Pakar UNAIR : Atasi Insomnia pada Dewasa Awal Lewat CBT

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi insomnia. (Sumber : liputan6.com)

UNAIR NEWS – Di tahun 2018, sebuah penelitian menyebutkan bahwa prevalensi insomnia di Indonesia mencapai angka 26 juta orang atau 10 persen dari jumlah populasi. Angka tersebut masih tergolong tertinggi di wilayah Asia.

Insomnia adalah salah satu gangguan tidur yang banyak dialami oleh orang dewasa, dimana individu mengalami kesulitan menjaga pola tidur atau memiliki kualitas tidur yang buruk. Meskipun orang tersebut memiliki cukup kesempatan untuk tidur.

Endang Retno Surjaningrum, S.Psi., M.AppPsych., Ph.D, dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR) dari Departemen Klinis dan Kesehatan Mental, menyatakan bahwa kualitas tidur memiliki pengaruh besar pada kualitas hidup dan fungsi tubuh manusia.

Insomnia juga dapat menyebabkan munculnya berbagai gangguan seperti, berkurangnya daya berpikir dan konsentrasi, terserang penyakit kronis dan obesitas, serta depresi. Lalu, tidak hanya orang tua, gangguan pola tidur saat ini sudah menyerang orang-orang di usia produktif.

“Tubuh itu ibarat mesin, apabila bekerja terus tanpa istirahat maka mesin tersebut akan mudah rusak,” ungkapnya

“Gangguan tidur dapat membuat hormon tidak seimbang, emosi tidak stabil, konsentrasi terganggu bahkan beberapa penyakit kronis seperti penyakit jantung, hipertensi, dan diabetes,” tambahnya. 

Dewasa Awal

Dewasa awal merupakan salah satu masa usia produktif yang memiliki risiko cukup tinggi dalam kejadian insomnia. Dewasa awal terjadi pada usia 21-40 tahun yang merupakan puncak produktivitas seseorang baik dari segi kognitif maupun fisik.

Endang juga memaparkan bahwa penurunan kualitas hidup dan insomnia pada usia produktif juga dapat dikaitkan dengan perasaan cemas, rasa sedih, tekanan, dan emosi negatif lainnya yang disebabkan oleh peristiwa masa lalu, beratnya beban hidup, dan pola perilaku yang kurang tepat.

Dewasa awal yang menjalankan perannya sebagai mahasiswa memiliki resiko besar, yakni penurunan kesehatan mental akibat stres yang dialami karena adanya tekanan akademik dan permasalahan pribadi lainnya. 

“Perpindahan pola dari mahasiswa ke yang sudah bekerja juga perlu disesuaikan. Seperti kebiasaan mahasiswa yang fleksibel dan dunia kerja yang teratur, maka kebiasaan tidur seperti begadang juga harus diatur,” paparnya.

Endang Retno Surjaningrum, S.Psi., M.AppPsych., Ph.D, dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR) dari Departemen Klinis dan Kesehatan Mental. (Dok. Pribadi)

Diperparah dengan gaya hidup kurang tepat yang dipilih oleh sebagian mahasiswa, dapat berbahaya bagi kesehatan fisik maupun mental secara jangka panjang. Hal tersebut seperti merokok, mengkonsumsi alkohol, kurang berolahraga, dan konsumsi kafein berlebih.

Cognitive Behaviour Therapy (CBT)

Insomnia apabila tidak segera ditangani dengan tepat, dapat menyebabkan beberapa dampak baik jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karenanya, terdapat salah satu metode terapi efektif untuk mengurangi gejala gangguan tidur (insomnia) yaitu Cognitive Behaviour Therapy (CBT). Metode tersebut bertujuan untuk mengubah distorsi kognitif untuk menghasilkan satu perilaku baru yang lebih adaptif.

Dalam metode ini, penderita insomnia diberikan intervensi secara langsung untuk memperbaiki perilaku, pola pikir yang salah (distorsi kognitif), dan hubungan antar keduanya yang memperparah kondisi penderita. Kemudian, metode tersebut lebih menekankan pada mengubah cara berpikir seseorang menjadi berpikir positif.

“Cara berpikir yang positif membuat emosinya positif. Setelah emosinya positif maka perilakunya dapat diarahkan ke perilaku positif,” ujarnya.   

CBT dapat memberikan hasil maksimal jika dilakukan oleh terapis terlatih. Sebelum melakukan intervensi, seseorang akan dinilai terlebih dahulu pola pikirnya melalui beberapa teknik. Kemudian, dia akan diberikan intervensi sesuai dengan keadaannya masing-masing.

Diakhir Endang menuturkan bahwa tidak menutup kemungkinan jika seseorang menerapkan sendiri tanpa adanya seorang terapis. Yakni melalui self help atau melakukan perubahan pada diri sendiri dengan mengenali kebiasaan atau situasi yang membuat dia tidak bisa tidur. Setelah pola sebab akibat ditemukan, dia dapat melakukan solusi yang sesuai, misalnya olah raga, relaksasi, mengelola waktu, dan lainnya. (*)

Penulis : Ulfah Mu’amarotul Hikmah

Editor : Binti Q Masruroh

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).