Distribusi Parasit Gastrointestinal pada Sapi Potong Melalui Pemeriksaan Feses

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi Merdeka com

Populasi ternak di Berau seperti sapi, kerbau, kambing, kuda dan babi meningkat sejak itu 2013, dengan populasi sapi merupakan populasi terbesar dari lainnya ternak. Tingginya permintaan konsumen akan ternak produk terutama daging, menyebabkan bisnis sapi potong meningkat setiap tahun. Namun, masalah penyakit dan kesehatan ternak bisa menjadi penghambat perkembangan ternak karena secara langsung mempengaruhi kehidupan ternak.

Salah satu penyakit yang merugikan pada peternakan sapi adalah Infeksi parasit gastrointestinal termasuk penyakit disebabkan oleh protozoa dan helminthiasis. Angka kematian ternak karena gastrointestinal parasit memang tidak tinggi, tapi efek tidak langsungnya terhadap produktivitas ternak dan dampak zoonosis penyakit pada kesehatan masyarakat sangat besar..

Jenis cacing yang dapat menginfeksi ternak adalah Kelas Trematoda, Cestoda dan Nematoda. Infeksi cacing pada hewan ini umumnya terjadi tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat kronis, yang dapat mengakibatkan kekurusan sehingga dapat mengurangi produksi kekuatan ternak. Gejala klinis pada helminthiasis infeksi yang ringan sampai sedang tidak selalu tampak nyata, sedangkan infeksi parah dari orang dewasa cacingan dapat menyebabkan gangguan pencernaan dan penghambatan pertumbuhan pada sapi muda.

Berdasarkan latar belakang diatas maka dilakukan penelitian dibutuhkan untuk mengetahui parasit gastrointestinal yang banyak ditemukan pada sapi potong di wilayah Berau, sehingga bersifat preventif dan langkah-langkah perbatasan sebagai upaya pengendalian penyakit bisa dilakukan untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Penelitian ini merupakan suatu identifikasi dan distribusi helminthiasis dan gastrointestinal protozoa pada sapi potong di Kecamatan Gunung Tabur, Berau, Kalimantan Timur. Jenis identifikasi cacing dan infeksi protozoa bertujuan untuk menentukan pengobatan dengan jenis antiparasit yang tepat obat, sehingga pengobatan bisa lebih efektif. Sementara data sebaran yang diperoleh diharapkan dapat dimanfaatkan dalam upaya memberantas parasit saluran cerna penyakit pada ternak dan mengurangi kerugian yang mungkin terjadi.

Parasit di saluran pencernaan sapi di Gunung Desa Tabur dan Samburakat dengan korespondensi ganda. Hasilnya menggambarkan pada sapi Bali satu infeksi Fasciola gigantica, dan Oesophagostomum sp. hanya ditemukan di Desa Gunung Tabur dengan infeksi terbanyak di pejantan, Paramphistomum sp. hanya ditemukan di Desa Samburakat penularannya ada pada sapi jantan dan Eimeria sp. ditemukan di kedua desa dengan infeksi terbanyak pada sapi. Sedangkan infeksinya bermacam-macam telur cacing dan protozoa seperti Strongyloides sp. dan Eimeria sp. memiliki infeksi terbanyak pada sapi jantan dan Haemonchus sp. ditambah Eimeria sp. memiliki infeksi terbanyak pada sapi, keduanya ditemukan di kedua desa.

Kemudian Paramphistomum sp. ditambah Fasciola gigantica dan Haemonchus sp. ditambah Strongyloides sp hanya ditemukan di desa Gunung Tabur dengan infeksi terbanyak di sapi. Paramphistomum sp. ditambah Strongyloides sp. ditambah Eimeria sp. dan Oesophagostomum sp. ditambah Fasciola gigantica hanya ditemukan di desa Gunung Tabur bersama infeksi terbanyak pada sapi jantan. Capillaria sp. ditambah Eimeria sp. hanya ditemukan di desa Samburakat dengan sebagian besar infeksi pada sapi jantan. Yang terakhir adalah infeksi campuran dari protozoa Eimeria sp. ditambah Blastocystis sp. hanya ditemukan di desa GunungTabur tempat infeksi berada banteng dan sapi.

