Berpulangnya Paku Bumi Ulama Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh GenPi co

Kiai Haji Maimun Zubair atau biasa disapa Mbah Moen meninggal dunia di Mekkah, Arab Saudi, Selasa 6 agustus 2019 dalam usia 90 tahun saat tengah menjalankan ibadah haji.Tokoh Nahdlatul Ulama (NU), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Rembang ini  lahir di Sarang, Rembang, Jawa Tengah, pada 28 Oktober 1928. Maimun merupakan putra pertama Kiai Zubair Dahlan dan Nyai Mahmudah. Sang ibunda adalah putri dari Kiai Ahmad bin Syu’aib, pendiri pesantren al-Anwar yang kelak diwariskan kepada Maimun. Ayah Maimun, Kiai Zubair Dahlan, adalah sosok guru yang telah melahirkan banyak ulama di tanah air, meskipun tidak punya pesantren sendiri. Dikutip dari buku 3 Ulama Kharismatik Nusantara (1988) karya Amirul Ulum, keilmuan dan kealiman Kiai Zubair Dahlan bahkan diakui hingga ke negeri jiran. Mbah Moen juga dididik langsung oleh ayahnya sedari kecil. Ia mempelajari ilmu-ilmu ajaran Islam dengan baik. Bahkan, saat remaja, Maimun sudah hafal berbagai kitab macam al-Jurumiyyah, al-Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik dan masih banyak lagi. 

Tahun 1945, Maimun menimba ilmu di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. Saat itu, usianya baru menginjak 17 tahun. Ia diasuh oleh para ulama di Lirboyo, antara lain: Kiai Haji Abdul Karim atau Mbah Manab, Kiai Mahrus Ali, juga Kiai Marzuki. Maimun kemudian pergi ke Mekah saat usia 21 tahun bersama kakeknya, Kiai Haji Ahmad bin Syu’aib. Sang kakek membawanya berguru kepada ulama-ulama besar, termasuk kepada Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly, dan lainnya. Seabrek ilmu itu lantas ia amalkan, termasuk dengan menulis beberapa kitab atau buku, seperti dikutip laman nu.or.id antara lain: Nushushul Akhyar, Tarajim Masyayikh Al-Ma’ahid Ad-Diniah bi Sarang Al-Qudama’, Al-Ulama’ Al-Mujaddidun, Kifayatul Ashhab, Maslakuk Tanasuk, Taqirat Badi Amali, dan Taqrirat Mandzumah Jauharut Tauhid.

Tak hanya dikenal sebagai kiai karismatik, Kiai Maimun juga berkiprah di kancah politik. Maka tidak heran jika Mbah Moen sangat dihormati oleh tokoh-tokoh nasional di negeri ini, dan selalu dimintai doa restu setiap menjelang perhelatan politik. Partai Persatuan Pembangunan menjadi pilihan Mbah Moen dalam menyalurkan aspirasi umat lewat politik. Selain itu, Mbah Moen juga aktif di kepengurusan NU. Pada 1985-1990, ia menjabat sebagai Ketua Syuriah NU Provinsi Jawa Tengah. Mbah Moen duduk sebagai wakil rakyat di DPRD Rembang selama 7 tahun, dari 1971 hingga 1978. Setelah itu, dikutip dari Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru(1996) karya Abdul Aziz Thaba, Mbah Moen melenggang ke Jakarta sebagai anggota MPR-RI sejak 1987 dari Fraksi Utusan Daerah, 1998 Mbah Moen kembali ke Rembang untuk memimpin pesantren al-Anwar di Sarang.

Wafatnya Kyai Maimun Zaubair bukan hanya kehilangan bagi NU saja, bukan bagi Indonesia saja, tapi kehilangan bagi seluruh umat manusia. Ini bukan soal kehadiran kepemimpinan lahiriah atau sekedar kepemimpinan keilmuan. Dunia kehilangan pengayoman rohani dari Kyai Maimun yang tak henti-hentinya ber-riyadloh mendoakan keselamatan dan kemaslahatan seluruh umat manusia. Bapak Presiden Jokowi atas nama pemerintah turut mengucapkan belasungkawa dan mengatakan bahwa beliau adalah kiai karismatik, kiai yang selalu jadi rujukan-rujukan bagi umat Islam terutama dalam hal fikih, dan beliau juga sangat gigih dalam menyampaikan masalah NKRI harga mati. Berbagai umat beragama pun berduka cita atas wafatnya Mbah Moen, sebagaian diantaranya turut mendoakan salah satunya adalah umat Katolik di Jember yang menggelar doa bersama untuk Mbah Moen.

Jenazah KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen dibawa ke Masjidil Haram di Kota Mekah untuk disholatkan usai shalat Dhuhur. Kemudian dimakamkan di pemakaman kuno Ma’la yang berjarak sekitar 1 kilometer sebelah utara Masjidil Haram. Pemakaman Ma’la berlokasi di kampung asal Nabi Muhammad  SAW dan merupakan tempat dimana istri Nabi Muhammad SAW, Siti Khadijah, dimakamkan. Pemakaman Mbah Moen dipimpin oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Duta Besar RI untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel. Sementara yang memimpin doa adalah Sayyid Ashim bin Abbas bin Alawi Al-Maliki, ulama terkemuka Makkah. Beliau putera dari Sayyid Abbas bin Alawi al-Maliki, yang mendapat gelar Bulbul Makkah, dan keponakan Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki, yang punya banyak murid dari Indonesia, Di antara ratusan orang yang mengantarkan jenazah Mbah Moen menuju Masjidil Haram, ada Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah, dan rombongan Amirul Haji.

Semoga kita semua senantiasa dapat meneladani jasa yang telah beliau berikan dan meneruskan perjuangannya untuk menjaga kerukunan umat beragama dan rasa cinta terhadap tanah air.

Berita Terkait

Ibrahim Garda Bravere Vaganza Maryono

Ibrahim Garda Bravere Vaganza Maryono

Menteri PSDM BEM Universitas Airlangga 2018