Diversitas Genetik Ikan Gabus di Sungai Brantas

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ikan Gabus. Sumber: Tribunnews

Asia Tenggara, termasuk Sundaland, Wallacea, Filipina, dan Indo-Burma, dikenal sebagai salah satu area dengan keanekaragaman paling tinggi di dunia, baik hewan maupun tumbuhan. Sundaland juga merupakan daerah yang dikenal sebagai area tertinggi kedua setelah Andes, dalam hal spesies endemik, dimana terdapat 2,6% spesies endemik hewan bertulang belakang dari total spesies di dunia. Salah satu jenis hewan di kawasan ini adalah ikan gabus.

Ikan gabus yang memiliki nama ilmiah Channa striata (Bloch, 1793), merupakan salah satu sumber biodiversitas ikan air tawar yang memiliki nilai penting karena manfaatnya di bidang farmasi dan pengobatan, serta sebagai sumber makanan.

Persebaran ikan gabus meliputi Asia bagian selatan, China bagian selatan, Indochina, dan kepulauan Indonesia bagian barat. Ikan ini memiliki habitat yang luas seperti danau, sungai, rawa-rawa, parit, kolam dan bahkan di persawahan. Kemampuan ikan gabus untuk menempati tipe habitat yang luas memunculkan dugaan bahwa ikan ini memiliki variasi genetik yang tinggi di alam liar sebagai akibat dari adaptasi terhadap lingkungan.

Keanekaragaman genetik mempengaruhi kemampuan spesies untuk merespon perubahan lingkungan. Populasi dengan keanekaragaman genetik yang tinggi memiliki peluang hidup yang lebih tinggi. Evaluasi diversitas genetik sangat penting dilakukan karena dewasa ini faktor-faktor yang berpengaruh terhadap percepatan kepunahan spesies semakin besar. Misalnya kerusakan habitat, over-eksploitasi, dan perubahan iklim global.

Pengukuran keanekaragaman genetika dapat dilakukan dengan banyak metode atau teknik. Salah satu teknik yang popular dan mudah untuk mengevaluasinya adalah menggunakan teknik Random amplified polymorphic DNA (RAPD). Teknik ini telah banyak diterapkan dalam evaluasi keanekaragaman genetik dan konservasi berbagai populasi.

RAPD merupakan suatu teknik berbasis Polymerase Chain Reaction (PCR) yang sederhana dan cepat dengan menggunakan primer oligonukleotida pendek secara acak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung keanekaragaman genetik populasi ikan gabus dari tiga sungai (Sungai Surabaya, Sungai Porong Sidoarjo, Waduk Karangkates) dalam aliran DAS Brantas dan sungai Lamong sebagai outgroup, dan menghitung tingkat diferensiasi genetik populasi pada keseluruhan populasi ikan gabus di dalam aliran DAS Brantas.

Hasil amplifikasi 30 sampel dari 4 lokasi yang berbeda dengan menggunakan 3 primer, yakni OPA 1, OPA 8 dan OPA 9 menunjukkan profil pita yang konsisten, jelas dan terpisah secara baik. Sedangkan hasil amplifikasi dengan dua primer lainnya, yakni OPA 6 dan OPA 11, tidak menghasilkan profil pita yang konsisten dan jelas, sehingga tidak digunakan untuk analisis selanjutnya.

Amplifikasi dengan menggunakan ketiga primer ini menghasilkan profil pita yang polimorfik dengan panjang basa berkisar antara 100 pasang basa (pb) hingga lebih dari 1000 pb. Secara keseluruhan, didapatkan sebanyak 33 lokus dari hasil amplifikasi tiga primer pada keempat lokasi penelitian. Masing-masing primer menghasilkan jumlah lokus yang berbeda. Amplifikasi menggunakan OPA 1 menghasilkan 14 lokus, amplifikasi dengan OPA 8 menghasilkan 10 lokus dan amplifikasi dengan OPA 9 menghasilkan 9 lokus. Pita yang diproduksi dan terdeteksi dianggap sebagai alel dan lokasi dari alel tersebut dinamakan lokus.

Nilai polimorfisme gen sebesar 51,52% terdapat pada populasi sungai Porong, 42,42% pada populasi sungai Surabaya, 27,27% pada populasi sungai Bengawan Solo Lamongan dan 24,24% pada populasi Karangkates. Persentase polimorfisme ini merupakan perbandingan antara jumlah lokus yang polimorfik dengan kesuluran lokus dalam populasi. Jumlah lokus polimorfik dan nilai polimorfisme menandakan besar kecilnya variasi genetik di dalam populasi.

Berdasarkan persentase polimorfisme, didapatkan bahwa populasi di sungai Porong memiliki variasi genetik paling tinggi, yakni lebih dari 50% lokus merupakan lokus polimorfik. Populasi dengan polimorfisme terbesar kedua adalah populasi sungai Surabaya. Sedangkan dua populasi lain, yakni populasi Karangkates dan Lamongan, memiliki polimorfisme yang rendah, dengan nilai polimorfisme kurang dari 30%.

Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata jumlah alel didapatkan nilai, yakni 1,2424 pada populasi Karangkates,1,5152 pada populasi Porong, 1,4242 pada populasi Surabaya dan 1,2726 pada populasi Lamongan. Sedangkan untuk rata-rata jumlah alel efektif didapatkan rentang nilai yang tidak jauh berbeda dari rata-rata jumlah alel, yakni 1,1174 pada populasi Karangkates, 1,3727 pada populasi Porong, 1,1984 pada populasi Surabaya dan 1,1726 pada populasi Lamongan.

Perhitungan keanekaragaman genetik di dalam populasi berdasarkan jumlah rata-rata heterozigositas yang diharapkan pada keempat populasi adalah sebesar 0,2085 (Porong), 0,1226 (Surabaya), 0,1010 (Lamongan) dan 0,0750 (Karangkates). Dari nilai keanekaragaman genetik yang didapatkan, dapat diartikan bahwa populasi ikan gabus di sungai Porong, memiliki keanekaragaman genetik tertinggi.

Selanjutnya, diikuti oleh populasi sungai Surabaya, Kali Kemuning Lamongan, dan populasi dengan keanekaragaman genetik terendah adalah populasi Karangkates. Sungai Porong dan sungai Surabaya termasuk ke dalam bagian hulu sungai Brantas, sedangkan Karangkates merupakan bagian hilir sungai Brantas. Pada penelitian ini didapatkan data bahwa keanekaragaman genetik populasi ikan gabus lebih tinggi pada bagian hilir sungai dibandingkan dengan bagian hulu sungai Brantas. (*)

Penulis : M. Hilman Fu’adil Amin

Tulisan detail terkait artikel ini dapat dilihat dalam publikasi kami dihttp://www.envirobiotechjournals.com/article_abstract.php?aid=9466&iid=271&jid=3

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).