Perubahan SBMPTN 2019, Efektifkah?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Panitia SBMPTN
Ilustrasi oleh Panitia SBMPTN

Sistem SBMPTN tahun 2019 dikabarkan akan berubah, ada salah point dalam “Zenius Education (23 Oktober 2018) mengatakan pada tahun 2019 tes SBMPTN dapat dilakukan sebanyak 2 kali. Hal ini membuka harapan siswa SMA lulusan tahun 2019 terbuka lebar untuk lolos di Universitas terbaik yang mereka impikan. Tetapi perubahan alur yang berubah dan tambah rumit membuat siswa bingung dan awam terhadap perubahan ini. Perubahan alur tersebut dimana tahun 2018 dengan daftar, ujian dan penentuan kelulusan dikampus yang diimpikan.pada tahun 2019 melalui daftar, ujian, mendapatkan nilai, daftar ke PTN, dan penentuan kelulusan. Mengapa setiap tahun pasti ada perubahan? Apakah sistem ini akan menjadi sistem yang paling efektif ? Apakah siswa dari keluarga kurang mampu dapat dan mampu mengaksesnya ?

Pada perubahan sistem SBMPTN tahun 2019 yang tak sama pada tahun sebelumya. Hal ini membuat siswa SMA bingung karena info baru tersebar di media sosial yang hanya bisa diakses oleh  masyarakat perkotaan dan menengah ke atas. Dalam setiap perubahan sebaiknya pemerintah perlu berintegrasi dengan pihak pihak tertentu agar semua siswa dapat megakses informasi terutama  siswa dari daerah 3T. Integrasi bisa dengan pihak pemerintahan, layanan informasi seperti televisi, organisasi masyarakat serta tokoh masyarakat. Dimana kebanyakan orang lebih percaya informasi yang mereka dapatkan dari tokoh masyarakat dari pada pemerintahan dan media yang menjangkau ke pelosok desa adalah televisi.

Dalam setiap perubahan pastidampak negatif dan positif termasuk dalam perubahan sistem pendidikan di Indonesia. Dampak positif dari perubahan sistem SBMPTN tahun depan  salah satunya dapat dilaksanakan 2 kali dalam satu tahunnya. Dengan adanya hal ini bisa membuat peluang semakin lebar untuk mendapatkan universitas impian terbaik karena ketika kita gagal pada test pertama dapat mencoba belajar dan memperbaiki kesalahan yang dilakukannya nanti di test kedua dengan harapan hasil yang lolos. Tak seperti tahun kemarin yang hanya ada satu kesempatan SBMPTN sehingga jika kita gagal tak ada kesempatan lagi.

Dengan perubahan alur dimana pada tahun 2019 kita sebagai siswa harus daftar, mengikuti test, dan mendapatkan nilai, baru bisa memilih universitas. Dampak positif dengan sistem ini dapat membuat mahasiswa lebih giat lagi untuk belajar karena untuk memperoleh kampus impiannya mereka harus mendapatkan nilai yang tinggi dan sesuai maupun diatas dengan yang ditentukan di setiap kampus. Dampak negatif dengan alur ini siswa menjadi lebih rumit karena test nya sendiri dilakukan hanya di beberapa kota/kabupaten, dimana kabupaten di wilayah  3T harus mengikuti test di luar kabupaten, membuat mereka menambah biaya akomodasi, pada tahun lalu siswa hanya mengeluarkan biaya akomodasi untuk mengikuti test dan daftar ulang di kampus yang telah diterimanya. Tetapi untuk tahun berikutnya mereka harus mengeluarkan biaya mulai dari akomodasi mengikuti test, mengetahui nilai serta memilih kampus sesuai dengan nilai yang telah diperoleh, jika telah lolos masih mengeluarkan biaya lagi untuk daftar ulang dan sebagainya.

Dari perubahan ini mungkin menimbulkan dampak negatif yaitu siswa dari keluarga kurang mampu mungkin menjadi kurang percaya diri dan patah semangat dengan perubahan alur ini, karena membuat mereka kurangnya informasi disebabkan oleh kurangnya akses yang mereka miliki serta  memerlukan biaya yang lebih untuk mengakses atau mengikuti SBMPTN 2019. Faktanya setiap orang tua dari keluarga kurang mampu sebagian besar tak pernah bermimpi untuk menyekolahkan anaknya sampai ke bangku perkuliahan, sehingga orang tua tak menyiapkan biaya, karena untuk memenuhi kehidupan sehari-hari saja kurang apalagi untuk menabung untuk hal lainnya.

Semoga dengan adanya perubahan sistem SBMPTN pada tahun depan seluruh siswa Indonesia dapat mengaksesnya tanpa terkecuali. Pemerintah perlu memperluas informasi sampai ke siswa pelosok. Serta penyadaran terhadap masyarakat terutama dengan masyarakat 3T dan penghasilan menegah kebawah bahwa mereka sebagai orang tua mampu mengantarkan anaknya untuk menempuh bangku perkuliahan. Bagaimana efeektifkah? Apakah semua dapat mengaksesnya?

Berita Terkait

Merry Andrianti

Merry Andrianti

Mahasiswa Kesehatan Masyarakat PSDKU Universitas Airlangga di Banyuwangi