Faktor Penghambat Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien di Rumah Sakit

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menyatakan bahwa keselamatan pasien merupakan suatu komponen paling mendasar dalam perawatan kesehatan sehingga diperlukan perhatian khusus, terutama keselamatan pasien di rumah sakit. Hal tersebut kali pertama diisyaratkan oleh Institute of Medicine (IOM) pada tahun 2000 yang didasari pada laporan berjudul To Err Is Human: Building a Safer Health system. Laporan tersebut menyatakan bahwa Amerika Serikat mengalami 98.000 kasus kematian akibat kesalahan medis yang dapat dicegah. Hasil penelitian James (2013) juga menyatakan bahwa diperkirakan lebih dari 40.000 kasus kematian per tahun disebabkan oleh cedera yang dapat dicegah. Hasil penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit terakreditasi Joint Commision International (JCI) dalam Buhari (2018), diketahui bahwa ditemukan 52 insiden pada 11 rumah sakit di 5 negara. Kasus tertinggi berada di Hongkong dengan total 31% kasus, disusul Australia 25% kasus, India 23% kasus, Amerika 12% kasus, dan Kanada 10% kasus.4 Di Brazil terdapat sekitar 7.6% kasus. Insiden keselamatan pasien yang terjadi di Indonesia berdasarkan hasil laporan Daud (2020) diketahui bahwa terdapat 7.465 kasus pada tahun 2019, yang terdiri dari 171 kematian, 80 cedera berat, 372 cedera sedang, 1183 cedera ringan, dan 5659 tidak ada cedera.

Tingginya angka Insiden Keselamatan Pasien (IKP) di beberapa negara menjadikan identifikasi risiko merupakan suatu hal yang sangat penting. Menurut Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (2015) salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi risiko yaitu melalui pengembangan sistem pelaporan dan analisis. Hal tersebut dilakukan sebagai sarana dalam memantau upaya pencegahan terjadinya error, sehingga dapat dilakukan investigasi lebih lanjut. Selain itu, dengan adanya pelaporan keselamatan pasien, dapat menekan kesalahan yang sama terulang kembali. Tanpa adanya pelaporan terhadap insiden keselamatan pasien, menyebabkan lebih banyak beban yang diterima oleh individu, keluarga, maupun masyarakat secara sosial dan ekonomi akibat kematian dan ketidakmampuan mencegah insiden.

Rendahnya pelaporan insiden keselamatan pasien yang masih terjadi di rumah sakit, membuat peneliti tertarik untuk mengetahui faktor yang menghambat atau mempengaruhi pelaporan insiden keselamatan pasien di rumah sakit. Dengan mengetahui faktor-faktor penghambat atau penyebab rendahnya pelaporan insiden keselamatan pasien di rumah sakit, diharapkan dapat membantu meningkatkan angka keselamatan pasien, mengurangi terjadinya kesalahan dan memberikan gambaran kepada pemangku kepentingan dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaporan insiden keselamatan pasien di rumah sakit.

Hasil review terhadap literatur menunjukkan bahwa rumah sakit memiliki beberapa faktor yang dapat menghambat atau mempengaruhi pelaporan insiden keselamatan pasien. Hambatan yang paling banyak ditemui dalam pelaporan insiden keselamatan pasien yaitu hambatan yang berasal dari faktor individu tenaga kesehatan, lalu disusul dengan hambatan yang berasal dari faktor organisasi. Ada juga hambatan yang berasal dari faktor pemerintah. Hasil penelitian yang dilakukan Mauti & Githae (2019) di Rumah sakit Entebe dan Rumah Sakit Kisubi, Uganda, Afrika Timur, menunjukkan bahwa undang-undang tidak melindungi petugas kesehatan yang melaporkan kesalahan medis.

Berdasarkan tinjauan lebih lanjut, faktor yang menghambat atau mempengaruhi pelaporan insiden keselamatan pasien di rumah sakit dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu faktor individu, faktor organisasi, dan faktor pemerintah. Faktor individu berkaitan dengan adanya ketakutan akan hukuman dan intimidasi, rendahnya pendidikan dan pengetahuan staf dalam melaporkan insiden, kecenderungan staf dalam menghindari konflik, kelupaan karena beban kerja yang terlalu tinggi, dan adanya anggapan bahwa pelaporan insiden teman sejawat berada diluar tanggung jawab individu. Sedangkan faktor organisasi berkaitan dengan rendahnya umpan balik yang positif terhadap pelaporan insiden serta tidak pernah dilakuakannya penyelidikan akar penyebab masalah. Selain itu juga berkaitan dengan sistem pelaporan yang terlalu rumit dan kurang adanya dukungan manajer, kurang diberikannya sosialisasi, dan pelatihan terhadap staf, serta masih terdapat budaya menghukum, dan menganggap staf tidak kompeten apabila terjadi insiden keselamatan pasien. Faktor pemerintah berkaitan dengan tidak adanya undang-undang yang melindungi petugas kesehatan yang melaporkan kesalahan medis. Oleh sebab itu diperlukan evalusi lebih lanjut terhadap pelaksanaan pelaporan insiden keselamatan pasien di rumah sakit, sehingga dapat meningkatkan motivasi serta kontribusi staf dalam melaporkan insiden keselamatan pasien.

Penulis: Tamaamah Habibah, Inge Dhamanti

Detail informasi riset ini dapat dilihat di:

http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/1460

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp