Tiga Mahasiswa UNAIR Manfaatkan Kappaphycus Alvarezii Sebagai Material Bata Ringan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
PROSES Pemotongan Bata Ringan oleh Tim PKM-PE. (Foto: Istimewa)

UNAIR NEWS – Terciptanya bangunan yang kokoh dan tahan akan bencana gempa merupakan impian semua orang. Namun hal tersebut masih menjadi kendala dalam mengatasinya, mengingat letak geografis suatu daerah juga turut berpengaruh.

Menyadari permasalahan tersebut, tiga Mahasiswa Universitas Airlangga (UNAIR) Andhika Alfa Musthofa (Fakultas Perikanan dan Kelautan 2015), Muhammad Zulfikar Alfian Bahtiar (Fakultas Perikanan dan Kelautan 2015) dan Farid Maulana Ibrahim (Fakultas Sains dan Teknologi 2015) melahirkan  inovasi baru dengan manfaatkan limbah rumput laut sebagai bahan bata ringan. Penggunaan pasir pada pembuatan bata ringan nantinya akan disubstitusikan oleh limbah rumput laut Kappaphycus alvarezii.

Inovasi yang sedang dalam proses pengerjaan itu diusulkan oleh ketiga mahasiswa UNAIR dalam bentuk Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian Eksakta (PKM-PE) dengan judul “Pemanfaatan by product Kappaphycus Alvarezii sebagai Bata Ringan Material Tahan Gempa”. Proposal tersebut dibimbing langsung oleh  Annur Ahadi Abdillah, S.Pi., M.Si. Perlu diketahui, inovasi tersebut mendapatkan respon baik dari Kemenristekdikti dan lolos pendanaan.

Andhika Alfa M. selaku ketua tim menjelaskan bahwa saat ini penelitian masih berjalan dan sudah pada tahap pengeringan bata ringan. Hasilnya akan siap diujikan pada tanggal 24 Juni 2019 mendatang.

“Latar belakang dari gagasan ini yakni besarnya limbah yang dihasilkan olahan karaginan dari rumput laut Kappaphycus Alvarezii sebanyak 65-70% dan mulai menjamurnya industri pengolahan rumput laut di Indonesia. Padahal menurut Kementerian Perindustrian pada tahun 2013, produksi karaginan mencapai 12,5 juta ton dan terus meningkat tiap tahunnya. Artinya tiap tahun ada sekitar 25 juta ton limbah hasil pengolahan karaginan dan sampai saat ini masih belum ada pemanfaatan limbah ini secara massal,” ujarnya.

Beberapa literatur menyebutkan bahwa terdapat kandungan selulosa pada limbah pengolahan rumput laut. Sehingga dapat membuat sebuah ikatan jika dimanfaatkan sebagai material. Hal itu terbukti dengan adanya penelitian yang dimanfaatkan sebagai Medium Density Fibreboard / jenis kayu olahan yang terbuat dari serpihan kayu yang dipadatkan).

“Bata ringan yang kami tawarkan diharapkan lebih kuat jika dibandingkan dengan bata ringan biasa. Adanya kombinasi dengan limbah karaginan ini menurut hipotesis kami bisa menambah kuat tekanan maupun kuat lentur dari bata ringan. Dikarenakan limbah memiliki karakter yang mirip dengan pasir dan cocok untuk material tahan gempa. Selain itu, limbah karaginan akan dapat menambah kekuatan dari ikatan yang ditimbulkan dari semen karena adanya selulosa,” tambahnya.

Pemanfaatan limbah rumut laut menjadi bata ringan dipilih dengan alasan wilayah Indonesia yang sangat rawan akan gempa. Sedangkan bangunan-bangunannya mudah roboh, padahal tidak terkena retakan lempengan dari tanah. Hal itu disebabkan dari konstruksinya yang tidak kuat maupun materialnya yang rapuh. Material yang rapuh dan kaku seperti batu bata dapat menyebabkan retakan pada dinding hingga bangunan roboh. (*)

Penulis: Muhammad Wildan Suyuti

Editor : Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).