“Mangrove” Memberi Manfaat atau Sebaliknya?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh iNews.id

Karbondioksida atau CO2 merupakan senyawa yang erat hubungannya dengan era indutri. Sekitar 150 tahun terakhir, dunia industri terus tumbuh, berakibat pada emisi CO2 yang meningkat pesat. Faktor utamanya adalah pembakaran bahan fosil untuk batu bara, gas alam dan gas minyak bumi. Dari data yang diterbitkan oleh Pusat Analisis Informasi Karbondioksida Departemen Energi AS (CDIAC), manusia telah meningkatkan lebih dari 400 miliyar ton CO2 ke atmosfer sejak 1751. Lebih dari setengah dari jumlah tersebut diproduksi pada akhir tahun 1980-an sampai sekarag. Selain itu, penggunaan bahan bakar fosil baik itu dalam bentuk padat maupun cair yang digunakan sebagai sumber batu bara dan minyak menyumbang sekitar tiga perempat dari total tersebut.

Sebagai contoh, pada tahun 2014 penggunaan bahan bakar fosil dan pembuatan semen dapat melepaskan hingga 9,9 miliar ton CO2. Ini merupakan level tertinggi sepanjang sejarah. Banyak para Ilmuwan memperingatkan kita dengan fakta seperti pencarian es  Arktik, cuaca ekstrem yang dihadapi AS, juga runtuhnya kehidupan laut.

Menurut data Global Carbon Project, 2015, Indonesia mengahasilkan emisi karbon sebanyak 537 Mt karbondioksida dalam satu tahun. Artinya setiap penduduk Indonesia menyumbangkan 2,1 ton polusi karbondioksida setiap tahunnya. Keberadaan mangrove sangat mambu membantu dalam penyerapan karbondioksida untuk membantu mengurangi polusi.

Potensi Mangrove di Indonesia

Hutan mangrove atau yang lebih dikenal dengan nama hutan bakau adalah hutan yang tumbuh di kawasan air payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Indonesia merupakan negara kepulauan sekaligus negara tropis yang mempunyai garis pantai yang sangat sangat panjang dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Luas hutan mangrove di Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Spalding dkk, 1997 dalam Noor dkk, 1999).

Mangrove tumbuh khusus di tempat-tempat dimana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan-bahan organik. Seperti di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak maupun disekitar muara sungai di mana laju air disekitar muara melambat sehingga mengendapkan lumpur yang dibawa dari hulu.

Pada ekosistem mangrove dikenal tumbuhan jenis yang dinamakan dengan mangrove sejati (utama dan minor) dan mangrove ikutan. Mangrove sejati utama merupakan tumbuhan yang tumbuh pada pasang surut dan mengikat tegakan murni dan jarang bergabung dengan tanaman darat. Mangrove sejati minor adalah juga termasuk komponen penting dari mangrove, biasanya di daerah pemasangan, dan biasanya mengikat. Sedangkan mangrove ikutan adalah tumbuhan yang tidak pernah tumbuh di komunitas mangrove sejati. Beberapa jenis mangrove yang tumbuh di Indonesia yaitu jenis Avicennia, Bruguiera, Ceriops, Rhizopora dan Sonneratia.

Bagaimana Mangrove Menyerap Karbondioksida ?

Sebagaimana yang telah kira ketahui, tumbuhan akan mengurangi karbon di atmosfer melalui proses fotosintesis dan menyimpannya dalam jaringan tumbuhan. Karakteristik tumbuhan mangrove yang memiliki banyak daun sehingga berpotensi untuk penyerapan karbon yang lebih banyak juga dibandingkan tumbuhan lain. Bukan hanya itu, habitat mangrove yang tumbuh pada tanah gambut, memungkinkan penyimpanan karbon lebih besar daripada yang ada di atas permukaan. Peranan hutan mangrove sebagai penyerap karbon mulai menjadi sorotan manakalah menjawab persoalan efek rumah kaca, pengaruh yang sangat signifikan dari efek rumah kaca yaitu peningkatan suhu udara atau yang lazim dikenal dengan pemanas global.

Dalam proses fotosintesis, tumbuhan akan menyerap CO2 dan H2O dibantu oleh sinar matahari diubah menjadi glukosa dan O2. Penyerapan emisi gas karbon menjadi lebih maksimal karena mangrove memiliki sistem akar napas dan keunikan struktur tumbuhan pantai. Telah banyak penelitian yang menyebutkan 1 hektar mangrove dapat menyerap 39,75 juta ton CO2 pertahun. emisi  setara 59 sepeda motor per tahun atau 1,6  juta batang rokok setiap tahunnya.

Kemana Mangrove Indonesia Dulu?

Beberapa dekade kebelakang, hutan mangrove di Indonesia mengalami degradasi secara sistematis akibat kepentingan manusia. Telah terjadi alih fungsi hutan mangrove sehingga berdampak pada penurunan kemampuan penyerapan karbon di atmosfer dan terurainya karbon tersimpan melalui proses dekomposisi ke atmosfer. Berdasarkan data Organisasi Pangan Dunia PBB, dalam tiga dekade terakhir, Indonesia telah mengalami kehilangan sekitar 40 persen mangrove, dan angka tersebut merupak angka kerusan tercepat dan terparah di dunia. Hal ini menyebabkan peran ekosistem mangrove sebagai absorber dan tempat reservoir CO2 berubah menjadi penyumbang emisi CO2. Hal tersebut akan mempengaruhi perubahan iklim global. Sudah saatnya kita sadar, Penebangan, penggundulan dan alih fungsi hutan mangrove menjadi tambak-tambak udang akan menyebabkan pembebasan karbon. Sebagai penutup hanya beberapa orang yang berpikir, sudah saatnya kita segera beralih ke ekonomi rendah karbon, untuk masa depan generasi penerus yang lebih baik.

Berita Terkait

Muhammad Suryadiningrat

Muhammad Suryadiningrat

Mahasiswa Kedokteran Hewan PSDKU Universitas Airlangga Banyuwangi