Jangan Tersandera Part I

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi
Ilustrasi

UNAIR NEWS – Jejak kaki laki-laki itu makin terdengar cepat lajunya. Beriringan dengan itu, amukan suara menggelar terdengar tanpa diketahui dari mana asalnya. Sebuah petir telah meyambar pohon kelapa yang letaknya tak jauh dari tempat keramat yang masih dipelihara di desa itu. Beberapa batang kelapa beserta buahnya jatuh. Dan di atas puncaknya, sisa-sisa api masih menyala memakan bagian yang masih bisa terbakar.

Dari sini dimulailah kesibukan dan kecemasan. Orang tunggang langgang membaca fenomena ini.

“Ada keanehan ! Ada petir !” begitu teriak seorang warga.

Tak ada yang peduli terikan itu. Begitu suara petir kedua terdengar. Semua orang tak berpikir panjang lagi. Mereka berlarian menyelamatkan diri masing-masing. Dari anak-anak, kaum muda maupun yang tua, semua bergegas berlindung di dalam rumah.

Sawah harus ditinggalkan. Ternak-ternak dikandangkan.

Suasana semacam kiamat kecil terjadi beberapa menit sampai petir itu tak terdengar lagi bunyinya.

Desa yang memegang teguh tradisi dan adat itu ramai seketika. Omongan-omongan wargapun berkisar pada peristiwa hari itu. Hujan petir terbukti mematahkan tradisi kepercayaan setempat.

Desa Selo dalam sejarah barunya. Bersama deru petir yang terlontar tiada hentinya, sebuah headline koran lokal memajang foto kerusakan yang disebabkan oleh hantaman petir hari itu.

***

Di rumahnya, Mbah Mat, juru kunci desa menjadi sasaran pertanyaan dari peristiwa yang terjadi dua hari lalu. Orang tua yang dipercaya karena tak pernah meleset meramalkan kejadian di desa itu, kini tak mau berbicara dengan alasan sedang menjalankan ritual tapa mbisu.

Orang mungkin tak sabar menunggu penjelasan Mbah Mat. Tapi dengan amat disayangkan, lelaki tua itu tak akan lagi bisa memberi jawaban apa-apa. Ia akan dikubur, tepat sebelum matahari tergelincir. Kematiannya tak akan mengubur kegelisahan para tetangga yang sudah terlanjur berharap.

Orang justru berspekulasi, mengaitkan antara peristiwa hujan petir, dan kematian sang juru kunci tiga hari berikutnya, yang tak disangka juga bertepatan dengan hari Jum’at Legi. Hari yang dipercaya keramat bagi orang.

Misteri baru hadir. Orang masih tidak percaya.

“Seumur-umur, ini yang pertama bagiku. Dimanapun juga setahuku, desa yang mengandung “selo” pasti tidak akan dihampiri petir. Jangankan dihampiri, mendengar bunyinya saja tidak.”

Penduduk desa yang teguh memegang adat itu, kini sangat paranoid.

***

Bersambung

 

Penulis: Sukartono (Alumni Matematika UNAIR)

Berita Terkait

Sukartono

Sukartono

Mahasiswa Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Teknologi Angkatan 2012