingkungantersebut, beberapa jenis tumbuhan mangrove mampu mengembangkan mekanisme yang memungkinkan secara aktif untuk mengeluarkan garam dari jaringan. Sementara itu, organ yang lainnya memiliki daya adaptasi dengan cara mengembangkan sistem akar napas untuk memperoleh oksigen dari sistem perakaran yang hidup pada substrat yang anaerobik.

Fitoremediasi adalah upaya penggunaan tanaman dan bagian-bagiannya untuk dekontaminasi limbah dan masalah-masalah pencemaran. Metode fitoremediasi yang sudah digunakan secara komersial maupun masih dalam taraf riset yaitu berdasarkan pada tingkat kemampuan mengakumulasi kontaminan (phytoextraction). Kemampuan akar menyerap kontaminan di dalam jaringan (phytotransformation) juga digunakan dalam strategi fitoremediasi

Hal pertama yang dilakukan adalah pengambilan sampel air, sedimen dan mangrove di kawasan Mlaten Pasuruan Jawa timur, kemudian dianalisa dengan metode AAS (Atomic absorption spectroscopy) untuk mengetahui kandungan logam berat Timbal (Pb).Hasil menunjukkan kandungan logam berat Pb pada air rata-rata 0,142 ppm. Kandungan logam berat Pb pada sedimen rata-rata 3,10 ppm. Kandungan logam berat Pb pada air telah melebihi ambang batas yang diperbolehkan berdasarkan Kepmen No.51 Tahun 2004 batas ambang Pb yaitu sebesar 0,008 mg/l, sedangkan pada sedimen masih dibawah nilai minimum yang dikeluarkan oleh NOAA mengenai batas minimum kandungan logam yang dapat ditoleransi keberadaanya dalam sedimen untuk logam berat timbal (Pb) yaitu sebesar <30,240 ppm. Untuk kandungan logam berat Pb pada akar Rhizophoramucronata memiliki rata – rata 2,11 ppm. Kandungan logam berat Pb pada daun Rhizophoramucronata di stasiun 1 memiliki rata-rata 0,45 ppm. Kandungan logam berat Pb pada batangmemiliki rata-rata 0,27 ppm, Kandungan logam berat Pb pada bijimemiliki rata-rata 0,43 ppm. Informasi terkait kemampuan mangrove sebagai bioremidiator ini sangat bermanfaat untuk strategi pengelolaan sumber daya pesisir dan penanggulngan pencemaran di perairan Indonesia

Penulis : Wahyu Isroni

Informasi lebih detail dari penelitian ini dapat ditemikan pada jurnal ilmiah pada link berikut ini:

https://www.researchgate.net/publication/310615030_The_content_of_lead_Pb_heavy_metal_in_mangrove_Rhizophora_mucronata_at_Mlaten_Village_Indonesia

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).