Pada sapi Ongole Breeds, infeksi cacing tunggal telur Strongyloides sp., hanya ditemukan di Gunung Tabur, dan infeksi campuran Fasciola gigantica ditambah Eimeria sp. ditambah Cryptosporidium sp. dan Trichuris sp. ditambah Eimeria sp hanya ditemukan di Gunung Tabur  yang terakhir adalah Paramphistomum sp. ditambah Capillaria sp. ditambah Eimeria sp. hanya ditemukan di desa Samburakat.

Semua spesies yang ditemukan pada sapi Ongole Breeds memiliki infeksi terbesar pada sapi. Pada sapi Limousin, infeksi tunggal Paramphistomum sp. dan infeksi campuran Strongyloides sp. ditambah Eimeria sp. hanya ditemukan di Gunung Tabur, Paramphistomum sp. hanya ditemukan di Desa Gunung Tabur dengan sapi jantan dan sapi, serta Trichuris sp. ditambah Eimeria sp. hanya ditemukan di Samburakat.

Terakhir pada sapi Donggala dengan infeksi tunggal Fasciola gigantica dan infeksi campuran Paramphistomum sp. ditambah Fasciola gigantica hanya ditemukan di Desa Gunung Tabur, Paramphistomum sp. ditambah Eimeria sp., Oesophagostomum sp.

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor terjadinya kecacingan pada ternak dan mempengaruhi sensitivitas ternak infeksi helminthiasis. Banteng memiliki kerentanan yang lebih tinggi terhadap infeksi dibandingkan sapi. Ini adalah terkait dengan mekanisme hormonal. Estrogen pada sapi memiliki sifat stimulasi retikuloendotelial sel sistem dalam membentuk antibodi parasit, sehingga sapi relatif lebih resisten berbagai jenis penyakit parasit.

Hasil pemeriksaan juga menunjukkan penemuan 3 spesies protozoa gastrointestinal dalam sampel sapi Bali, Ongole Breeds, sapi Limousin dan sapi Donggala, berisi dengan Eimeria sp., sedangkan Blastocystis sp. hanya ditemukan positif pada 2 sampel sapi bali, dan Cryptosporidium sp. hanya ditemukan positif dalam 1 sampel dari sapi Ongole Breeds.

Ookista Eimeria sp. yang ditemukan menjadi 48,29 x 33,28 μm dan berbentuk lonjong dengan ujung runcing. Eimeria sp. adalah infeksi protozoa terbesar yang ditemukan di kotoran sapi di Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau. Dalam kondisi alami, terdapat banyak ookista dari Eimeria sp. ditemukan di lingkungan. Berdasarkan observasi di lapangan, para petani masih kurang dalam memperhatikan kondisi alas kendang dan limbah kotoran hewan belum ditangani dengan baik. Inilah yang dapat menyebabkan infeksi campuran. Ookista Eimeria sp. biasanya ditemukan pada hewan muda dengan kondisi gizi yang buruk.

Hasil penelitian dari Kecamatan Gunung Tabur, Berau Kabupaten Gunung Tabur dapat disimpulkan desa memiliki infeksi parasit yang lebih tinggi dibandingkan Desa Samburakat. Parasit yang ditemukan, terdiri dari 2 jenis telur cacing trematoda yaitu Fasciola raksasa dan Paramphistomum sp., serta 7 spesies Nematoda, yaitu Toxocara vitulorum, Strongyloides sp., Haemonchus sp., Oesophagostomum sp., Trichostrongylus sp., Capillaria sp., dan Trichuris sp. Sedangkan hasil protozoa yang menginfeksi saluran pencernaan sapi. Ditemukan 3 spesies yaitu Eimeria sp., Blastocystis sp., dan Cryptosporidium sp.

Penulis korespondensi: Prof. Dr. Nunuk Dyah Retno Lastuti, drh.

Informasi detail dari kajian ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

Rosyida Dwi Rahmawati, Nunuk Dyah Retno Lastuti*, Mustofa Helmi Effendi, Setiawan Koesdarto, Soeharsono and Muhammad Yunus. Distribution of gastrointestinal parasite in beef cattle through feces examination at Gunung Tabur Sub-District, Berau Regency, Indonesia.  Eco. Env. & Cons. 26 (November Suppl. Issue) : 2020; pp. (S314-S320)

http://www.envirobiotechjournals.com/EEC/26NovSupplIssue2020/EEC-56.pdf

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp