Kanker rongga mulut merupakan suatu masalah yang serius di berbagai negara dan bila digabung antara kanker rongga mulut dan tenggorokan merupakan urutan ke-enam terbanyak dari seluruh kanker yang dilaporkan di dunia. Di Indonesia, kasus kanker rongga mulut berkisar 3-4% dari seluruh kasus kanker yang terjadi. Angka kematiannya 2-3% dari seluruh kematian akibat keganasan. Penyebab kanker rongga mulut sampai sekarang belum diketahui dengan pasti, hal ini disebabkan karena penyebab terjadinya kanker adalah multi faktorial dan kompleks. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kanker rongga mulut yaitu faktor lokal, luar dan host. Faktor lokal meliputi kebersihan rongga mulut yang jelek, iritasi kronis dari restorasi, karies gigi, sedangkan faktor luar meliputi merokok, peminum alkohol, menyirih, virus. Faktor host meliputi usia, jenis kelamin, nutrisi imunologik dan genetik. Selain faktor yang tersebut diatas tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat merupakan faktor yang paling signifikan dalam tertundanya diagnosis dan pengobatan kanker mulut. Beberapa kanker mulut mungkin asimtomatik atau mungkin mengalami gejala yang berbeda, sehingga ketidaktahuan tanda-tanda awal kanker mulut dapat menyebabkan kanker mulut diabaikan.
Penatalaksanaan kanker rongga mulut salah satunya adalah pengambilan sebagian atau keseluruhan rahang atau biasa disebut maksilektomi dirahang atas dan mandibulektomi di rahang bawah. Pengambilan rahang ini dapat mengakibatkan hilangnya anatomi rahang yang memungkinkan rongga mulut, rongga sinus, rongga hidung, dan nasofaring menjadi satu ruang. Kurangnya batas-batas anatomi mengakibatkan berkurangnya fungsi dalam berbicara dan menelan. Udara, cairan, dan bolus makanan keluar dari rongga mulut ke dalam area hidung, menyebabkan proses menelan sulit sehingga nutrisi yang dibutuhkan pasien tidak terpenuhi. Bicara menjadi tidak dapat dipahami karena suara yang terdistorsi menjadi sengau akibat dari hilangnya pembatas antara rongga mulut dan hidung. Hal ini sangat mempengaruhi penampilan pasien, jika pasien melihat wajahnya pasca operasi akan mempengaruhi mentalnya. Agar pasien tidak terlalu kaget melihat perubahan wajahnya pasca operasi maka terdapat pilihan rekonstruksi pasca pengambilan rahang berupa pembuatan obturator.
Obturator ini diperlukan untuk mengembalikan kontur langit-langit mulut yang diambil untuk menciptakan kembali pemisahan fungsional rongga mulut, sinus dan rongga hidung. Pembuatan obturator ini harus dilakukan segera pada saat operasi pengambilan rahang dan biasa disebut dengan surgical obturator, hal ini sangat disarankan mengingat kekurangan-kekurangan yang telah disebutkan diatas dapat terjadi setelah operasi berlangsung. Adanya surgical obturator ini membuat pasien tidak kehilangan kepercayaan dirinya karena adanya alat ini membuat pasien tidak terlalu merasakan perubahan pada rongga mulutnya pasca operasi.
Obturator tidak hanya membantu pasien tetapi juga membantu dokter yang melaksanakan operasi, karena obturator yang dipasang juga bisa menjadi bandage pada luka pasca operasi. Untuk dokter gigi, khususnya spesialis prostodonsia yang akan merawat penampilan pasien juga sangat terbantu, karena otot-otot yang tertinggal setelah operasi akan tersokong dengan baik dengan adanya obturator tersebut. Sehingga jika luka pasca operasi telah sembuh, perubahan otot tidak terlalu banyak terjadi dan akan memudahkan dokter gigi melakukan pembuatan gigi tiruan. Untuk itulah surgical obturator ini adalah suatu hal yang penting baik untuk dokter yang merawat juga untuk pasien, khususnya dalam mengembalikan kepercayaan diri pasien.
Penulis: Ratri Maya Sitalaksmi, drg., M.Kes., Ph.D., Sp.Pros(K)
Artikel Pegabdian Masyarakat