Prospek Berkarier di Industri Minyak dan Gas

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Semakin tingginya konsumsi energi primer yang digunakan untuk menghasilkan listrik pada abad ini menjadikan industri minyak dan gas (migas) menjadi lapangan yang cukup menjanjikan untuk berkarier di masa depan. Itulah yang dikatakan oleh Didik Sasono Setyadi di gelaran webinar bertajuk “Partisipasi Publik dalam Hukum dan Kebijakan di Bidang Ketahanan Energi,” pada Kamis (20/05/2021).

Pada webinar yang diadakan oleh Direktorat Pengembangan Karir, Inkubasi Kewirausahaan, dan Alumni (DPKKA) Universitas Airlangga ini, Didik menjelaskan pentingnya sektor migas, baik di masa kini maupun di masa mendatang.

“Yang namanya industri untuk menciptakan energi atau untuk memproduksi energi itu menjadi industri yang sangat vital, menjadi industri yang semakin besar,” jelasnya.

Lebih lanjut, Didik menegaskan bahwa ketika suatu industri menjadi industri yang sangat penting dan besar, otomatis akan terdapat peluang yang besar pula untuk bekerja dan berprestasi. “Ini (industri migas, Red) membutuhkan sumber daya manusia yang hebat untuk mengelolanya,” terang alumni Fakultas Hukum Universitas Airlangga (UNAIR) ini.

Didik menjelaskan bahwa penggunaan energi untuk kegiatan-kegiatan yang produktif membuktikan bahwa negara sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang meningkat. “Jika suatu negara hanya membutuhkan energi yang kecil artinya negara tersebut tidak sedang tumbuh atau tidak sedang berkembang,” lanjut Kepala Divisi Hukum SKK Migas ini.

Ia menekankan bahwa meskipun sekarang ini sudah ada energi baru dan terbarukan, namun konsumsi energi yang berasal dari migas tetap akan tinggi bahkan mungkin akan meningkat. “Kebutuhan minyak secara volume akan tetap meningkat meskipun energi baru dan terbarukan peningkatannya akan luar biasa. Industri migas di Indonesia akan tetap tumbuh,” jelas Didik.

“Ini (peningkatan konsumsi minyak, Red) akan mengurangi kekhawatiran kita terutama yang bekerja dan mendalami bidang hulu migas. Artinya, tidak berarti dengan adanya energi baru dan terbarukan kita akan menjadi tersaingi. Dua-duanya akan berjalan beriringan terutama pada beberapa dekade ke depan,” terang laki-laki yang telah berkarier di bidang migas sejak tahun 2002 ini.

Didik juga menegaskan bahwa partisipasi publik di Indonesia masih sangat diperlukan di industri minyak dan gas. Konsumsi minyak di Indonesia dikatakan mengalami kecenderungan untuk meningkat sebagai konsekuensi dari negara yang menuju status negara maju. “Kenaikan konsumsi jika tidak dibarengan dengan peningkatan produksi akan menjadi defisit,” ungkap Didik.

Ia mencontohkan bahwa sekarang ini konsumsi minyak di Indonesia mencapai 1,6 juta barrel per hari. Padahal produksi minyak yang dihasilkan Indonesia hanya sekitar 600.000 per barrel. Artinya, terdapat defisit 1 juta barrel minyak yang mengharuskan pemerintah untuk mengimpor minyak agar dapat memenuhi kebutuhan harian masyarakat Indonesia.

“Di sinilah dibutuhkan partisipasi publik untuk melihat bahwa kita ke depan masih menghadapi situasi semacam itu (defisit minyak, Red). Peluang untuk bekerja di sektor migas dan turunannya lebih besar dari bidang lain,” pungkas Didik. (*)

Penulis: Agnes Ikandani

Editor: Binti Quryatul

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp