Transaksi di pasar saham selalu berfluktuasi setiap detiknya, ini dikarenakan harga saham terus mengalami perubahan atau dikenal dengan istilah volatilitas. Untuk mengetahui volatilitas secara keseluruhan digunakanlah perhitungan terhadap seluruh saham yang ada yang disebut dengan indeks komposit saham. Menariknya 2 dari 11 negara di kawasan Asia Tenggara, yaitu Malaysia dan Indonesia, menerapkan dual capital market system, dimana menghitung indeks komposit untuk saham konvensional dan syariah dengan indeks yang berbeda. Di Malaysia terdapat FTSE sebagai indeks saham konvensional dan FTSE Hijrah untuk saham syariah. Sedangkan di Indonesia dikenal dengan nama IHSG untuk saham konvensional dan JII untuk indeks saham syariah.
Adanya indeks komposit ini berguna bagi investor sebagai penanda keadaan pasar saham yang dapat memberikan sinyal bagi investor untuk melakukan transaksi jual beli. Selain itu, indeks komposit dapat dijadikan sebagai acuan untuk melihat kinerja pasar saham dengan membandingkan dengan portofolio investasi untuk mengetahui apakah portofolionya di atas kinerja pasar atau justru sebaliknya, sehingga investor dapat melakukan koreksi terhadap portofolio yang dimilikinya. Artinya mengetahui kinerja indeks komposit memberikan banyak manfaat bagi investor sehingga penting untuk diketahui seperti apa pergerakan indeks saham di Malaysia dan Indonesia yang menganut dual capital market system dan melihat pengaruh antar indeks baik secara regional maupun antar negara dengan menggunakan metode MGARCH.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasar saham di Malaysia lebih dinamis jika dibandingkan Indonesia. Di Malaysia, FTSE memiliki tingkat volatilitas yang rendah jika dibandingkan dengan FTSE Hijrah. Hal ini mengindikasikan bahwa indeks FTSE memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan FTSE Hijrah. Sedangkan hasil di Indonesia justru sebaliknya dimana tingkat volatilitas JII lebih rendah daripada IHSG yang menandakan bahwa saham syariah lebih minim risiko (Pranata dan Nurzanah, 2015).
Fakta lainnya terkait indeks saham konvensional maupun syariah di kedua negara tersebut saling mempengaruhi, tetapi tidak berlaku antar negara. FTSE dan FTSE Hijrah ataupun IHSG dan JII yang saling mempengaruhi menjaskan bahwa pergerakan indeks saham konvesional dapat dijadikan acuan untuk melihat pergerakan saham syariah (Nazlioglu dkk, 2015), tetapi pergerakan saham di Malaysia maupun Indonesia tidak saling mempengaruhi.
Hasil lain terkait guncangan terhadap pergerakan indeks saham menunjukkan bahwa FTSE dapat menanggulangi krisis dengan lebih baik dibandingkan FTSE Hijrah. Sedangkan di Indonesia justru JII memiliki daya tahan goncangan yang lebih kuat. Hal ini dikarenakan saham JII lebih mudah untuk dijual dan memiliki tingkat hutang yang rendah sehingga pergerakan harga sahamnya akan lebih stabil jika dibandingkan IHSG (Listyaningsih dan Krishnamurti, 2016; Sukmana dan Kolid 2012).
Terkait imbal hasil investasi, penelitian ini menjelaskan bahwa kinerja keseluruhan dari semua indeks saham menunjukkan kemungkinan akan kembali ke rata-rata jangka panjangnya. Artinya jika terjadi guncangan pada pasar saham, harga saham secara perlahan tidak berbeda dari rata-rata sebelumnya. Ini juga menyiratkan bahwa investor di pasar saham memperhitungkan imbal hasil pada tahun sebelumnya dalam membuat keputusan investasi (Umaira dan Masih, 2017).
Dari beberapa hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara dual capital market system di Malaysia dan Indonesia. Studi kasus di Malaysia menunjukkan indeks saham konvensional FTSE lebih baik karena minim risiko dan lebih stabil terhadap guncangan pasar, sedangkan di Indonesia justru sebaliknya. Indeks saham syariah JII memiliki kekebalan yang baik terhadap guncangan ekonomi sehingga minim akan risiko. Hal tersebut dapat dimanfaatkan oleh investor maupun manajer investasi mengingat tidak adanya korelasi antar indeks saham negara, sehingga dapat dijadikan sarana diversifikasi portofolio, semakin tidak berkorelasi justru semakin baik untuk meminimalisir risiko portofolio investor (Rusmita dkk, 2020). Terkait guncangan ekonomi menunjukkan bahwa secara rata-rata historis harga saham, indeks saham konvensional dan syariah, akan kembali menuju titik keseimbangan sebelumnya walaupun terkena dampak resesi ekonomi. Hal ini dikarenakan adanya campur tangan pemerintah selaku regulator pada pasar saham untuk memulihkan perekonomian. Kondisi sejalan dengan prinsip investasi dalam perspektif islam untuk tidak melakukan spekulasi pada saham karena justru berakibat pada ketidakseimbangan harga dan meningkatkan risiko investasi (Romli dkk, 2012).
Penulis: Sylva Alif Rusmita, SE., CIFP
Link Jurnal: https://www.koreascience.or.kr/article/JAKO202032462596886.view?orgId=kodisa