Green Constitution Sebagai Khazanah dalam Ilmu Hukum di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Cover Green Constitution: Nuansa Hijau Undang-Undang Dasar. (Foto: Xavier Nugraha)

Judul            : Green Constitution: Nuansa Hijau Undang-Undang Dasar

Penulis         : Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie,S.H.

Penerbit       : Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Cetakan        : November 2016 (Cetakan Ketiga)

Tebal Buku   : 208 halaman

ISBN              : 978-979-769-246-9

 

UNAIR NEWS – Istilah khazanah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti sebagai harta benda, kekayaan, perbendaharaan, atau tempat menyimpan harta benda. Berkaitan dengan buku ini yang mengupas habis terkait konsep green constitution, sejatinya merupakan sebuah khazanah yang berarti penambahan perbendarahan dalam ilmu hukum di Indonesia.

Buku karangan guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia memperkenalkan sebuah konsep terkait dengan lingkungan hidup di dalam konstitusi. Atas dorongan kesadaran masyarakat yang semakin besar terhadap pentingnya memilihara lingkungan dari ancaman dan perusakan, kebijakan lingkungan hidup dituangkan dalam bentuk perundang-undangan secara resmi. Situasi ini oleh Jimly Asshiddiqie disebut sebagai gelombang pertama, yaitu gelombang legislasi kebijakan lingkungan hidup.

Setelah ditetapkannya begitu banyak peraturan perundang-undangan itu, ternyata tidak cukup efektif. Ketidakpuasan ini kemudian memunculkan tuntutan untuk memperkuat payung hukum kebijakan lingkungan hidup itu dalam konstitusi sebagai hukum yang tertinggi. Perkembangan terakhir ini yang oleh Jimly Asshiddiqie disebut sebagai gelombang kedua yaitu melakukan konstitusionalisasi kebijakan ke dalam rumusan Undang-Undang Dasar yang disebut sebagai green constitution.

Pada bagian awal buku ini memperkenalkan mengenai konsep green constitution. Setelah memperkenalkan mengenai konsep green constitution, buku ini kemudian menjelaskan mengenai implementasi konsep green constitution di berbagai negara, seperti Portugal, Perancis, dan Ekuador.

Model di Portugal misalnya, yang dianggap sebagai negara pertama yang menuangkan green constitution ke dalam dalam teks Undang-Undang Dasar. Pada model Portugal, negara tersebut menuangkan ketentuan mengenai lingkungan hidup dan ide pembangunan berkelanjutan ke dalam rumusan teks Undang-Undang Dasar, seperti yang terdapat dalam Artikel 9 dan 66 Konstitusi Portugal. Model ini disebut sebagai model Konstitusionalisasi Formal.

Pada model di Perancis disebut sebagai model Konstitusionalisasi Substansial. Sebab, konstitusionalisasi tidak saja bersifat formal, tetapi juga bersifat substansial dalam arti bahwa kebijakan lingkungan hidup juga menjadi roh dari Konstitusi Prancis.

Hal ini dapat terlihat dari kebijakan Perancis yang mencantumkan Charter of Environment of 2004 dalam Preambul Konstitusi Prancis pada tahun 2006. Hal ini berkonsekuensi bahwa kebijakan di Prancis bukan hanya persoalan membela dan mempertahankan hak-hak asasi manusia, tetapi juga membela dan mempertahakan kualitas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Model selanjutnya yaitu Konstitusionalisasi Struktural Model Ekuador yang secara ekstrim mengubah paradigma lingkungan dari objek menjadi subjek hak-hak asasi. Sehingga, lingkungan dapat dipandang sebagai struktur subjek hukum yang tersendiri di samping subjek manusia. Sehingga subjek hukum di Ekuado, bukan hanya naturlijke persoon dan rechtpersoon semata, namun juga lingkungan sebagai subjek hukum baru. Hal ini terlihat dalam Title II tentang Fundamental Rights, Article of Rights Entitlement yang menjelaskan bahwa “Persons and people have the fundamental rights instruments. Nature is subject to those rights given by this Constitution and Law.

Buku ini selanjutnya juga membahas mengenai green constitution di Indonesia yang terejawantahkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mulai dari konsep berkelanjutan, wawasan lingkungan, dan implementasi green constitution di Indonesia.

Namun, buku ini masih menyajikan green constitution dalam konsep yang cukup abstrak, karena hanya membahas green constitution dalam tataran Undang-Undang Dasar. Mestinya buku ini dapat membahas terkait dengan konskuensi green constitution dalam Undang-Undang Dasar.

Buku ini seharusnya juga bisa mengkaitkan dengan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang notabene sebagai final interpretation of constitution, sehingga dapat mengkaji green constitution di Indonesia secara holistis. Dimana bukan hanya dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, namun juga tafsiran-tafsiran Undang-Undang Dasar menurut Mahkamah Konstitusi. Terlepas dari semua itu, buku ini sangat direkomendasikan karena menambah khazanah bagi para juris. (*)

Penulis : Xavier Nugraha

Editor: Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).