Estimasi Tinggi Badan Berdasarkan Rumus Karl Pearson dan Formulasi Trotter-Glesser

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Tempo Foto

Antropologi forensik memiliki keahlian dalam pemeriksaan kerangka manusia dalam membantu penyidik ​​dan penegak hukum mengidentifikasi temuan kerangka yang tidak diketahui. Dalam kasus tindak pidana mis pembunuhan yang telah dilakukan waktu jauh sebelum sehingga tinggal tulang belulang. Tulang biasanya ditemukan di daerah terpencil, di atas permukaan tanah, di sungai, di rawa, di hutan, atau terkubur di dangkal lubang karena pelaku buru-buru mengubur korban. Dengan mengetahui panjang tulang tersebut maka dapat diketahui tinggi seorang untuk membantu proses identifikasi. Manusia memiliki tinggi badan yang berbeda dari antar individu. Tinggi manusia adalah ukuran dari atas dari kepala ke bagian bawah kaki plantar. Cara lainnya dengan mengukur panjang tulang tertentu seperti tulang paha, tibia, fibula, humerus, ulna, dan jari-jari. Tinggi rata-rata orang Indonesia pada pria Jawa adalah 165,4 cm, dan wanita adalah 153,7 cm. Perbedaan tinggi badan untuk orang Jawa laki-laki dan perempuan di Indonesia sebesar 7,39%, menunjukkan perbedaan sedang diantara orang-orang lain di benua Eropa, Afrika, dan Amerika, orang Indonesia orang, termasuk tinggi.

Pengukuran ketinggian berdasarkan tulang panjang adalah salah satu metode yang paling banyak digunakan karena hampir telah digunakan dalam kasus forensik. Sebagai contoh kecelakaan udara yang banyak memakan korban terbunuh, dalam hal ini korban tidak dapat dikenali dan hanya bagian tubuh mereka yang tersisa, sehingga proses identifikasi dibutuhkan. Banyak perhitungan yang digunakan untuk ketinggian rata-rata dalam beberapa belahan dunia, termasuk yang berikut ini Formula Karl Pearson dan Formula Trotter and Glesser. Formula Karl Pearson banyak digunakan di mana-mana dunia sejak 1898. Formula Karl Pearson membedakan antara metode pria dan wanita untuk subjek studi Eropa diukur dengan long dry tulang seperti tulang paha, humerus, tibia, dan jari-jari. Penelitian ini hanya membandingkan setiap rumus dengan tinggi badan sebenarnya, karena kedua rumus tersebut sering digunakan untuk memperkirakan tinggi seseorang dengan mengukur tulang panjang yang ditemukan di TKP, dan kedua rumus ini hanya menggunakan tulang panjang untuk rumusnya pengukuran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan perbedaan-perbedaan tersebut estimasi ketinggian menggunakan formulasi Karl Pearson dan perhitungan faktor perkalian menggunakan Trotter dan formulasi Glesser jika dibandingkan dengan yang sebenarnya tinggi.

Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif. Penelitian ini dilakukan di Museum Antropologi Universitas Airlangga. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah panjang tulang seperti femur, tibia, fibula dan humerus dari satu individu pria. Satu individu pria dengan satu tulang paha kiri, satu tibia kanan, satu fibula kanan dan satu pasang humerus tulang diidentifikasi. Tidak ada analisis statistik di metode. Penelitian ini hanya membandingkan kedua formula tersebut dengan tinggi sebenarnya. Metode pemeriksaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumus Karl Pearson dan faktor multifiplikasi (MF) dari rumus Trotter dan Glesser.

Tulang yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu pasang humerus, satu femur kiri, satu tibia kanan, dan satu kanan tulang betis. Penelitian ini, pada rumus karl Pearson tiga tulang panjang digunakan (femur, tibia, dan humerus). Fibula hanya digunakan untuk perhitungan menggunakan rumus Trotter dan Glesser. Estimasi ketinggian menggunakan perhitungan perkalian Faktor (FM) dari Trotter dan Glesser. Pada penelitian ini Tinggi badan diukur menggunakan femur, tibia, fibula dan humerus. Hanya tulang humerus yang ditemukan lengkap sedangkan femur kanan, tibia kiri dan fibula kiri tidak ditemukan. Hasilnya berkisar 145,6 cm menjadi 156,35 cm. Berdasarkan dua rumus di atas, kapan dibandingkan dengan tinggi sebenarnya dari sampel, estimasi ketinggian terdekat menggunakan Karl Pearson formula, ini karena beberapa bagian tulang hilang yang dapat mempengaruhi hasil perhitungan menggunakan faktor perkalian (FM) dari Trotter dan Glesser. Kami juga membandingkan dua rumus karena keduanya rumus menggunakan tulang yang berbeda, rumus Karl Pearson tidak menggunakan fibula untuk pengukuran. Simpulan dalam penelitian ini estimasi tinggi badan menggunakan rumus Karl Pearson lebih banyak sesuai daripada perhitungan perkalian faktor (MF) oleh Trotter dan Glesser jika dibandingkan dengan tinggi sampel sebenarnya.

Penulis : Dr.Ahmad Yudianto,dr.SpF.M[K].,SH.,M.Kes

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di :

https://medic.upm.edu.my/upload/dokumen/202104291519242020_0910_15.pdf

Ade Nahdia Nandarini, Anggraeni Puspitasri, Ahmad Yudianto, Differences of Height Estimation Using Karl Pearson Formulation and Calculation of Multiplication Factor Using Trotter and Glesser Formulation, Mal J Med Health Sci 17(SUPP2): 57-60, April 2021

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp