Kasus Baiq Nuril Buktikan Masih Ada Cacat Hukum di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Suasana eksaminasi putusan Baiq Nuril di Ruang Pusat Studi UNAIR (foto: Tunjung Senja Widuri)

UNAIR NEWS – Kasus pelecehan seksual yang menimpa Baiq Nuril, mantan tenaga honorer SMAN 7 Mataram, NTB tampaknya masih hangat diperbincangkan hingga saat ini. Banyak khalayak luas yang tidak menerima atas putusan pengadilan yang menyatakan Baiq Nuril resmi bersalah. Mereka berpendapat, pelaku pelecehan seksual (Muslim) yang harus dijebloskan ke dalam bui.

Diceritakan, Baiq Nuril sering menerima panggilan telepon bernada melecehkan dari kepala sekolahnya di SMAN 7 Mataram, bernama Muslim. Pelecehan secara verbal itu diakui Baiq kian menjadi-jadi. Hingga suatu waktu, karena tidak tahan dengan perlakuan atasannya, Baiq memberanikan diri untuk merekam pembicaraan mereka berdua. Dalam rekaman, Muslim bercerita tentang perselingkuhannya dengan bendahara di tempat Baiq bekerja.

Permasalahan semakin runyam kala Imam Mudawin, rekan kerja Baiq mengetahui perilaku tidak senonoh yang dilakukan Muslim kepada Baiq. Tanpa pikir panjang, Imam meminta rekaman itu dari Baiq dan menyebarkannya ke Dinas Perkotaan Kota Mataram.

Akhirnya, berita sampai ke telinga Muslim dan membuatnya geram. Bukannya meminta maaf kepada Imam, Muslim malah melaporkan Baiq ke kantor polisi dengan tuduhan menyebarluaskan rekaman.

Di meja hukum, Baiq Nuril harus menelan pil pahit atas kekalahannya. Hasil keputusan Mahkamah Agung (MA) memvonis Baiq bersalah atas tuduhan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 ayat 1, pada (28/11). Baiq dikenai hukuman 6 bulan penjara dan denda sebesar 500 juta.

Baiq Nuril tak kuasa menahan tangis meratapi nasib yang menimpa dirinya (foto: www.tribunnews.com)

Meninjau kembali kasus Baiq Nuril dari sisi akademis, FH UNAIR menggelar “Eksaminasi Putusan Baiq Nuril”, pada (25/01) yang bertempat di Pusat Studi Gedung C UNAIR kampus B. Eksaminasi dilakukan secara terbuka, terdapat 11 majelis yang berkumpul melakukan eksaminasi, walau beberapa ada yang berhalangan hadir. Beberapa majelis eksaminasi didatangkan dari luar UNAIR, seperti Dr. Widodo Dwi Putro, SH., M.Hum dari FH Universitas Mataram, Taman Metajuridika Dr. Anis Farida, S.Sos, SH, M.Si selaku Sekretaris Kaprodi Magister HTN, UIN Sunan Ampel Dr. Devi Rahayu, SH., MH dari FH Universitas Trunojoyo, dan sebagainya.

Eksaminasi diawali oleh masing-masing para majelis dengan memberikan opininya terkait kasus Baiq Nuril. Dina Tsalist, SH., LLM dari Center for Human Right and Migration UNEJ mengatakan, ada kecacatan dalam putusan hakim. Baiq Nuril mengalami berlapis-lapis diskriminasi baik dari segi ekonomi, gaji sebagai tenaga honorer, dan yang lainnya.

“Kejadian paling fatal ialah ketika hakim memutuskan, bahwa kasus seperti Baiq dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat. Padahal masalah ini tidak terselesaikan dengan baik,” lanjut Dina

Dr. Herlambang P Wiratraman, SH., MA dari Pusat Studi Hukum HAM UNAIR turut menyatakan, keputusan pengadilan tidak mempertimbangkan konteks, formalisme, dan pengingkaran hak konstitusional. Ia beralasan kasus seperti itu harus ditangani secara tegas karena bila terdapat kasus serupa, putusan secara tidak adil akan terus berulang.

“Tidak hanya menyelesaikan kasus secara formalis, tetapi juga harus mempertimbangkan bagaimana realita keadaan kasus ini,” tambah Herlambang P.

Kesimpulan akhir, seluruh majelis setuju Baiq Nuril tidak sepenuhnya bersalah. Walau Baiq merekam pembicaraannya dengan Muslim, ia sama sekali tidak ada niatan untuk menyebarluaskan rekaman. Meski hasil eksaminasi tidak akan mengubah putusan hakim, masyarakat diharap dapat berkaca dari kasus Baiq Nuril, apakah prinsip hukum di Indonesia sudah ditegakkan secara tepat.

Penulis: Tunjung Senja Widuri

Editor: Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).