Validasi Internal Skala Pengukuran Kesehatan Mental pada Konteks Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi by Suara com

Kesehatan mental menjadi isu yang menarik untuk dibicarakan, terlebih lagi WHO menyebutkan bahwa kesehatan mental menjadi salah satu indikator yang menunjukkan seseorang tersebut dalam kondisi sehat atau tidak (WHO, 2004). Individu yang sehat secara mental akan dianggap bisa lebih efektif berkontribusi di masyarakat, memahami apa yang menjai keunggulan serta lebih efektif dalam menghadapi sumber stress, dan dalam konteks pekerjaan juga akan bisa lebih produktif. Pengukuran kesehatan mental di Indonesia, sebagian besar menggunakan skala kesehatan mental psikologis (Eggleston et al, 2001; Rachmayani dan Ramdhani, 2014) atau menggunakan skala kesehatan mental subyektif (Pandyaswargo et al., 2015). Artikel ini akan menyajikan penggunaan skala kesehatan mental alternatif yang berusaha menjembatani kedua skala diatas, serta juga menunjukkan hasil validasi internal, sehingga skala ini dapat digunakan baik untuk pengukuran dalam konteks praktis maupun juga konteks penelitian.

Skala kesejahteraan mental (mental well-being) ini dikembangkan oleh Tennant et al (2007) dikenal dengan The Warwick-Edinburgh Mental Well-being Scale (WEMWBS) yang lebih melihat dalam perspektif positif dibanding mengukur sesuatu yang negatif seperti stress atau gangguan mental lainnya. Skala ini dikembangkan oleh dua Universitas terkemuka di United Kingdom, yaitu University of Edinburgh dan University of Warwick. Skala ini sudah diadaptasi setidaknya kedalam 25 bahasa yang berbeda, diantaranya Spanyol (Lopez et al., 2013), Portugis (Santos et al., 2015), Mandarin (Ng et al., 2014; Dong et al., 2016) dan Prancis (Trouselardet et al., 2016). Sehingga dapat dikatakan skala ini mendapatkan rekognisi internasional dan dapat digunakan dalam berbagai latar belakang budaya.

Metode yang digunakan dalam validasi ini adalah pengukuran RASCH yang mengkonversi data ordinal mentah (dalam bentuk likert) ke skala logit (Log pdd unit) data dimana memiliki interval yang setara. Logit item disini akan mengukur kesesuaian keseluruhan instrument baik pada level variabel maupun juga pada level butir item. Tidak hanya pada tingkat butir item, pengukuran kesesuaian dengan informasi statistic juga dilakukan pada lebel individu. Sehingga tujuan dari penelitian yang mengukur internal validasi ini akan mencoba untuk mengidentifikasi kesesuaian antara model statistik dengan data melalui pendekatan pengukuran RASCH.

Responden penelitian yang terlibat dalam penelitian ini adalah sebanyak 855 responden, dengan menggunakan skala sebanyak 14 butir untuk WEMWBS. Rasch juga dapat mengidentifikasi sejauh mana butir pernyataan dapat membuat orang untuk mudah menjawab setuju atau tidak setuju yang dikenal dengan taraf kesulitan. Dimana terdapat tiga butir yang masuk tidak mudah untuk disetujui, delapan butir dianggap sedang untuk mempengaruhi orang menjawab setuju dan hanya dua yang membuat orang mudah menyetujui pernyataan. Dalam uji bias pada skala ini, dengan menggunan analisis Different Item Functioning (DIF) terdapat tiga butir yang terindikasi memiliki DIF jika dilihat dari perspektif jenis kelamin, butir tersebut antara lain adalah “Saya merasa baik-baik saja terhadap diri saya”, “Saya merasa percaya diri”,  dimana responden laki-laki lebih menjawab mudah untuk setuju dibandingkan responden perempuan, sedangkan untuk butir item “saya merasa dicintai” responden perempuan lebih mudah menyetujuinya dibandingkan laki-laki.

Hasil validasi internal ini menunjukkan hasil yang berbeda dengan skala aslinya di Inggris jika menggunakan pendekatan pengukuran Rasch, karena skala aslinya justru tidak fit model statistiknya saat dianalisis dengan Rasch. Namun, pada penelitian ini 14 item yang digunakan dapat dikatakan fit dan memiliki kategori yang baik dalam konteks tingkat kesulitan butir. Skala ini dalam konteks Indonesia juga dapat dikatakan memenuhi kategori sebagai skala yang unidimensional dan efektif untuk mengukur konstruk kesejahteraan mental. Dengan adanya validasi internal terhadap skala ksejahteraan mental ini (WEMWBS) maka  skala ini dapat dijadikan sebagai alternatif pengukuran kesehatan mental, baik untuk keperluan penelitian-penelitian kesehatan mental, terutama pada konteks-konteks yang lebih spesifik, serta juga untuk kepentingan praktis dalam rangka mengetahui bagaimana kondisi kesehatan mental seseorang.

Penulis: Dimas Aryo Wicaksono

Link Jurnal: http://journal.uad.ac.id/index.php/Psychology/article/view/20260

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp