Fotodinamik Inaktivasi, Solusi Untuk Mereduksi Biofilm Bakteri

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Sejak awal tahun 1990-an telah dibuktikan bahwa bakteri yang menyebabkan penyakit pada manusia mampu membentuk biofilm. Bakteri yang mampu memproduksi biofilm berhubungan dengan penyakit infeksi yang kronis. Salah satunya adalah bakteri Staphylococcus aureus (S.aureus).

S.aureus merupakan flora normal yang hidup secara komensal pada kulit, saluran hidung, atau tenggorokan manusia. Pada kondisi abnormal, bakteri ini dapat menyebabkan sejumlah penyakit. Mulai penyakit kulit ringan seperti infeksi kulit, acne vulgaris, cellulitisfolliculitis sampai penyakit berat seperti pneumonia, meningitis, osteomyelitis endocarditis, toxic shock syndrome, dan septicemia.

Infeksi Staphylococcus aureus dapat juga disebabkan oleh kontaminasi langsung pada luka. Misalnya, pada infeksi luka pasca bedah atau infeksi setelah trauma.

Biofilm adalah suatu komunitas sel bakteri yang terstruktur dan saling menempel. Bakteri-bakteri tersebut mampu memproduksi matriks polimer dan mampu melekat pada permukaan biologis maupun benda mati.

Formasi ini membuat bakteri pembuat biofilm mampu bertahan terhadap lingkungan ekstrim yang membahayakan bakteri tersebut. Bakteri di dalam biofilm mampu bertahan terhadap antibiotik, desinfektan, bahkan mampu tahan terhadap sistem immunitas hospesnya.

Manifestasi klinis dari infeksi oleh bakteri pembentuk biofilm adalah adanya resistensi terhadap pengobatan antibiotik. Terapi antibiotik pada umumnya hanya akan membunuh sel-sel bakteri planktonic (yang berenang-berenang di luar biofilm) sedangkan bentuk bakteri yang tersusun rapat dalam biofilm akan tetap hidup dan berkembang serta akan melepaskan bentuk sel-sel planktonic keluar dari formasi biofilm. Sehingga diperlukan metode alternatif yang bersifat efektif dan selektif dalam membunuh bakteri S.aureus biofilm. Salah satunya adalah metode fotodinamik dengan memanfaatkan cahaya dan fotosensitiser.

Secara alamiah, beberapa bakteri mengandung senyawa porfirin sebagai molekul endogen fotosensitiser yang bersifat peka terhadap cahaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyinaran cahaya yang memiliki spektrum panjang gelombang yang sesuai dengan spektrum serap porfirin fotosensitiserdengan dosis energi penyinaran yang tepat dapat menyebabkan fotoinaktivasi sel bakteri. Fotoinaktivasi adalah penghambatan aktivitas metabolisme sel karena kerusakan membran sitoplasmik akibat peroksidasi oleh oksigen reaktif pada lipid dan protein mengakibatkan lisis sel atau inaktivasi sistem transport membran dan sistem enzim transport membran pada sel bakteri tersebut.

Mekanisme fotoinaktivasi melibatkan proses fotosensitisasi. Yakni, proses penyerapan cahaya oleh porfirin bakteri yang selanjutnya mengaktivasi terjadinya reaksi kimia lanjutan menghasilkan berbagai spesies oksigen reaktif. Fotosensitisasi bergantung pada jenis dan kuantitas fotosensitiser dan kesesuaian spektrum cahaya dengan spektrum serap fotosensitiser.

Kuantitas Fotosensitiser dapat ditingkatkan dengan pemberian eksogen fotosensitiser. Eksogen fotosensitiser merupakan fotosensitiser yang ditambahkan untuk meningkatkan penyerapan foton cahaya. Ada berbagai macam fotosensitiser, baik organik maupun metal. Fotosensitiser organik umumnya diekstraksi dari bahan alam seperti klorofil dari tanaman hijau maupun bakteri fotosintetik. Sedangkan fotosensitiser metal umumnya disintesis dari bahan metal seperti emas, perak dan sebagainya.

Salah satu sumber cahaya yang sesuai dengan spektrum serap porfirin fotosensitiser adalah laser (Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation). Laser merupakan gelombang elektromagnetik yang merambat tanpa melalui medium perantara. Karakteristik fisik yang membedakan sinar laser dengan cahaya yang lain adalah: bersifat koheren (ruang dan waktu), monokromatis, berkasnya sangat tajam  dan memiliki intensitas tinggi. Salah satu jenis laser yang digunakan dalam aplikasi fotodinamik adalah laser diode seperti Gallium-aluminium-Arsenide (Ga-Al-As) dan Gallium-Arsenide (Ga-As). Laser diode memiliki keunggulan dalam hal ukuran fisik yang kecil, ringan, portable, tidak mudah pecah dan sederhana dalam perakitan dengan harga yang relatif murah sehingga cocok digunakan untuk aplikasi fotodinamik.

Efek cahaya tampak pada organisme telah banyak diinvestigasi  pada tingkat kompleksitas yang berbeda-beda. Produk fotokimia berupa radical oxygen singlet (ROS) adalah agen pengoksidasi yang dapat secara langsung bereaksi dengan banyak molekul biologi.

Residu asam amino dalam protein adalah target yang penting seperti cysteine, methionine, tyrosine, histidine dan tryptophan. Oksigen singlet (1O2) adalah elektrofilik dan bereaksi dengan molekul yang kaya elektron menyebabkan kerusakan membran akibat peroksidasi lipid,mengakibatkan kebocoran isi dan kandungan pada sel serta menginaktivasi sistem transport membran dan enzim-enzim, gangguan sintesis dinding sel dan munculnya struktur multilamelar disisi sekat sel-sel yang membelah, seiring dengan bocornya ion-ion potasium dari dalam sel. Berbagai hasil penelitian menunjukkan keberhasilan fotodinamik inaktivasi dengan menggunakan laser diode untuk mereduksi biofilm tanpa menyebabkan resistensi pada bakteri. Sehingga metode fotodinamik sebagai salah satu metode inaktivasi bakteri sangat menjanjikan ke depannya.

Penulis: Suryani Dyah Astuti

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://www.pdt-journal.com/jour/article/view/312/215

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).