Simposium Pemikiran R.A Kartini Bahas Gender dan Kesetaraan Perempuan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Para pemateri dalam acara simposium pemikiran RA. Kartini di Ruang Adi Sukadana FISIP UNAIR, Rabu (24/04). (Foto: Istimewa)

UNAIR NEWS – Hari Kartini adalah hari pengingat bagi kita semua, mengenai sejauh mana perlakuan dan pengakuan pemerintah serta masyarakat atas hak asasi perempuan di tanah air. Pentingnya mengupas balik pemikiran feminis R.A. Kartini merupakan langkah mengembalikan keterwakilan perempuan dari segi apapun.

Memasuki peringatan hari tersebut, Asosiasi Pusat Studi Wanita/Gender dan Anak Indonesia (ASWGI) Universitas Airlangga (UNAIR), bersama Women and Youth Development Institute of Indonesia (WYDII), dan Women’s Learning Partnership (WLP), bekerja sama menggelar simposium pada Rabu (24/04/2019) di Ruang Adi Sukadana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNAIR.

Hadir pada acara tersebut antara lain yaitu Prof. Dr. Emy Susanti Dra., MA., Dr. Wahidah Zein Br Siregar, Dra., MA., Ph.D, dan Prof. Dr. Anita Lie, M.A., Ed.D yang merupakan perempuan-perempuan di barisan terdepan dalam advokasi hak perempuan.

Dalam simposium tersebut, Prof Emy membawakan topik dekonstruksi sosial-gender dalam pemikiran Kartini dan relevansinya pada masa kini. Menurutnya, perbaikan atas perilaku yang dibedakan berdasarkan gender perlu diperhatikan, termasuk menentukan apa yang seharusnya membedakan perempuan dan laki-laki.

Selain itu, Dr. Wahidah menjelaskan tantangan dan urgensi mengenai visi pemberdayaan perempuan menurut pemikiran R.A. Kartini dalam ranah politik. Diawali dengan menceritakan mengenai sahabat-sahabat R.A. Kartini, salah satunya adalah Stella, yang merupakan wanita berkulit putih dan bekerja di kantor pos Belanda.

“Stella merupakan sahabat pena R.A. Kartini yang belum pernah bertemu secara langsung, akan tetapi kesamaan pemikirannya tentang gerakan wanita yang membuat mereka dapat bersahabat,” ujarnya.

Lanjut mengenai pemikiran politik R.A. Kartini, Dr. Wahidah memaparkan tentang pentingnya sebuah profesi. Bahwa profesi yang dianggap Kartini pada saat itu ialah profesi yang dapat mengubah masyarakat. Baik dalam hal mengubah kehidupan, ataupun kesetaraan seperti dokter dan guru.

Sementara itu Prof Anita sebagai pemateri terakhir lebih memaparkan pemikiran RA. Kartini pada Politik Etis beserta pengaruhnya. Pada masa politik etis dijalankan, R.A Kartini mendapatkan banyak pengalaman dan sahabat dalam menyelesaikan permasalahan kerja rodi masa penjajahan. Pada masa itulah warisan R.A Kartini hadir, sekaligus menjadi pembeda dari pahlawan yang lain.

“Keistimewaannya dalam melawan penjajahan tak lupa ia catatkan dalam sebuah buku. Ketika pahlawan yang lain berperang dengan mengangkat senjata, ia berani untuk mendokumentasikan dan menyebarkan sejarah,” ungkapnya. (*)

Penulis: Wildan Ibrahimsyah

Editor: Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).